Pencelupan Kain Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Exhaust Menggunakan Zat Pengemban (Carrier)

Pencelupan Kain Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Exhaust Menggunakan Zat Pengemban (Carrier)

 

  1. I.    MAKSUD DAN TUJUAN

1.1.  Maksud

Maksud dari proses pencelupan adalah untuk memberikan warna pada serat poliester dengan menggunakan zat warna dispersi metoda carrier secara merata dan permanen.

1.2.  Tujuan

Membandingkan hasil pencelupan serat poliester dengan menggunakan zat warna dispersi melalui variasi zat warna, zat pengemban atau carrier, dan waktu celup untuk memperoleh kain poliester yang memiliki kerataan warna, ketahanan gosok, dan ketahanan cuci yang baik.

 

  1. II.    TEORI DASAR
    1. a.      Serat Poliester dan Karakteristiknya

Serat poliester adalah serat sintetik yang terbentuk dengan cara polimerisasi kondensasi asam tereftalat dengan etilena glikol pada temperatur tinggi. Poliester dari 1,2-ethanediol (etilena glikol) dan benzene 1,4-asam dikarboksilat (asam tereptalik) telah diolah dan ditemukan meleleh pada suhu ± 265 ºC, dimana hasilnya poliester lebih dikenal dengan poli (etilena tereftalat).

Berikut ini merupakan reaksi pembuatan serat poliester :

Gambar 1.1.

Reaksi Pembuatan Serat Poliester dan Struktur Poliester (Polietilena Tereftalat)

Setiap unit polimer di dalam serat poliester terikat satu dengan yang lainnya membentuk ikatan hidrogen dan van der waals. Dengan tingginya tingkat orientasi selama pembuatan filamen menyebabkan suatu struktur yang kompak dan sejajar dengan sumbu serat sehingga daya serap poliester menjadi lemah. Poliester tahan asam lemah dan asam kuat dingin, basa lemah, tetapi kurang tahan basa kuat. Serat poliester 100% mempunyai sifat-sifat yang baik seperti tahan gosokan, sifat cuci dan pakai (wash and wear) sifat tahan kusut dan dimensi yang stabil. Selain sifat-sifat di atas, serat poliester 100% dikenal dapat menimbulkan elektrostatik bila dipakai.

  1. b.      Zat Warna Dispersi

Zat warna dispersi adalah zat warna yang kelarutannya dalam air hanya sedikit dan merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat tekstil yang bersifat hidrofob. Menurut bentuk kimiawinya, zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau antrakwinon dengan berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugusan pelarut. Seperti yang telah diketahui, bahwa Zat warna dispersi adalah zat warna non-ion yang terdiri dari inti kromofor azo dan antrakwinon, sedangkan untuk beberapa warna kuning yang penting mengandung gugus difenilamina seperti contoh zat warna dibawah ini:

 

Gambar 1.2.

Zat Warna Yellow Diphenyl – Amine

Meskipun azobenzena, antrakwinon dan difenilamina dalam bentuk dispersi dapat mencelup kedalam serat hidrofob, dalam perdagangan, kebanyakan zat warna dispersi mengandung gugus aromatic dan alifatik yang mengikat gugusan fungsional (-OH, -NH2, NHR, dan sebagainya) dan bertindak sebagai gugus pemberi (donor) hydrogen.

Gugus fungsional tersebut merupakan pengikat dipole (dwi kutub) dan juga membentuk ikatan hydrogen dengan gugus karbonil (>C=O) atau gugus asetil (-C-O-C(CH3)=O) dari serat yang dicelup. Salah satu contoh zat warna dispersi (turunan senyawa azo):

 

Gambar 1.3.

Zat Warna Dispersol Diazo Black AS

Gugus aromatic (-OH) dan alifatik (-NH2) dan gugusan fungsional yang sejenis, menyebabkan zat warna dispersi sedikit larut didalam air. Disamping itu, zat warna dispersi molekulnya kecil agar mudah terdispersi. Karena molekulnya cukup kecil, zat warna dispersi mudah menyublim pada suhu tinggi. Maka untuk mencelup serat poliester harus dipilih zat warna dispersi yang tahan suhu tinggi (hingga 220 oC).

Menurut struktur kimianya, zat warna dispersi dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :

 

N

OH

N = N Ph

OH

a. Golongan Azo

 

 

 

Dispersol Yellow 3 G

b. Golongan Antrakuinon

 

NCH2CH2OH

NCH2CH2OH

O

O

OH

OH

 

 

 

Celliton Fast Blue Green B

 

 

 

c. Golongan Difenil Amina

 

– N –

H

SO2NH

O2N

 

 

 

Dispersol Yellow T

(CI. Disperse Yellow 42, 10338)

 

Berdasarkan ketahanan sublimasinya, zat warna dispersi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu :

  1. Golongan A : mempunyai suhu sublimasi sekitar 130oC.
  2. Golongan B : mempunyai suhu sublimasi 150-170oC.
  3. Golongan C : mempunyai suhu sublimasi sekitar190oC.
  4. Golongan D : mempunyai suhu sublimasi sekitar 220oC.

 

Zat pengemban

Zat pengemban ialah zat yang dapat menggelembungkan dan memplastisasikan serat yang bersifat hidrofob, sehingga zat warna akan mudah masuk kedalamnya. Pada umumnya zat pengemban bergugus aromatik dan mengandung zat pengelmusi yang mempertahankan stabilitas dispersinya dan agar dapat teremulsi dengan baik didalam larutan.

Zat pengemban memungkinkan untuk mewarnai serat poliester dengan sistem konvensional (tekanan dan suhu normal), dan pemakaian zat pengemban juga dapat diaplikasikan untuk pencelupan sistem suhu tinggi.

 

Zat pengemban bermacam-macam struktuk kimia :

Golongan

Jenis

Hidrokarbon aromatik

Fenol

Kloro aromatik

Asam aromatik

Ester aromatik

 

Ester fosfat

Eter aromatik

Persenyawaan aromatil lain

Difenil, naftalen, toluena

Fenol, o-fenilfenol, m-kresol

Mono, di, dan tribenzoat

Benzoat, klorobezoat, o-flatat

Metil benzoat, butil benzoat, dimetil/dietil flatat.

Tripropil dan tributil fosfat

p-naftil metil eter

aston fenol, metil salisilat, benzanilida

Dalam praktek zat pengemban harus mempunyai sifat sebagai berikut :

1.      Tersedia dengan harga ekonomis

2.      Efisiensi yang tinggi pada konsentrasi yang rendah dan tidak dipengaruhi oleh bentuk zat warna dispersi.

3.      Teremulsi dan mempunyai kestabilan yang baik.

4.      Tidak mudah menguap, konsentrasi zat pengemban tidak boleh berubah selama proses.

5.      Mudah dibilas setelah proses.

6.      Bebas dari bau yang tidak sedap.

7.      Tidak bebrbahaya dalam penggunaannya.

  1. Tidak mempengaruhi bahan terutama penyusutan, pegangan dan lipatan.
  2. Mudah menyimpan dan stabil dalam penyimpanan.
  3. Tidak berbahaya bagi lingkungan.

 

Berdasarkan derajat kepolaran pada stuktur kimia, maka zat pengemban ada yang bersifat hidrofildan yang bersifat hidrofob, diantaranya adalah sbb:

Z.P. Hidrofob

Z.P. Hidrofil

–          Benzena

–          Difenil

–          Metil naftalena

–          Monoklor benzena

–          fenol

–          orto fenilfenol

–          para fenilfenol

–          asam benzoat

–          asam salisilat

–          metakresol

Fungsi utama zat pengemban ialah menggelembungkan serat dan sebagai zat pengemban zat warna ke dalam serat. Zat pengemban ini tidak berikatan dengan serat, pada proses pencucian reduksi akan keluar lagi dan pori-pori serat akan menutup sehingga zat warna tertinggal di dalam serat.

 

Metoda Pencelupan Zat Pengemban

Dalam pencelupan dengan sitem ini diperlukan zat pembantu khusus yaitu zat pengemban yang berfungsi mmperbaiki kelarutan zat warna dalam larutan celup.

Pencelupan dengan zat pengemban dapat dilakukan pada suhu 85oC atau mendidih. Disamping zat pengemban diperluakan pula zat pembantu yang lain, yaitu zat pendisperi untuk mendapatkan dipersi zat warna yang stabil. Karena kebanyakan zat warna dispersi mencelup dalam suasana asam (pH 5-5,5), maka kedalam larutan celup perlu ditambahkan larutan asam, misalnya yang biasanya digunakan adalah asam asetat dan asam formiat.

