Pencelupan Nylon dengn Zat Warna Asam dan Dispersi

PENCELUPAN POLYAMIDA/NYLON DENGAN ZAT WARNA ASAM & DISPERSE

 

 

I.  MAKSUD DAN TUJUAN

I.1 Maksud

Memberi warna pada kain polyamida/nylon secara merata dan permanen dengan menggunakan zat warna asam dan zat warna disperse.

   I.2 Tujuan

 

q  Mengetahui perbedaan ketuaan warna kain dan kerataan hasil celup. Pengaruh penambahan asam dan penambahan garam, asam formic dan perata pada pencelupan polyamida/nylon dengan zat warna asam.

q  Mengetahui zat warna asam yang dipakai, dengan memvariasikan asam asetat yang dipakai. Dan terlihat perbedaan warna yang dihasilkan.

q  Mengetahui perbedaan ketuaan warna kain dan kerataan hasil celup. Mengetahui sifat pencelupan nylon dengan zat warna disperse pada variasi resep pada pencelupan polyamida/nylon dengan zat warna dispersi.

q  Mengetahui perbedaan ketahanan luntur kain terhadap gosokan akibat pengerjaan cuci sabun.

q  Mempelajari dan mencari resep serta prosedur/metodologi pencelupan terbaik dengan menggunakan zat warna asam dan zat warna dispersi.

 

 

II. TEORI PENDEKATAN

 

2.1 Polyamida/Nylon

Polymer polyamida (nylon) adalah polimer yang dibentuk dari asam karboksilat dan amino. Jenis asam karboksilat dan amino sangat bervariasi sehingga terbentuk poliamida yang sangat bervariasi, misalnya nylon 6, nylon 66, nylon 11 dll. Yang paling banyak  diproduksi adalah 6 dan 66. Gugus penghubung (-OH-CO-), nylon 6 dibuat dari senyawa kaprolaktom dan nylon 66 dibuat dari senyawa asam adipat dengan heksa metilen diamina.

                 

        H2N – CONH – CONH – CONH – COOH

 

Ujung ujung polimer terdapat gugus fungsi NH2 (amino) dan COOH (karboksilat) dan sebagai penghubungnya adalah gugus amida (-CONH-). Jumlah NH2 dan COOH tergantung pada banyaknya polimer yang menyusun sebuah serat . RH standar 4,0 – 4,5 % karena serat poliamida ini mempunyai gugus fungsional maka serat ini masih mungkin bereaksi dengan zat-zat lain sedangkan poliester tidak mempunyai gugus fungsional sehingga daya serapnya lebih besar dari poliester (sekitar 4,5). Gugus NH2 bersifat basa lemah yang dapat menarik air dan gugus karboksilat . Yang membedakan antara nylon 6 dan nylon 66 adalah sifat fisikanya sedangkan sifat kimianya relatif kimia , misal : titik leleh nylon 6 = 2150C <nylon 66 = 2500C , penyerapan nylon 6 > nylon 66 ini disebabkan oleh perbedaan struktur fisik yaitu perbedaan DO dan DK. Poliamida ini dapat dicelup dengan zat warna dispersi asam (kompleks logam, mordan ) dispersi – reaktif.

 

2.2 Pembuatan Polyamida/Nylon

 

Nilon atau poliamida yang dibuat dari heksa metilen diamina dan asam adipat

 

          NH2(CH2)6NH2            +            COOH(CH2)4COOH à

    heksa metilena diamina                         asam adipat

 

          NH2(CH2)6NHCO(CH2)4COOH          +       H2O

 

Kemudian molekul-molekul tersebut bereaksi lagi membentuk molekul yang panjang.

            Pembuatan nilon diawali dengan pembuatan bahan baku yaitu asam adipat dan heksa metilena diamina. Asam adipat dibuat dari fenol melalui pembentukan sikloheksanol dan sikloheksanon. Sedangkan heksa metilena diamina dibuat dari asam adipat dengan melalui pembentukan amida dan nitril. Setelah bahan baku diperoleh maka dilakukan pembuatan polimer yang didahului dengan pembuatan daram nilon, polimerisasi dan penyetopan panjang rantai. Pada pembuatan garam nilon asam adipat dan heksa metilena diamina dilarutkan dalam metanol secara terpisahdan setelah dicampurkan akan terbentuk endapan heksametilena diamonium adipat (garam nilon). Pada pemintalan nilon kehalusan filamen tidak bergantung pada diameter lubang spineret, tetapi bergantung pada :

Sifat polimer.