 

Mekanisme kerja carriernya adalah sebagai berikut :

Zat pengemban menggelembungkan pori-pori serat sehingga pori-pori serat terbuka. Kristal-kristal besar atau agregat kristal zat warna terdispersi dalam air. Dari dispersi ini kemudian terpecah molekul-molekul zat warna yang berada dalam medium tersebut akan melekat dipermukaan serat kemudian berdifusi dan larut dalam serat.

Ikatan antara zat warna dan serat dapat merupakan ikatan hidrogen yang dibentuk oleh gugusan-gugusan pemberi (donor) atom hidrogen dari zat warna dengan gugusan karbonil dari serat disamping itu gaya-gaya Van der Waals dan interaksi dua kutub dapat pula terjadi.

Mencelup dengan metoda zat pengemban mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut :

–          Tidak mempunyai tekanan

–          Tidak memerlukan peralatan yang khusus, dapat menggunakan mesin jigger, haspel atau bak.

–          Penyerapan zat warna lebih cepat dan besar.

 

Reduksi Clearing

Reduksi clearing berguna untuk memperbaiki tahan gosok, biasanya pencucian reduksi dikerjakan pada larutan yang mengandung natrium hidrosulfit, natrium hidroksida dan lissolamin. Oleh karena poliester berifat hidrofob maka reaksi reduksi tersebut hanya terjadi dipermukan serat saja dan tidak akan mereduksi zat warna yang telah terserap kedalam serat. Reduksi clearing berguna untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksai oleh serat. Setelah pencelupan suhu tinggi ini bahan harus dicuci dengan larutan yang mengandung deterjen.

Beberapa keuntungan dapat diperoleh dengan metoda ini. Misalnya dapat mencelup warna tua tanpa penambahan zat pengemban, mengurangi waktu pencelupan dan biaya pencelupan.

Reaksi

NaOH  +  2 Na2S20  2 H2O    Na2SO4  +   6 Hn

 

Mekanisme Pencelupan

Mekanisme pencelupan zat warna dispersi adalah solid solution dimana suatu zat padat akan larut dalam zat padat lain. Dalam hal ini, zat warna merupakan zat padat yang larut dalam serat.

Mekanisme lain menjelaskan demikian : zat warna dispersi berpindah dari keadaan agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat sebagai bentuk molekuler. Pigmen zat warna dispersi larut dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat warna yang terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh bahan. Sedangkan bagian yang tidak larut merupakan timbunan zat warna yang sewaktu-waktu akan larut mempertahankan kesetimbangan. Bagian zat warna dalam bentuk agregat, pada suatu saat akan terpecah menjadi terdispersi monomolekuler. Zat warna dispersi dalam bentuk ini akan masuk ke dalam serat melalui pori-pori serat.

Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat, selanjutnya terjadi difusi zat warna dar permukaan ke dalam serat. Zat warna akan menempati bagian amorf dan terorientasi dari serat poliester. Pada saat pencelupan berlangsung, kedua bagian tersebut masih bergerak sehingga zat warna dapat masuk di antara celah-celah rantai molekul dengan adanya ikatan antara zat warna dengan serat. Ikatan yang terjadi antara serat dengan zat warna mungkin merupakan ikatan fisika, tetapi dapat pula merupakan ikatan hidrogen yang terbentuk dari gugusan amina primer pada zat warna dengan gugusan asetil pada molekul serat.

 

N=N

O2N

N – H

I

H

O=C – O – C

I

CH3

 

 

 

                                                                                   ikatan hidrogen

zat warna dispersi                gugus ester

Demikian pula gaya-gaya Diseprsi London (Van der Waals) yang dapat terjadi dalam pencelupan tersebut, seperti diilustrasikan dalam gambar di bawah ini :

 ikatan Van Der Waals

Dalam gambar di atas dimisalkan atom A adalah atom zat warna, sedangkan atom B adalah serat poliester. Pada saat atom A mulai berdekatan dengan atom B, maka salah satu atom cenderung untuk mendekati atom tetangganya. Smapai pada jarak tertentu maka pada kedua atom akan terjadi antaraksi, dimana awan elektron I pada atom A akan tertarik pada inti atom B, awan elektron II pada atom B akan tertarik pada inti atom A, awan elektron I dan awan elektron II saling tolak, dan inti atom A akan menolak inti atom B. Antaraksi tersebut akan menghasilkan energi tarik-menarik. Interaksi 2 kutub juga mungkin mengambil peranan penting dalam mekanisme pencelupannya.

 

=N–N=

+N=

=N+ – H

I

H

O=+C – O – C

I

CH3

O

O

                                                                                     Ikatan dua kutub

 

 

Zat warna yang bersifat planar akan lebih mudah terserap daripada zat warna yang bukan planar. Hal ini menunjukkan pertentangan terhadap teori solid solution.

 

  1. PERCOBAAN

3.1  Alat dan Bahan

  1. 1. 

1.1. 

Alat Bahan
  • Gelas piala 100 ml
  • Kain Poliester
  • NaOH (Natrium Hidroksida)
    • Pengaduk
    • Zat warna dispersi
    • Na2S2O4  (Natrium Bisulfit)
      • Mesin HT Dyeing
      • Zat pendispersi
      • Zat Pengemban (Carrier)
        • Tabung Rapid/celup
        • Asam asetat 30%
 
  • Gelas ukur 100ml
  • Teepol
 

 

3.2  Resep

3.2.1. Pencelupan

Resep

1

2

3

4

Air (ml/l)

1:10

1:10

1:10

1:10

NaOH (ml/l)

1

1

1

1

Na2S2O4 (ml/l)

2

2

2

2

Zat Warna Dispersi gol.A (% owf)

1

1

1

2

CH3COOH (ml/l)

pH 5

pH 5

pH 5

pH 5

Carrier (ml/l)

0,5

0,5

1

Zat pendispersi (ml)

0,5

0,5

0,5

0,5

Suhu (0C)

100

100

100

100

Waktu (menit)

30

30

45

45

 

3.2.2. Pencucian reduksi

No. Resep Jumlah
1 NaOH 380Be 1 g/l
2 Na2S2O4 2 g/l
3 Suhu 700C
4 Waktu 15 menit
5 Vlot 1        : 10

 

 

3.3. Diagram Alir

 

Persiapan bahan dan zat

 

 

 

Pencelupan

 

 

 

Proses R/C

 

 

 

Evaluasi tahan gosok, ketuaan dan kerataan

 

 

 

3.4. Skema Proses

 

3.5.Fungsi Zat

  • Zat penyangga: Menstabilkan pH dan sebagai Buffer.
  • Zat pengemban / Carrier : Untuk membawa zat warna masuk kedalam serat.
  • Zat warna disperse : Untuk mewarnai bahan tekstil (poliester) secara merata dan permanent.
  • Dispersing agent : Mendispersikan zat warna.

Untuk menjaga agar partikel zat warna tetap stabil dan tidak mengendap (mencegah penggabungan kembali partikel zat warna dispersi (aglomerasi) menjadi partikel yang lebih besar).

  • Asam Asetat : Untuk mengatur pH larutan celup (pH 4-5) dan pemberi suasana asam.
  • Natrium Hidrosulfit : Reduktor yang akan menghilangkan zat warna yang menempel pada permukaan serat, dan zat pengemban yang masih tertinggal didalam serat pada proses cuci reduksi.
  • Kostik Soda : Zat yang bekerja dengan natrium hidrosulfit untuk menghilangkan zat pengemban yang masih tertinggal didalam serat.

 

3.6.Langkah Kerja

  1. 1.      Proses pencelupan
  • Melarutkan zat warna dispersi dengan air, sesuai dengan kebutuhan resep (3 %); dan memasukkan juga zat-zat pembantu seperti : zat pembasah, zat pendispersi, asam asetat, zat pengemban / carrier sesuai dengan kebutuhannya pula.
  • Bahan (kain poliester) dicelup kedalam larutan tersebut selama 10 menit pada suhu 60 oC.
  • Memasukkan zat warna kedalam larutan. Kemudian larutan dan bahan tersebut dipindahkan kedalam tabung rapid yang terdapat didalam mesin HT Dyeing, kemudian dipasangkan didalam mesin tersebut. Sesudah siap, dilakukan pengaturan suhu dan waktu pengerjaan dari proses pencelupan tersebut (selama 20 menit suhu naik secara bertahap) hingga suhu meningkat sampai ± 100 oC. Pada suhu ini (100 oC), proses pencelupan berlangsung selama 30 menit. Kemudian menurunkan suhunya hingga 80 oC secara bertahap pula.
  • Mengangkat bahan yang telah dicelup, kemudian dilakukan proses pencucian reduksi yang bertujuan untuk menghilangkan zat pengemban yang masih tertinggal didalam serat dan juga (reduktor) yang akan menghilangkan zat warna yang menempel pada permukaan serat
  • Kemudian dilakukan proses pencuci sabunan dengan menggunakan bantuan detergen pada suhu 80 oC selama 10 menit.
  • Kemudian bahan dicuci dengan air panas dan dilanjutkan dengan air dingin. Bahan kemudian dibilas hingga bersih. Bahan yang telah dibilas, dibiarkan sejenak, kemudian dilakukan proses pengeringan. Setelah proses pengeringan selesai, maka dilakukan proses evaluasi bahan.

 

  1. HASIL PERCOBAAN

4.1. Perhitungan Resep

  • Kain 1

Berat kain = 14,24 gram

Zat warna dispersi : 1/100 x 14,24 = 14,24 ml

CH3COOH : pH 5

NaOH : 1/1000 x 142,4 = 0,142 ml

Na2S2O4 : 2/1000 x 142,4 = 0,284 gr

Carrier : 0,5/1000 x 142,4 = 0,07 ml

Vlot 1:20 = 14,24 x 10 = 142,4 ml

  • Kain 2

Berat kain = 14,00 gram

Zat warna dispersi : 1/100 x 14,00 = 14,00 ml

CH3COOH : pH 5

NaOH : 1/1000 x 140,0 = 0,140 ml

Na2S2O4 : 2/1000 x 140,0 = 0,28 gr

Carrier : 0,5/1000 x 140,0 = 0,07 ml

Vlot 1:20 = 14,00 x 10 = 140,0 ml

  • Kain 3

Berat kain = 14,17 gram

Zat warna dispersi : 1/100 x 14,17 = 14,17 ml

CH3COOH : pH 5

NaOH : 1/1000 x 14,17 = 0,141 ml

Na2S2O4 : 2/1000 x 14,17 = 0,28 gr

Carrier : 0,5/1000 x 14,17 = 0,07 ml

Vlot 1:20 = 14,17 x 10 = 141,7 ml

  • Kain 4

Berat kain = 14,74 gram

Zat warna dispersi : 1/100 x 14,74 = 14,74 ml

CH3COOH : pH 5

NaOH : 1/1000 x 14,74 = 0,141 ml

Na2S2O4 : 2/1000 x 14,74 = 0,29 gr

Carrier : 0,5/1000 x 14,74 = 0,15 ml

Vlot 1:20 = 14,74 x 10 = 147,4 ml

 

4.2.Data Percobaan

Kain 1 (orang 1)

Kain 2 (orang 2)

Kain 3 (orang 3)

Kain 4 (orang 4)

       

 

  1. DISKUSI dan KESIMPULAN

5.1. Diskusi

Pada percobaan ini menggunakan metoda carrier dimana fungsi nya yaitu untuk membawa masuk zat warna ke dalam serat. Carrier akan membuka pori-pori serat sehingga ketika di cuci reduksi atau diuapkan dengan udara kering pori-pori tersebut akan menutup karena jika tetap terbuka maka zat warna akan keluar kembali. Pada pencelupan ini telihat secara keseluruhan kain celup tampak sangat rata dan tahan gosoknya baik. Hal ini disebabkan karna pencelupan dengan zat warna bejana bersifat solid solution atau padat dalam padat. Oleh karena itu pencelupan ini mempunyai ketahanan luntur yang baik.

Pada kain 1 yaitu tidak menggunakan zat pengemban hasilnya tampak sangat muda dibandingkan dengan kain lain. Hal ini disebabkan tidak semua zat warna larut dan dapat masuk ke kain karena fungsi carrier yaitu untuk membantu melarutkan zat warna. Penggunaan zat warna disperse yaitu 1 ml/l dengan waktu celup 30 menit. Pada kain ini memiliki ketahanan gosok yang baik yang dapat dikatakan bahwa proses R/C nya baik karena pada proses ini zat warna yang belum terfiksasi dengan serat akan dibersihkan.

Pada kain 2 yaitu menggunakan zat pengemban 0,5ml/l, zat warna 1 ml/l dan waktu celup 30 menit. Dibandingkan kain 1, kain ini memiliki ketuaan warna yang lebih tua, kerataan yang sangat baik, dan tahan gosok yang baik. Pada pencelupan kain ini mengguakan carrier yang akan membantu melarutkan zat warna sehingga banyak zat warna yang akan masuk ke dalam serat.

Pada kain 3 terlihat ketuaan warna yang baik karena menggunakan zat warna 1 ml/l, zat pengemban 0,5 ml/l dan waktu celup 45 menit. Dengan waktu yang lebih lama dari yang sebelumnya maka kain ini tampak lebih tua dan kerataan dan tahan gosoknya baik.

Pada kain 4 yaitu kain yang ketuaan warnanya paling tua dan tahan gosoknya pun baik. Dalam penggunaan zat warnanya digunakan sebesar 2 ml/l, zat pengemban 1 ml/l dan suhu 45 menit. Carrier yang digunakan paling banyak sehingga banyak zat warna yang dapat larut dan masuk ke dalam serat.

 

5.2 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum, didapat kesimpulan sebagai berikut :

è  Kain hasil pencelupan yang tertua, kerataan baik dan tahan gosok yang baik adalah pada kain no.4.

 

 

 

 

Pencelupan Nylon dengn Zat Warna Asam dan Dispersi

PENCELUPAN POLYAMIDA/NYLON DENGAN ZAT WARNA ASAM & DISPERSE

 

 

I.  MAKSUD DAN TUJUAN

I.1 Maksud

Memberi warna pada kain polyamida/nylon secara merata dan permanen dengan menggunakan zat warna asam dan zat warna disperse.

   I.2 Tujuan

 

q  Mengetahui perbedaan ketuaan warna kain dan kerataan hasil celup. Pengaruh penambahan asam dan penambahan garam, asam formic dan perata pada pencelupan polyamida/nylon dengan zat warna asam.

q  Mengetahui zat warna asam yang dipakai, dengan memvariasikan asam asetat yang dipakai. Dan terlihat perbedaan warna yang dihasilkan.

q  Mengetahui perbedaan ketuaan warna kain dan kerataan hasil celup. Mengetahui sifat pencelupan nylon dengan zat warna disperse pada variasi resep pada pencelupan polyamida/nylon dengan zat warna dispersi.

q  Mengetahui perbedaan ketahanan luntur kain terhadap gosokan akibat pengerjaan cuci sabun.

q  Mempelajari dan mencari resep serta prosedur/metodologi pencelupan terbaik dengan menggunakan zat warna asam dan zat warna dispersi.

 

 

II. TEORI PENDEKATAN

 

2.1 Polyamida/Nylon

Polymer polyamida (nylon) adalah polimer yang dibentuk dari asam karboksilat dan amino. Jenis asam karboksilat dan amino sangat bervariasi sehingga terbentuk poliamida yang sangat bervariasi, misalnya nylon 6, nylon 66, nylon 11 dll. Yang paling banyak  diproduksi adalah 6 dan 66. Gugus penghubung (-OH-CO-), nylon 6 dibuat dari senyawa kaprolaktom dan nylon 66 dibuat dari senyawa asam adipat dengan heksa metilen diamina.

                 

        H2N – CONH – CONH – CONH – COOH

 

Ujung ujung polimer terdapat gugus fungsi NH2 (amino) dan COOH (karboksilat) dan sebagai penghubungnya adalah gugus amida (-CONH-). Jumlah NH2 dan COOH tergantung pada banyaknya polimer yang menyusun sebuah serat . RH standar 4,0 – 4,5 % karena serat poliamida ini mempunyai gugus fungsional maka serat ini masih mungkin bereaksi dengan zat-zat lain sedangkan poliester tidak mempunyai gugus fungsional sehingga daya serapnya lebih besar dari poliester (sekitar 4,5). Gugus NH2 bersifat basa lemah yang dapat menarik air dan gugus karboksilat . Yang membedakan antara nylon 6 dan nylon 66 adalah sifat fisikanya sedangkan sifat kimianya relatif kimia , misal : titik leleh nylon 6 = 2150C <nylon 66 = 2500C , penyerapan nylon 6 > nylon 66 ini disebabkan oleh perbedaan struktur fisik yaitu perbedaan DO dan DK. Poliamida ini dapat dicelup dengan zat warna dispersi asam (kompleks logam, mordan ) dispersi – reaktif.