Kecepatan penyemprotan polimer melalui spineret

Kecepatan penggulungan filamen

Untuk mendapatkan derajat orientasi tinggi, filamen yang terbentuk ditarik dalam keadaan dingin. Panjangnya kira-kira menjadi empat atau lima kali panjang semula.

 

2.3 Sifat Polyamida/Nylon

  1. Kekuatan mulurnya

Nilon mempunyai kekuatan dan mulur berkisar dari 8,8 gram per denier dan 18 %, sampai 4,3 gram per denier dan 45 %. Kekuatan basahnya 80-90 % dari kekuatan kering.

  1. Tahan gosokan dan tekukan

Tahan gosok dan tekukan nilon tinggi sekitar 4-5 kali dari tahan gosok wol.

  1. Elastisitas

Selain mulurnya tinggi (22 %), nilon juga mempunyai elastisitas tinggi. Pada penarikan 8 % nilon elastis 100 % dan pada penarikan 16 %, nilon masih mempunyai elastisitas 91 %.

  1. Berat jenis

Berat jenis nilon 1,14

  1. Titik leleh

Nilon meleleh pada suhu 263oC dalam atmosfer mitrogen dan diudara pada suhu 250oC

  1. Sifat kimia

Nilon tahan terhadap pelarut dalam pencucian kering.

Nilon tahan terhadap asam encer.

Dalam HCl pekat mendidih dalam beberapa jam akan terurai menjadi asam adaipat dan heksa metilena diamonium hidroklorida.

Nilon sangat tahan terhadap basa.

Pelarut yang bisa melarutkan nilon diantaranya asam formiat, kresol dan fenol.

  1. Sifat biologi

Nilon tahan terhadap serangan jamur, bakteri, dan serangga.

  1. Moisture Regain

Pada kondisi standar (RH 65 % dan suhu 21oC) moisture regain nilon 4,2 %.

 

2.4 Zat Warna Asam

 

Zat warna asam adalah zat warna yang pada proses pencelupannya mempergunakan asam untuk membantu penyerapan zat warna, atau zat warna yang merupakan garam natrium asam-asam oganik dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna. Zat warna asam mempunyai afinitas terhadap serat-serat protein dan poliamida misalnya serat wol dan poliamida.

Struktur kimia zat warna asam

Struktur kimia zat warna asam menyerupai zat warna direk, merupakan senyawa yang mengandung gugus-gugus sulfonat atau kaboksilat sebagai gugus pelarut.

 

M.Golongan 1

Yakni zat warna asam derivat trifenilmetan misalnya Xylene Blue VS ( C.I. Acid Blue )

 

 

 

 

M.Golongan 2

 

+

N (C2H5)2

 

Yakni zat warna asam derivat Xanten misalnya Lissamine Rhodamine B ( C.I. Acid Red 52 )

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

M.Golongan 3

Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa nitroaromatik, misalnya Naphtol Yellow 1 ( C.I. Acid Yellow 1 )

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

M.Golongan 4

Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa Azo misalnya Azo-Garanine 2G ( C.I. Acid Red 1 )

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

M.Golongan 5

Yakni zat warna asam yang mempunyai inti pirazplon, misalnya Tartrazine

 

 
   

 

 

 

 

 

 

M.Golongan 6

Yakni zat warna asam derivat antrakwinon, misalnya Solvay Blue B ( C.I. Acid Blue 45 )

 

 

 

     

Menurut cara pemakaiannya zat warna asam dapat digolongkan sebagai berikut :

h.Golongan 1 ( LEVELLING )

Yakni zat warna asam yang memerlukan asam kuat dalam pencelupannya misalnya dengan asam formiat atau asam sulfat agar pH larutan celup dapat mencapai 3,5 – 4,5 sehingga penyerapan zat warna lebih besar. Zat warna golongan ini sering disebut zat warna asam terdispersi molekuler atau zat warna asam celupan rata, yang pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik tetapi ketahanan cucinya kurang.

h.Golongan 2 (SUPER MILING )

Yakni zat warna asam yang memerlukan asam lemah dalam pencelupannya, misalnya asam asetat, untuk memperoleh pH antara 5,2 – 6,2. Penambahan elektrolit kedalam larutan celup akan memperbesar penyerapan hingga sukar memperoleh celupan rata. Zat warna ini mempunyai sifat lebih mudah membentuk larutan koloidal.

h.Golongan 3 ( MILLING )

Yakni zat warna asam yang tidak memerlukan panambahan asam dalam pencelupannya. Pada temperatur rendah zat warna ini terdispersi koloidal, meskipun pada temperatur mendidih akan terdispersi molekuler.

Zat warna ini sering disebut zat warna asam milling, zat warna asam celupan netral atau zat warna asam berketahanan baik.

 

Sifat

Golongan Zat Warna Asam

Leveling

Milling

Super Milling

Tahan luntur warna (basah)

Kurang

Baik

Sangat baik

Cara celup

Asam sulfat

Asam asetat

Amonium asetat

pH pencelupan

2 – 4

4 – 6

6 – 7

Kerataan

Baik

Agak kurang

Sangat kurang

Sifat zat warna

BM rendah

Larutan molekul larut tinggi

BM rendah

Larutan molekul larut rendah

BM tinggi

Larutan molekul larut rendah

Afinitas anion

Rendah

tinggi

Sangat tinggi

 

2.5 Pencelupan Nylon pada Zat Warna Asam

Serat nilon/poliamida merupakan serat sintetik, zat warna asam dapat digunakan untuk mencelup serat nilon. Zat warna asam yang mengandung logam dapat digunakan untuk mencelup warna tua dengan ketahanan yang cukup tinggi. Tetapi tidak dapat menutupi kekurangan molekul poliamida dalam serat.

Dalam mekanisme pencelupan serat poliamida dengan zat warna asam, gugusan amina primer pada molekul poliamida memegang peranan penting. Gugusan amina tersebut mudah mengikat ion hidrogen untuk membentuk gugusan amonium. Gugusan ini yang dapat mengikat anion zat warna. Tetapi karena jumlah gugusan amina sangat sedikit maka diperoleh penyerapan yang besar terutama pada pencelupan yang menggunakan campuran zat warna yang mempunyai daya serap yang berbeda.

 

Mekanisme Pencelupan

Serat poliamida mempunyai gugus sbb :

Gugus ujung amino (NH4), gugus ujung karboksil (COOH) dan gugusan amida. Dengan menghilangkan gugus-gugus lain yang tidak penting dalam pencelupan ini maka struktur rantai molekul poliamida, dalam suasana asam berbeda beda, dapat ditulis sbb :

 

H2N     —-     NH     —-     COOH

              keadaan netral                     keadaan asam lemah

 

NH3 – NH – COO à NH3+ – NH – COOH à NH3+ – NH3+ – COOH

      (asam lemah)                                       (keadaan asam sangat kuat pH <2)

 

Ada 3 hal yang dapat dibedakan :

  1. pH 9 – 6

pada bagian ini asam diabsorbsi, serat menerima proton yang ditangkap oleh gugu ujung amono.

NH2 – NH – COOH + H+

                                                      NH3+ – NH – COOH

NH3+ – NH COO + H+

  1. pH 6 – 2,5

penambahan asam selanjutnya hanya mengecilkan pH larutan, serat tidak menerima tambahan proton.

  1. pH dibawah 2,5

pada bagian ini serat mengabsorbsi asam lagi. Hal ini dapat diduga bahwa proton ditangkap oleh gugus amino.

NH3+ – NH – COOH + H+ à NH3+ – NH2+ – COOH

Muatan positif pada gugus-gugus tersebut dapat mengambil anion dengan membentuk ikatan garam. Suatu zat warna asam mengandung sebuah atau beberapa anion gugus asam, misalnya gugus asam sulfonik (-SO3H). Bila gugus sisa molekul zat warna disebut F, maka beberapa macam jenis zat warna asam dapat ditulis sederhana.