 

2.2 Pembuatan Polyamida/Nylon

 

Nilon atau poliamida yang dibuat dari heksa metilen diamina dan asam adipat

 

          NH2(CH2)6NH2            +            COOH(CH2)4COOH à

    heksa metilena diamina                         asam adipat

 

          NH2(CH2)6NHCO(CH2)4COOH          +       H2O

 

Kemudian molekul-molekul tersebut bereaksi lagi membentuk molekul yang panjang.

            Pembuatan nilon diawali dengan pembuatan bahan baku yaitu asam adipat dan heksa metilena diamina. Asam adipat dibuat dari fenol melalui pembentukan sikloheksanol dan sikloheksanon. Sedangkan heksa metilena diamina dibuat dari asam adipat dengan melalui pembentukan amida dan nitril. Setelah bahan baku diperoleh maka dilakukan pembuatan polimer yang didahului dengan pembuatan daram nilon, polimerisasi dan penyetopan panjang rantai. Pada pembuatan garam nilon asam adipat dan heksa metilena diamina dilarutkan dalam metanol secara terpisahdan setelah dicampurkan akan terbentuk endapan heksametilena diamonium adipat (garam nilon). Pada pemintalan nilon kehalusan filamen tidak bergantung pada diameter lubang spineret, tetapi bergantung pada :

Sifat polimer.

Kecepatan penyemprotan polimer melalui spineret

Kecepatan penggulungan filamen

Untuk mendapatkan derajat orientasi tinggi, filamen yang terbentuk ditarik dalam keadaan dingin. Panjangnya kira-kira menjadi empat atau lima kali panjang semula.

 

2.3 Sifat Polyamida/Nylon

  1. Kekuatan mulurnya

Nilon mempunyai kekuatan dan mulur berkisar dari 8,8 gram per denier dan 18 %, sampai 4,3 gram per denier dan 45 %. Kekuatan basahnya 80-90 % dari kekuatan kering.

  1. Tahan gosokan dan tekukan

Tahan gosok dan tekukan nilon tinggi sekitar 4-5 kali dari tahan gosok wol.

  1. Elastisitas

Selain mulurnya tinggi (22 %), nilon juga mempunyai elastisitas tinggi. Pada penarikan 8 % nilon elastis 100 % dan pada penarikan 16 %, nilon masih mempunyai elastisitas 91 %.

  1. Berat jenis

Berat jenis nilon 1,14

  1. Titik leleh

Nilon meleleh pada suhu 263oC dalam atmosfer mitrogen dan diudara pada suhu 250oC

  1. Sifat kimia

Nilon tahan terhadap pelarut dalam pencucian kering.

Nilon tahan terhadap asam encer.

Dalam HCl pekat mendidih dalam beberapa jam akan terurai menjadi asam adaipat dan heksa metilena diamonium hidroklorida.

Nilon sangat tahan terhadap basa.

Pelarut yang bisa melarutkan nilon diantaranya asam formiat, kresol dan fenol.

  1. Sifat biologi

Nilon tahan terhadap serangan jamur, bakteri, dan serangga.

  1. Moisture Regain

Pada kondisi standar (RH 65 % dan suhu 21oC) moisture regain nilon 4,2 %.

 

2.4 Zat Warna Asam

 

Zat warna asam adalah zat warna yang pada proses pencelupannya mempergunakan asam untuk membantu penyerapan zat warna, atau zat warna yang merupakan garam natrium asam-asam oganik dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna. Zat warna asam mempunyai afinitas terhadap serat-serat protein dan poliamida misalnya serat wol dan poliamida.

Struktur kimia zat warna asam

Struktur kimia zat warna asam menyerupai zat warna direk, merupakan senyawa yang mengandung gugus-gugus sulfonat atau kaboksilat sebagai gugus pelarut.

 

M.Golongan 1

Yakni zat warna asam derivat trifenilmetan misalnya Xylene Blue VS ( C.I. Acid Blue )

 

 

 

 

M.Golongan 2

 

+

N (C2H5)2

 

Yakni zat warna asam derivat Xanten misalnya Lissamine Rhodamine B ( C.I. Acid Red 52 )

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

M.Golongan 3

Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa nitroaromatik, misalnya Naphtol Yellow 1 ( C.I. Acid Yellow 1 )

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

M.Golongan 4

Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa Azo misalnya Azo-Garanine 2G ( C.I. Acid Red 1 )

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

M.Golongan 5

Yakni zat warna asam yang mempunyai inti pirazplon, misalnya Tartrazine

 

 
   

 

 

 

 

 

 

M.Golongan 6

Yakni zat warna asam derivat antrakwinon, misalnya Solvay Blue B ( C.I. Acid Blue 45 )

 

 

 

     

Menurut cara pemakaiannya zat warna asam dapat digolongkan sebagai berikut :

h.Golongan 1 ( LEVELLING )

Yakni zat warna asam yang memerlukan asam kuat dalam pencelupannya misalnya dengan asam formiat atau asam sulfat agar pH larutan celup dapat mencapai 3,5 – 4,5 sehingga penyerapan zat warna lebih besar. Zat warna golongan ini sering disebut zat warna asam terdispersi molekuler atau zat warna asam celupan rata, yang pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik tetapi ketahanan cucinya kurang.

h.Golongan 2 (SUPER MILING )

Yakni zat warna asam yang memerlukan asam lemah dalam pencelupannya, misalnya asam asetat, untuk memperoleh pH antara 5,2 – 6,2. Penambahan elektrolit kedalam larutan celup akan memperbesar penyerapan hingga sukar memperoleh celupan rata. Zat warna ini mempunyai sifat lebih mudah membentuk larutan koloidal.

h.Golongan 3 ( MILLING )

Yakni zat warna asam yang tidak memerlukan panambahan asam dalam pencelupannya. Pada temperatur rendah zat warna ini terdispersi koloidal, meskipun pada temperatur mendidih akan terdispersi molekuler.

Zat warna ini sering disebut zat warna asam milling, zat warna asam celupan netral atau zat warna asam berketahanan baik.

 

Sifat

Golongan Zat Warna Asam

Leveling

Milling

Super Milling

Tahan luntur warna (basah)

Kurang

Baik

Sangat baik

Cara celup

Asam sulfat

Asam asetat

Amonium asetat

pH pencelupan

2 – 4

4 – 6

6 – 7

Kerataan

Baik

Agak kurang

Sangat kurang

Sifat zat warna

BM rendah

Larutan molekul larut tinggi

BM rendah

Larutan molekul larut rendah

BM tinggi

Larutan molekul larut rendah

Afinitas anion

Rendah

tinggi

Sangat tinggi

 

2.5 Pencelupan Nylon pada Zat Warna Asam

Serat nilon/poliamida merupakan serat sintetik, zat warna asam dapat digunakan untuk mencelup serat nilon. Zat warna asam yang mengandung logam dapat digunakan untuk mencelup warna tua dengan ketahanan yang cukup tinggi. Tetapi tidak dapat menutupi kekurangan molekul poliamida dalam serat.

Dalam mekanisme pencelupan serat poliamida dengan zat warna asam, gugusan amina primer pada molekul poliamida memegang peranan penting. Gugusan amina tersebut mudah mengikat ion hidrogen untuk membentuk gugusan amonium. Gugusan ini yang dapat mengikat anion zat warna. Tetapi karena jumlah gugusan amina sangat sedikit maka diperoleh penyerapan yang besar terutama pada pencelupan yang menggunakan campuran zat warna yang mempunyai daya serap yang berbeda.

 

Mekanisme Pencelupan

Serat poliamida mempunyai gugus sbb :

Gugus ujung amino (NH4), gugus ujung karboksil (COOH) dan gugusan amida. Dengan menghilangkan gugus-gugus lain yang tidak penting dalam pencelupan ini maka struktur rantai molekul poliamida, dalam suasana asam berbeda beda, dapat ditulis sbb :

 

H2N     —-     NH     —-     COOH

              keadaan netral                     keadaan asam lemah

 

NH3 – NH – COO à NH3+ – NH – COOH à NH3+ – NH3+ – COOH

      (asam lemah)                                       (keadaan asam sangat kuat pH <2)

 

Ada 3 hal yang dapat dibedakan :

  1. pH 9 – 6

pada bagian ini asam diabsorbsi, serat menerima proton yang ditangkap oleh gugu ujung amono.