Zat warna asam mempunyai afinitas yang baik dalam daerah pH netral, dapat berikatan dengan serat. Pemberian elektrolit yang menghambat penyerapan zat warna asam pada serat nilon disebabkan karena anion elektrolit memiliki struktur yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah bergerak dan berikatan dengan serat. Atan tetapi karena ikatan tersebut lemah, pada akhirnya ikatan tersebut dapat digantikan dengan ikatan antara

zat warna dengan seratnya.

 

 

 

2.6 Zat warna Dispersi

Zat warna disperse adalah senyawa organik yang dibuat secara sintetik. Kelarutannya dalam air kecil sedikit sekali dan larutan yang terjadi merupakan larutan disperse artinya partikel-partikel zat warna hanya melayang dalam air .Dalam perdagangan, zat warna dispersi merupakan senyawa –senyawa aromatik yang mengandung gugus-gugus hidroksi atau amina yang berfungsi sebagai donor atom hydrogen untuk mengadakan ikatan dengan gugus –gugus karbonil dalam serat.

Zat warna ini di pakai untuk mewarnai serat – serat tekstil sintetik yang bersifat termoplastis atau hidrofop. Absorpsinya ke dalam serat di sebut “ Solid Solution ” yaitu zat padat larut dalam zat padat. Dalam hal ini zat warna merupakan pelarut kejenuhan nya di dalam serat berkisar antara 30-200 mg per gram serat.

 

 

Struktur Kimia Zat Warna Dispersi

Menurut stuktur kimianya ,zat warna disperse dapat digolongkan sbb:

a.Golongan azo

 

 

 

 

b .Golongan antrakuinon

 

 

 

 

 

 

 

 

 

c. Golongan difenilamina

 

 

 

 

 

Hampir semua zat warna non ionic ini mengandung gugus-gugus hidroksil dan amina (   -OH,-NH2, -NHR ) yang berfunsi sebagai donor atom hydrogen untuk mengadakan interaksi dua kutub atau membentuk ikatan hydrogen dengan gugus karbonil (     C = O ) atau gugus asetil ( -C-O-C=O ) dari serat.

 

Klasifikasi Zat Warna Dispersi

Zat warna disperse di klasifikasikan menjadi 4 grup berdasarkan ukuran molekul dan tahanan sublimasi:

  1. Tipe A ,ukuran molekulnya kecil ,menyublim sekitar suhu 13OoC pada umumnya di celup dengan cara carrier dan HT/HP (high temperature /high pressure).
  2. Tipe B ,ukuran molekulnya sedang , menyublim pada suhu sekitar 150oC pada umumnya di celup dengan cara HT/HP dan carrier.
  3. Tipe C, ukuran molekul besar , menyublim pada suhu sekitar 190oC pada umumnya dicelup dengan cara HT/HP dan transfer printing.
  4. Tipe D, ukuran molekul besar sekali menyublim pada suhu 230oC di celup dengan cara termosol.

 

 

2.7 Pencelupan Nylon pada Zat Warna Disperse

               Cara pencelupan zat warna dispersi pada kain poliamida sama seperti pencelupan pada serat selulosa asetat. Zat warna dispersi ditaburkan sambil diaduk-aduk untuk membuat pasta . pemakaian air mendidih atau penambahan zat pendispersi yang tidak diencerkan terlebih dahulu untuk membuat pasta zat warna adalah kurang baik karena mudah menggumpalkan zat warna. Pemakain zat pendispersi sebanyak 1-2 g/L kedalam larutan celup berguna untuk membantu membuat suspensi zat warna dan mengurangi kecepatan penyerapannya.

            Bahan dimasukkan kedalam larutan celup waktu masih dingin dan suhu dinaikkan hingga 85oC selama 30 menit, kemudian diteruskan selama 45 menit. Tahan sinar zat warna dispersi pada serat poliamida bernilai antara 4-6 dan tahan cucinya sangat beraneka misalnya sampai bernilai 2 terutama pada celupan warna tua. Zat warna dispersi berkecendrungan menyublim kalau dipanaskan pada suhu tinggi sehingga akan menodai bagian-bagian disampingya.

Mekanisme Pencelupan

Mekanisme pencelupan zat warna dispersi pada serat nilon sama seperti pada serat poliester, yaitu menyerupai peristiwa distribusi zat padat dalam dua pelarut yang tidak dapat bercampur. Dalam hal ini zat warna dispersi merupakan zat padat yang larut dalam medium serat. Adsorbsi seperti ini sering disebut solid solution.

Suatu pandangan lain mekanisme pencelupan yang sekarang banyak disetujui adalah, bahwa zat warna dispersi berpindah dari keadaan agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat dalam keadaan molekuler. Zat warna dispersi hanya larut sedikit dalam air, tetapi memiliki substantivitas yang tinggi terhadap serat. Sedangkan sebagian besar zat warna yang tidak larut merupakan cadangan yang berfungsi mempertahankan kesetimbangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

III.  PERCOBAAN

Pencelupan Polyamida/Nylon dengan Zat Warna Asam

         3.1 Alat dan Bahan

–      Gelas piala 100 cc              –  Kain polyester

–            Gelas ukur                          – Zat warna Asam (Acidol Scarlet M-L)

–          Pipet Volum                      –  NaCl

–          Tabung rapid                     –  Asam asetat 30%

–          Termometer                       –  Levelling Agent

–          Pengaduk kaca                  –  Air

–          Kassa dan bunsen             –  Teefol

–          Mesin                                –  Na2CO3

–          Setrika

 

3.2 Resep dan Fungsi zat

       Resep Pencelupan

Variasi Resep

Orang ke-

1

2

3

Vlot (1:x)

20

Zat Warna Asam (%)

1

Levelling Agent (mL/L)

1

NaCl (g/L)

5

Asam Asetat 30% (pH)

3

5

6

Suhu (derajat celsius)

100

Waktu (menit)

45

 

Resep Cuci Sabun

Orang ke-

1

2

3

Vlot (1:x)

20

Teepol (mL/L)

1

Na2CO3 (g/L)

1

Suhu (derajat celsius)

100

Waktu (menit)

45

 

 

Fungsi Zat

1. Zat warna asam                     : Memberi warna pada kain polyamida/nylon secara merata dan permanen.

2. Asam asetat                : Mengatur pH larutan celup, memberi suasana asam pada proses pencelupandan memperbesar penyerapan zat warna.

3. Pembasah                  : Menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat  mempercepat pembasahan kain dan warna hasil celup rata.

4. NaCl                 :  Bila pH2-4 NaCl berfungsi sebagai memperlambat penyerapan zat warna (pada zat warna asam jenis levelling dan milling). Bila pH 4 berfungsi sebagai mendorong penyerapan (pada zat warna asam jenis supermilling)

5. Levelling Agent          : sebagai anionik = menambah, membantu kerataan zat warna pada proses pencelupan.

6. Na2CO3 (cuci sabun)            : Meningkatkan kelarutan sabun dan mengurangi kesadahan.

7. Sabun                          : Menghilangkan sisa-sisa zat warna yang masih menempel pada permukaan bahan yang tidak terfiksasi ke dalam serat.

 

3.3 Skema proses

           

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Waktu (menit)

 

 

 

 

 

3.4 Diagram Alir Proses

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            3.5 Cara Kerja

     

Pencelupan

 

  • Mempersiapkan bahan-bahan, yaitu memperhitungkan kebutuhan zat yang akan digunakan untuk kemudian menimbang sesuai keperluan.
  • Mempersiapkan alat alat yang dipakai , isi porselen dengan air sesuai dengan vlot yang dipakai , masukkan Asam asetat, garam, pembasah, leveling agent, zat warna dan bahan kemudian masukkan kain poliamida tersebut.
  • Aduklah larutan celup yang telah berisi kain tersebut selama 10 menit .
  • Pencelupan dengan mesin dengan menaikan suhu pencelupan secara perlahan.
  • Setelah itu dilakukan cuci sabun, lalu bilas dan keringkan.

 

Pengujian tahan gosok

  • Potong kain ukuran 5 x 15 cm.
  • Kain penggosok yang digunakan adalah kain nylon dan kapas 5 x 5 cm.
  • Alat yang digunakan adalah Crockmeter.
    • Basahi kain putih 5 x 5 cm dengan air suling.
    • Evaluasi.