NH2 – NH – COOH + H+

                                                      NH3+ – NH – COOH

NH3+ – NH COO + H+

  1. pH 6 – 2,5

penambahan asam selanjutnya hanya mengecilkan pH larutan, serat tidak menerima tambahan proton.

  1. pH dibawah 2,5

pada bagian ini serat mengabsorbsi asam lagi. Hal ini dapat diduga bahwa proton ditangkap oleh gugus amino.

NH3+ – NH – COOH + H+ à NH3+ – NH2+ – COOH

Muatan positif pada gugus-gugus tersebut dapat mengambil anion dengan membentuk ikatan garam. Suatu zat warna asam mengandung sebuah atau beberapa anion gugus asam, misalnya gugus asam sulfonik (-SO3H). Bila gugus sisa molekul zat warna disebut F, maka beberapa macam jenis zat warna asam dapat ditulis sederhana.

Zat warna asam mempunyai afinitas yang baik dalam daerah pH netral, dapat berikatan dengan serat. Pemberian elektrolit yang menghambat penyerapan zat warna asam pada serat nilon disebabkan karena anion elektrolit memiliki struktur yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah bergerak dan berikatan dengan serat. Atan tetapi karena ikatan tersebut lemah, pada akhirnya ikatan tersebut dapat digantikan dengan ikatan antara

zat warna dengan seratnya.

 

 

 

2.6 Zat warna Dispersi

Zat warna disperse adalah senyawa organik yang dibuat secara sintetik. Kelarutannya dalam air kecil sedikit sekali dan larutan yang terjadi merupakan larutan disperse artinya partikel-partikel zat warna hanya melayang dalam air .Dalam perdagangan, zat warna dispersi merupakan senyawa –senyawa aromatik yang mengandung gugus-gugus hidroksi atau amina yang berfungsi sebagai donor atom hydrogen untuk mengadakan ikatan dengan gugus –gugus karbonil dalam serat.

Zat warna ini di pakai untuk mewarnai serat – serat tekstil sintetik yang bersifat termoplastis atau hidrofop. Absorpsinya ke dalam serat di sebut “ Solid Solution ” yaitu zat padat larut dalam zat padat. Dalam hal ini zat warna merupakan pelarut kejenuhan nya di dalam serat berkisar antara 30-200 mg per gram serat.

 

 

Struktur Kimia Zat Warna Dispersi

Menurut stuktur kimianya ,zat warna disperse dapat digolongkan sbb:

a.Golongan azo

 

 

 

 

b .Golongan antrakuinon

 

 

 

 

 

 

 

 

 

c. Golongan difenilamina

 

 

 

 

 

Hampir semua zat warna non ionic ini mengandung gugus-gugus hidroksil dan amina (   -OH,-NH2, -NHR ) yang berfunsi sebagai donor atom hydrogen untuk mengadakan interaksi dua kutub atau membentuk ikatan hydrogen dengan gugus karbonil (     C = O ) atau gugus asetil ( -C-O-C=O ) dari serat.

 

Klasifikasi Zat Warna Dispersi

Zat warna disperse di klasifikasikan menjadi 4 grup berdasarkan ukuran molekul dan tahanan sublimasi:

  1. Tipe A ,ukuran molekulnya kecil ,menyublim sekitar suhu 13OoC pada umumnya di celup dengan cara carrier dan HT/HP (high temperature /high pressure).
  2. Tipe B ,ukuran molekulnya sedang , menyublim pada suhu sekitar 150oC pada umumnya di celup dengan cara HT/HP dan carrier.
  3. Tipe C, ukuran molekul besar , menyublim pada suhu sekitar 190oC pada umumnya dicelup dengan cara HT/HP dan transfer printing.
  4. Tipe D, ukuran molekul besar sekali menyublim pada suhu 230oC di celup dengan cara termosol.

 

 

2.7 Pencelupan Nylon pada Zat Warna Disperse

               Cara pencelupan zat warna dispersi pada kain poliamida sama seperti pencelupan pada serat selulosa asetat. Zat warna dispersi ditaburkan sambil diaduk-aduk untuk membuat pasta . pemakaian air mendidih atau penambahan zat pendispersi yang tidak diencerkan terlebih dahulu untuk membuat pasta zat warna adalah kurang baik karena mudah menggumpalkan zat warna. Pemakain zat pendispersi sebanyak 1-2 g/L kedalam larutan celup berguna untuk membantu membuat suspensi zat warna dan mengurangi kecepatan penyerapannya.

            Bahan dimasukkan kedalam larutan celup waktu masih dingin dan suhu dinaikkan hingga 85oC selama 30 menit, kemudian diteruskan selama 45 menit. Tahan sinar zat warna dispersi pada serat poliamida bernilai antara 4-6 dan tahan cucinya sangat beraneka misalnya sampai bernilai 2 terutama pada celupan warna tua. Zat warna dispersi berkecendrungan menyublim kalau dipanaskan pada suhu tinggi sehingga akan menodai bagian-bagian disampingya.

Mekanisme Pencelupan

Mekanisme pencelupan zat warna dispersi pada serat nilon sama seperti pada serat poliester, yaitu menyerupai peristiwa distribusi zat padat dalam dua pelarut yang tidak dapat bercampur. Dalam hal ini zat warna dispersi merupakan zat padat yang larut dalam medium serat. Adsorbsi seperti ini sering disebut solid solution.

Suatu pandangan lain mekanisme pencelupan yang sekarang banyak disetujui adalah, bahwa zat warna dispersi berpindah dari keadaan agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat dalam keadaan molekuler. Zat warna dispersi hanya larut sedikit dalam air, tetapi memiliki substantivitas yang tinggi terhadap serat. Sedangkan sebagian besar zat warna yang tidak larut merupakan cadangan yang berfungsi mempertahankan kesetimbangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

III.  PERCOBAAN

Pencelupan Polyamida/Nylon dengan Zat Warna Asam

         3.1 Alat dan Bahan

–      Gelas piala 100 cc              –  Kain polyester

–            Gelas ukur                          – Zat warna Asam (Acidol Scarlet M-L)

–          Pipet Volum                      –  NaCl

–          Tabung rapid                     –  Asam asetat 30%

–          Termometer                       –  Levelling Agent

–          Pengaduk kaca                  –  Air

–          Kassa dan bunsen             –  Teefol

–          Mesin                                –  Na2CO3

–          Setrika

 

3.2 Resep dan Fungsi zat

       Resep Pencelupan

Variasi Resep

Orang ke-

1

2

3

Vlot (1:x)

20

Zat Warna Asam (%)

1

Levelling Agent (mL/L)

1

NaCl (g/L)

5

Asam Asetat 30% (pH)

3

5

6

Suhu (derajat celsius)

100

Waktu (menit)

45

 

Resep Cuci Sabun

Orang ke-

1

2

3

Vlot (1:x)

20

Teepol (mL/L)

1

Na2CO3 (g/L)

1

Suhu (derajat celsius)

100

Waktu (menit)

45

 

 

Fungsi Zat

1. Zat warna asam                     : Memberi warna pada kain polyamida/nylon secara merata dan permanen.

2. Asam asetat                : Mengatur pH larutan celup, memberi suasana asam pada proses pencelupandan memperbesar penyerapan zat warna.

3. Pembasah                  : Menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat  mempercepat pembasahan kain dan warna hasil celup rata.

4. NaCl                 :  Bila pH2-4 NaCl berfungsi sebagai memperlambat penyerapan zat warna (pada zat warna asam jenis levelling dan milling). Bila pH 4 berfungsi sebagai mendorong penyerapan (pada zat warna asam jenis supermilling)

5. Levelling Agent          : sebagai anionik = menambah, membantu kerataan zat warna pada proses pencelupan.

6. Na2CO3 (cuci sabun)            : Meningkatkan kelarutan sabun dan mengurangi kesadahan.

7. Sabun                          : Menghilangkan sisa-sisa zat warna yang masih menempel pada permukaan bahan yang tidak terfiksasi ke dalam serat.

 

3.3 Skema proses

           

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Waktu (menit)

 

 

 

 

 

3.4 Diagram Alir Proses

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            3.5 Cara Kerja

     

Pencelupan

 

  • Mempersiapkan bahan-bahan, yaitu memperhitungkan kebutuhan zat yang akan digunakan untuk kemudian menimbang sesuai keperluan.
  • Mempersiapkan alat alat yang dipakai , isi porselen dengan air sesuai dengan vlot yang dipakai , masukkan Asam asetat, garam, pembasah, leveling agent, zat warna dan bahan kemudian masukkan kain poliamida tersebut.
  • Aduklah larutan celup yang telah berisi kain tersebut selama 10 menit .
  • Pencelupan dengan mesin dengan menaikan suhu pencelupan secara perlahan.
  • Setelah itu dilakukan cuci sabun, lalu bilas dan keringkan.

 

Pengujian tahan gosok

  • Potong kain ukuran 5 x 15 cm.
  • Kain penggosok yang digunakan adalah kain nylon dan kapas 5 x 5 cm.
  • Alat yang digunakan adalah Crockmeter.
    • Basahi kain putih 5 x 5 cm dengan air suling.
    • Evaluasi.

 

3.6 Perhitungan Resep

Resep Pencelupan

Orang ke-

1

2

3

Berat Bahan

3,61

3,56

3,63

Vlot (1:x)

72,2

71,2

72,6

Zat Warna Asam (%)

3,61

3,56

3,63

Levelling Agent (mL/L)

0,0722

0,0712

0,0726

NaCl (g/L)

0,361

0,356

0,363

Asam Asetat 30% (pH)

pH 3

pH 5

pH 6

 

Resep Pencucian

Orang ke-

1

2

3

Berat Bahan

3,61

3,56

3,63

Vlot (1:x)

72,2

71,2

72,6

Teepol (mL/L)

0,0722

0,0712

0,0726

Natrium Bikarbonat(g/L)

0,0722

0,0712

0,0726

 

3.7 Sample Hasil Pencelupan

Resep 1

Resep 2

Resep 3

 

 

 

 

3.8 Hasil Uji Tahan Gosok

orang ke-

1

2

3

kapas

4

4,5

4

polyester

4

4,5

4

 

  1. DISKUSI

 

  • Pencelupan Polyamida/Nylon dengan Zat Warna Asam

Pengaruh penambahan asam

Muatan positif dari serat bertambah sepanjang rantai molekulnya. Maka penambahan asam ini akan berpengaruh pada daya penyerapan zat warna ke dalam serat. Kemudian penambahan asam itu gunanya untuk memberi suasana asam pada proses pencelupan, suasana asam tersebut pun sangat berpengaruh untuk mengetahui jenis zat warna yang dipakai. Akan berpengaruh terlihat dari ketuaan warna yang dihasilkan. Seperti pada percobaan ini terlihat pengaruh pH sangat penting. Ketuaan warna terlihat jelas pada resep ke 2, maka zat warna yang dipakai yaitu zat warna asam jenis milling.

 

Pengaruh penambahan elektrolit

Penambahan kerataan untuk meratakan zat  warna, agar tersebar semppurna pada kain yang dicelup. Tetapi setelah menambahkan levelling agent kain yang telah dicelup masih terdapat ketidakrataan atau belang.

 

Uji tahan gosok

Setelah melakukan uji tahan gosok terlihat resep 2 itu memiliki tahan gosok yang lebih baik. Karena perlakuan pada penambahan asam tepat untuk zat warna yang dipakai. Kemudian zat warna asam memiliki ketahanan luntur warna terhadap gosokan yang cukup baik. Hal ini terjadi disebabkan karena zat warna asam berikatan ionik dan ikatan hidrogen dengan serat poliamida.

  1. KESIMPULAN
  • Pencelupan Polyamida/Nylon dengan Zat Warna Asam

 

v  Terbukti dari warna yang terlihat yang paling tua yaitu contoh uji 2 maka zat warna yang digunakan adalah zat warna asam jenis milling.

v  Zat warna asam memiliki ketahanan warna terhadap gosokan yang cukup baik.

 

  1. LITERATUR

v  AATCC. “ Technical manual of the American association of textile chemist & colorist volume 19 “. 1973

v  Companion, Audrey L.,. Ikatan Kimia Edisi Kedua. Bandung : Institut Teknologi Bandung : 1991.

v  Djuri, Rasyid. Ir., dkk. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan, dan Pencapan. Institut Teknologi Tekstil. Bandung : 1976.

v  Isminingsih, S.Teks, M.Sc.dkk. Pengantar Kimia Zat Warna. Institut Teknologi Tekstil. Bandung : 1982

v  Penyusun. Serat-Serat Tekstil. Institut Teknologi Tekstil. Bandung : 1973.

v  Penyusun. Pedoman Praktikum Pencelupan dan Pencapan. Institut Teknologi Tekstil. Bandung : 1976.

v  Shore, John. Colorant and Auxiliaries, volume 1 – Auxiliaries. Society of Dyers and Colourists. Manchester, England : 1990.

v  Shore, John. Colorant and Auxiliaries, volume 2 – Auxiliaries. Society of Dyers and Colourists. Manchester, England : 1990

 

Pencelupan Kain Poliester dengan Metoda Carrier, HT/HP dan Thermosol

LAPORAN PRAKTIKUM PENCELUPAN 2

PENCELUPAN POLYESTER DENGAN ZAT WARNA DISPERSI METODA CARRIER, HT/HP & THERMOSOL

 

I. Maksud dan Tujuan

I.1. Maksud

Mampu melakukan proses pencelupan pada kain polyester dengan zat warna Dispersi menggunakan metode carrier, HT/HP, dan thermosol.

I.2. Tujuan

Metode carier

Mampu melakukan proses pencelupan pada kain polyester dengan zat warna Dispersi menggunakan cara carrier dengan memvariasikan zat warna dispersi yang digunakan, waktu dan penambahan carier. Dan mampu mengevaluasi hasilnya

Metode HT/HP

Mampu melakukan proses pencelupan pada kain polyester dengan zat warna Dispersi menggunakan metode HT/HP dengan memvariasikan zat warna dispersi dan zat pendispersi. Dan mampu membandingkan hasil diantaranya.

Metode thermosol

Mampu melakukan proses pencelupan pada kain polyester dengan zat warna Dispersi menggunakan metode thermosol dengan memvariasikan zat anti migrasi, suhu termofiksasi dan zatwaktu termofiksasi. Dan mampu membandingkan hasil diantaranya.

 

II. Teori Dasar

A. Poliester

Serat polyester di kembangkan oleh J.R.Whinfield dan J.T Dickson dari calico Printers Association.Serat ini merupakan pengembangan dari polyester yang telah di temukan oleh Carothers.

I.C.I di Inggris memproduksi serat polyester dengan nama Terylene dan kemudian du pont di Amerika pada tahun 1953 juga membuat serat polyester berdasarkan patent dari Inggris dengan nama Dacron.

Serat polyester adalah serat sintetik yang dibuat dari molekul polimer polyester linier dengan susunan paling sedikit 85 % etilena glikol (HO-CH2-CH2-OH) dan asam tereftalat (C6H4(COOH)2) melalui proses polimerisasi kondensasi.

Serat poliester merupakan suatu polimer yang mengandung gugus ester dan memiliki keteraturan struktur rantai yang menyebabkan rantai-rantai dapat saling berdekatan, sehingga gaya antar rantai polimer poliester dapat bekerja membentuk struktur yang teratur.

Poliester tahan asam lemah meskipun pada suhu mendidih dan tahan asam kuat dingin .Poliester tahan basa lemah ,tetapi kurang tahan basa kuat .Poliester tahan zat oksidasi ,alcohol keton ,sabun dan zat zat untuk pencucian kering polyester larut dalam meta-kresol panas , asam triflouro asetat-orto-khlorofenol ,campuran 7 bagian berat trikhlorofenol dan 10 bagian fenol dan campuran 2 bagian berat tetrakloro etana dan 3 bagian fenol.