 

3.6 Perhitungan Resep

Resep Pencelupan

Orang ke-

1

2

3

Berat Bahan

3,61

3,56

3,63

Vlot (1:x)

72,2

71,2

72,6

Zat Warna Asam (%)

3,61

3,56

3,63

Levelling Agent (mL/L)

0,0722

0,0712

0,0726

NaCl (g/L)

0,361

0,356

0,363

Asam Asetat 30% (pH)

pH 3

pH 5

pH 6

 

Resep Pencucian

Orang ke-

1

2

3

Berat Bahan

3,61

3,56

3,63

Vlot (1:x)

72,2

71,2

72,6

Teepol (mL/L)

0,0722

0,0712

0,0726

Natrium Bikarbonat(g/L)

0,0722

0,0712

0,0726

 

3.7 Sample Hasil Pencelupan

Resep 1

Resep 2

Resep 3

 

 

 

 

3.8 Hasil Uji Tahan Gosok

orang ke-

1

2

3

kapas

4

4,5

4

polyester

4

4,5

4

 

  1. DISKUSI

 

  • Pencelupan Polyamida/Nylon dengan Zat Warna Asam

Pengaruh penambahan asam

Muatan positif dari serat bertambah sepanjang rantai molekulnya. Maka penambahan asam ini akan berpengaruh pada daya penyerapan zat warna ke dalam serat. Kemudian penambahan asam itu gunanya untuk memberi suasana asam pada proses pencelupan, suasana asam tersebut pun sangat berpengaruh untuk mengetahui jenis zat warna yang dipakai. Akan berpengaruh terlihat dari ketuaan warna yang dihasilkan. Seperti pada percobaan ini terlihat pengaruh pH sangat penting. Ketuaan warna terlihat jelas pada resep ke 2, maka zat warna yang dipakai yaitu zat warna asam jenis milling.

 

Pengaruh penambahan elektrolit

Penambahan kerataan untuk meratakan zat  warna, agar tersebar semppurna pada kain yang dicelup. Tetapi setelah menambahkan levelling agent kain yang telah dicelup masih terdapat ketidakrataan atau belang.

 

Uji tahan gosok

Setelah melakukan uji tahan gosok terlihat resep 2 itu memiliki tahan gosok yang lebih baik. Karena perlakuan pada penambahan asam tepat untuk zat warna yang dipakai. Kemudian zat warna asam memiliki ketahanan luntur warna terhadap gosokan yang cukup baik. Hal ini terjadi disebabkan karena zat warna asam berikatan ionik dan ikatan hidrogen dengan serat poliamida.

  1. KESIMPULAN
  • Pencelupan Polyamida/Nylon dengan Zat Warna Asam

 

v  Terbukti dari warna yang terlihat yang paling tua yaitu contoh uji 2 maka zat warna yang digunakan adalah zat warna asam jenis milling.

v  Zat warna asam memiliki ketahanan warna terhadap gosokan yang cukup baik.

 

  1. LITERATUR

v  AATCC. “ Technical manual of the American association of textile chemist & colorist volume 19 “. 1973

v  Companion, Audrey L.,. Ikatan Kimia Edisi Kedua. Bandung : Institut Teknologi Bandung : 1991.

v  Djuri, Rasyid. Ir., dkk. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan, dan Pencapan. Institut Teknologi Tekstil. Bandung : 1976.

v  Isminingsih, S.Teks, M.Sc.dkk. Pengantar Kimia Zat Warna. Institut Teknologi Tekstil. Bandung : 1982

v  Penyusun. Serat-Serat Tekstil. Institut Teknologi Tekstil. Bandung : 1973.

v  Penyusun. Pedoman Praktikum Pencelupan dan Pencapan. Institut Teknologi Tekstil. Bandung : 1976.

v  Shore, John. Colorant and Auxiliaries, volume 1 – Auxiliaries. Society of Dyers and Colourists. Manchester, England : 1990.

v  Shore, John. Colorant and Auxiliaries, volume 2 – Auxiliaries. Society of Dyers and Colourists. Manchester, England : 1990

 

Tinggalkan komentar