            Poliester merupakan serat sintetik yang bersifat hidrofob karena terjadi ikatan hidrogen antara gugus – OH dan gugus – COOH  dalam molekul tersebut.Oleh karena itu serat polierter sulit didekati air atau zat warna.Serat ini dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol.

nHOOC-     -COOH + nHO(CH2)2OH  

         Asam tereftalat                       Etilena glikol

 HO – -OC-      -COO(CH2)2 – n H  +  2(n-1) H2O

                                         Poliester

            Untuk dapat mendekatkan air terhadap serat yang hidrofob, maka kekuatan  ikatan hidrogen dalam serat perlu dikurangi. Kenaikan suhu dapat memperbesar fibrasi molekul,akibatnya ikatan hidrogen dalam serat akan lemah dan air dapat mendekati serat. Disamping sifat hidrofob, faktor lain yang menyulitkan  pencelupan ialah kerapatan serat poliester yang tinggi sekali sehingga sulit untuk dimasuki oleh molekul zat warna.Derajat kerapatan ini alan berkurang dengan adanya kenaikan suhu karena fibrasinya bertambah dan akibatnya ruang antar molekul makin besar pula.Molekul zat warna akan masuk dalam ruang antar molekul .

Kekuatan polyester pada keadaan kering sama besar dengan kekuatan pada keadaan basah. Polyester memiliki mempunyai kristalinitas yang tinggi, bersifat hidrofob dan tidak mengandung gugusan-gugusan yang aktif, sehingga sukar sekali ditembus oleh molekul-molekul yang berukuran besar ataupun tidak bereaksi dengan zat warna anion atau kation. Untuk memperoleh hasil celup yang baik maka proses pendahuluan (pretreatment) untuk polyester sangat perlu. Penggunaan alkali panas waktu proses pencucian polyester sebaiknya dihindari, karena akan menyebabkan terkelupasnya permukaan serat tersebut. Polyester juga memiliki titik leleh yang tinggi yaitu 280 oC, juga daya tahan terhadap sobekan maupun gosokan dan elastisitas yang tinggi. Polyester kebanyakan hanya dapat dicelup oleh zat warna dispersi.

 

B. Zat Warna Dispersi

1.Pengertian Dasar

Zat warna dispersi adalah zat warna organic yang dibuat secara sintetik. Kelarutannya dalam air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan dispersi atau partikel-partikel zat warna yang hanya melayang dalam air.

Zat warna ini dipakai untuk mencelup atau mewarnai srat-serat tekstil sintetik, yang bersifat termoplastik atau hidrofob. Absorbsinya ke dalam serat sering disebut “Solid Solution“, yaitu zat padat larut dalam zat padat. Dalam hal ini zat warna merupakan zat terlarut dan serat berkisar antara 30 – 200 mg per garam serat.

 

Molekul zat warna dispersi relatif kacil, sederhana dan tidak mempunyai gugus pelarut,Karena itu mempunyai katahanan yang tinggi dan warna yang cemerlang. Salainitu zat warna dispersi hampir semua mengandung gugus-gugus hidroksil dan amina (-OH, -NH2, NHR) yang berfungsi sebagai donor atom hydrogen untuk mengadakan interaksi dua kutub atau membentuk ikatan hydrogen dengan gugus-gugus karbonil atau gugus asetil dari serat.

2. Struktur Kimia zat warna dispersi

menurut struktur kimianya zat warna dispersi merupakan senyawa azo, antrakuinon dan dipenil amina.

Beberapa contoh struktur kimia zat warna dispersi, antara lain :

a.Golongan azo  

 

 

 

Contoh :

 

 

 

 

 

 
 

Disperse blue 3

 

 

 

 

b .Golongan antrakuinon

 

 

 

 

     

Contoh :

 

 

 

 

        

         Disperse Red 4

 

 

c. Golongan difenilamina

 

 

 

 

   Contoh :

 

 

 

 

               CI. Disperse Red 60

 

3. Klasifikasi zat warna dispersi

karena molekulnya kecil zat warna dispersi mudah menyublim pada suhu tinggi, maka berdasarkan pada sifat ketahanan sublimasinya dapat dikelompokan dalam 4 (empat) golongan , yaitu :

 

a)      Golongan I  : zat warna dispersi sublimasi rendah, dengan titik leleh 150 – 180 0C, mempunyai berat molekul yang sangat kecil dan sangat mudah digunakan terutama untuk serat asetat.

b)      Golongan II            : zat warna dispersi sublimasi cukup, dengan titk leleh 180 – 210 0C, mempunyai berat molekul relatif rendah dengan sifat pewarnaan yang baik.

c)      Golongan III : zat warna dispersi sublimasi baik, dengan titk leleh 210 – 230 0C, mempunyai berat molekul yang sedang dengan sifat pewarnaan yang cukup.

d)     Golongan IV : zat warna dispersi sublimasi tinggi, dengan titk leleh di atas 230 0C, mempunyai berat molekul yang besar akan tetapi sifat pewarnaan yang kurang.

 

4. Sifat-sifat umum zat warna dispersi

a)      Sifat dasar mempunyai berat molekul yang rendah dengan inti kromofor, diantaranya : azo, antrakuinon, dan dipenilamina

b)      Meleleh pada temperatur tinggi (lebih besar dari pada 150 0C), kemudian dapat mengkristal lagi.

c)      Sifat dasar adalah non ionic meskipun mempunyai gugus –OH, -NH2, dan gugus –NHR, dansebagainya yang bertindak sebagai gugus pemberi  (donor) hydrogen untuk mengadakan ikatan dengan serat (gugus karbonil).

d)     Gugus –OH, -NH2, dan gugus fungsional yang sejenis menyebabkan zat warna dispersi sedikit larut dalam air (± 0,1 miligram /L), tapi mempunyai kejenuhan yang tinggi pada serat pada kondisi pencelupan.

e)      Penambahan zat pendispersi ke dalam larutan celupnya akan menyebabkan dispersi yang stabil dalam air.

f)       Secara relatif kerataan penyerapan zat warna dalam sarat adalah tinggi (10 – 50 mg/g serat).

g)      Tidak ada perubahan kimia yang disebabkan oleh proses pencelupannya.

  1. 5.      Metoda Pencelupan

Mekanisme pencelupan zat warna dispersi adalah solid solution dimana suatu zat padat akan larut dalam zat padat lain. Dalam hal ini, zat warna merupakan zat padat yang larut dalam serat.

Mekanisme lain menjelaskan demikian : zat warna dispersi berpindah dari keadaan agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat sebagai bentuk molekuler. Pigmen zat warna dispersi larut dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat warna yang terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh bahan. Sedangkan bagian yang tidak larut merupakan timbunan zat warna yang sewaktu-waktu akan larut mempertahankan kesetimbangan.

Bagian zat warna dalam bentuk agregat, pada suatu saat akan terpecah menjadi terdispersi monomolekuler. Zat warna dispersi dalam bentuk ini akan masuk ke dalam serat melalui pori-pori serat. Untuk lebih jelasnya, sifat zat warna dispersi dalam larutan celup dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat, selanjutnya terjadi difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat. Adsorpsi dan difusi zat warna ke dalam serat dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur proses.

Dalam air, serat poliester akan memiliki gaya dipol antar serat dimana ikatannya digambarkan sebagai berikut:

      Gaya ini terjadi karena atom karbon bermuatan parsial positif (d+)dan atom oksigen bermuatan parsial negatif (d). Gaya dipol akan renggang pada saat pemanasan di atas 80oC sehingga zat warna bisa masuk ke dalam serat.

Pada suhu tinggi, rantai-rantai molekul serat pada daerah amorf mempunyai mobilitas tinggi dan pori-pori serat mengembang. Kenaikan suhu menyebabkan adsorpsi dan difusi zat warna bertambah. Energi rantai molekul serat bertambah sehingga mudah bergeser satu sama lain dan molekul zat warna dapat masuk ke dalam serat dengan cepat. Masuknya zat warna ke dalam serat dibantu pula dengan adanya tekanan tinggi dan adanya carier.

Rantai molekul serat poliester tersusun dengan pola zigzag yang rapi dan celah-celah yang akan dimasuki zat warna sangat sempit. Rantai molekul sangat sulit untuk mengubah posisinya. Akibatnya molekul zat warna sulit menembus serat dan pencelupan akan berjalan sangat lambat bila dilakukan tanpa pemanasan dengan suhu tinggi. Zat warna akan menempati bagian amorf dan terorientasi dari serat poliester. Pada saat pencelupan berlangsung, kedua bagian tersebut masih bergerak sehingga zat warna dapat masuk di antara celah-celah rantai molekul dengan adanya ikatan antara zat warna dengan serat. Ikatan yang terjadi antara serat dengan zat warna mungkin merupakan ikatan fisika, tetapi dapat pula merupakan ikatan hidrogen yang terbentuk dari gugusan amina primer pada zat warna dengan gugusan asetil pada molekul serat.

 

 
   

 

 

 

                                                                                   ikatan hidrogen

          zat warna dispersi                gugus ester

 

Demikian pula gaya-gaya Dispersi London (Van der Waals) yang dapat terjadi dalam pencelupan tersebut, seperti diilustrasikan dalam gambar di bawah ini :

 ikatan Van Der Waals

Dalam gambar di atas dimisalkan atom A adalah atom zat warna, sedangkan atom B adalah serat poliester. Pada saat atom A mulai berdekatan dengan atom B, maka salah satu atom cenderung untuk mendekati atom tetangganya. Smapai pada jarak tertentu maka pada kedua atom akan terjadi antaraksi, dimana awan elektron I pada atom A akan tertarik pada inti atom B, awan elektron II pada atom B akan tertarik pada inti atom A, awan elektron I dan awan elektron II saling tolak, dan inti atom A akan menolak inti atom B. Antaraksi tersebut akan menghasilkan energi tarik-menarik. Interaksi 2 kutub juga mungkin mengambil peranan penting dalam mekanisme pencelupannya.

 

 
   

 

                                                                                     Ikatan dua kutub

 

 

Zat warna yang bersifat planar akan lebih mudah terserap daripada zat warna yang bukan planar. Hal ini menunjukkan pertentangan terhadap teori solid solution.

 

Pencelupan dengan Metoda Carrier

Banyak sekali teori yang menggambarkan peranan zat pengemban dalam pencelupan  serat polyester ini ,di antaranya adalah teori yang menyatakan bahwa zat pengemban bersifat menggelembungkan serat sehingga mempermudah di fusi zat warna ke dalam serat.

Selain itu zat pengemban juga berfungsi membantu kelarutan zat warna sehingga lebih mudah berpenetrasi ke dalam serat.jadi bila fasa larutan celup dan fasa serat kita anggap sebagai suatu system, maka zat pengemban bekerja dalam keseluruhan sistim tersebut.zat pengemban bekerja pada fasa serat sebagai zat pelunak (plasticizer) dengan jaln merusak stuktur dalam serat untuk sementara . Zat pengemban kemudian membawa zat warna ke bagian dalam serat yang telah di lunakkannya tadi . Schuler mengajukan suatu teori dasar tentang mekanisme kerja zat pengemban dalam pencelupan polyester ,sebagai berikut :

Dalam satu system terdiri dari air , zat warna , zat pengemban dan serat ,  maka :

  • Zat pengemban, air dan zat warna berada dalam suatu kesetimbangan pseudo-dinamik pada permukaaan serat polyester.
  • Zat pengemban , air dan zat warna berdifusi ke dalam serat.
  • Zat pengemban bertindak sebagai zat pelunak , dengan jalan menghilangkan gaya-gaya diantara  rantai molekul polimer.
  • Sementara serat terplastiskan difusi ke luar dan ke dalam serat terjadi lebih cepat dan dalam keadaan ini terjadilah pencelupan.
  • Selanjutnya bila zat pengemban dihilangkan kembali dari bahan , serat akan kembali ke bentuk semula yaitu sulit di celup ,sehingga zat warna yang sudah ada di dalam serat tidak keluar lagi dari dalam serat.
  • Untuk menghilangkan (merusak/melepaskan) carrier setelah pemakaian (dalam pencelupan) harus dicuci reduksi (reduction clearing) dengan larutan kostik soda dan natrium hidrosulpit. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

 

2NaOH + Na2S2O4 + 2H2O                     2Na2SO4 + 6Hn

 

Ikatan yang terjadi antara zat warna dispersi dengan serat adalah ikatan hidrogen.

 

ZAT PENGEMBAN

Dalam pencelupan serat hidrofob , seperti polyester stuktur seratnya sedemikian kompak sehingga air sulit menembusnya , maka difusi zat warna dengan bantuan air saja tak mungkin terjadi .Difusi yang rendah ini menyakibatkan daya celup yang rendah pula. Untuk membantu difusi zat warna ke dalam serat dapat di pergunakan suatu zat yang dapat menggelambungkan serat polyester tersebut dan membantu penyerapan zat warna ke dalam serat ,yang di kenal dengan nama zat pengemban (Carrier). Zat pengemban adalah zat organik yang dapat menggelembungkan  memplastiskan serat polyester yang hidrofob.

Terdapat dua jenis zat pengemban :

  1. Carrier hidrofob, carrier ini berfungsi sebagai zat pelumas yang akan berpenetrasi ke dalam serat dan merusak ikatan antar molekul serat sehingga serat menjadi plastis , mudah bergeser.

      Hal tersebut memungkinkan zat warna berpenetrasi (karena ada perbedaan Konsentrasi).

  1. Carrier hidrofil, carrier ini akan berdifusi ke dalam serat bergabung ke dalam serat ke dalam serat menarik air , sehingga serat menggelembung dan pori-pori membuka lebih besar sehingga memungkinkan zat warna masuk. Fungsi lainnya adalah menambah kelerutan zat warna (zat warna yang tidak larut tetapi terdispersi ).Difusi terjadi karena perbedaan konsentrasi zat warna dalam larutan dan dalam serat . Pada zat warna disperse konsentrasinya rendah, karena zat warna tersebut tidak larut. Penambahan carrier , menyebabkan zat warna di kelilingi carrier menjadi seolah-olah larut , akibatnya terjadi perbedaan konsentrasi yang makin besar antara zat warna dalam larutan dengan di dalam serat sehingga difusi zat warna ke dalam serat bertambah.

            Grafik berikut memperlihatkan pengaruh carrier terhadap hasil penyerapan zat warna disperse pada serat polyester GR

Grafik Penyerapan Zat Warna Dispersi Oleh Serat Polyester Dengan Dan Tanpa Zat Pengemban

 

 

TABEL JENIS – JENIS ZAT KIMIA YANG DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI ZAT PENGEMBAN

 

GOLONGAN

JENIS

Hidrokarbon aromatic

Di fenil ,Naftalena dan toluene

Fenol

Fenol o-fenil fenol,p-fenil fenol,o-khloro fenol, p-khlorofenol, m-kresol

Khloro aromatic

Mono, di, tri-khlorobenzena , khloronaftalena

Asam aromatic

Benzoate , khlorobenzoat dan o-ftalat

Eter aromatic

Metilbenzoate,butyl benzoate,dimetilftalat,dietilftalat,dimetil tereftalat,dimetilisoftalat,fenilsalisilat

Ester fosfat

Tripropil dan tributil fosfat

Eter aomatik

p-naftil metal eter

Persenyawaan –persenyawaan aromatic lain

Asetofenon,fenil selosolve,fenil metal karbonil ,metal salisilat dan benzanilida.

 

Kerugian Cara Carrier

 

  1. Ongkos produksi mahal
  2. Waktu proses cukup lama
  3. Ada tendensi ketidakrtaan
  4. Pemghilangannya susah
  5. Terkadang pegangan menjadi kaku
  6. Warna tua sukar diperoleh

.

Reduksi clearing berguna untuk memperbaiki tahan gosok, biasanya pencucian reduksi dikerjakan pada larutan yang mengandung natrium hidrosulfit, natrium hidroksida dan lissolamin. Oleh karena polyester bersifat hidrofob, maka reaksi reduksi tersebut hanya terjadi di permukaan serat saja dan tidak akan mereduksi zat warna yang telah terserap kedalam serat. Reduksi clearing berguna untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi oleh serat. Setelah pencelupan suhu tinggi ini bahan harus dicuci baik-baik dengan larutan yang mengandung ditergen.

 

Beberapa keuntungan dapat diperoleh dengan metode ini, misalnya dapat mencelup warna tua tanpa penambahan zat pengemban, mengurangi waktu pencelupan dan biaya pencelupan.

 

Pencelupan dengan metode HT/HP

Pencelupan dengan suhu tinggi selalu disertai dengan tekanan tinggi. Tekanan berfungsi untuk menaikkan suhu proses dan membantu difusi zat warna ke dalam serat. Pencelupan dilakukan pada mesin tertutup tanpa bantuan zat pengemban. Pencelupan metoda ini banyak dilakukan pada serat poliester karena dianggap efektif akibat :

q  Perpindahan atau pergerakan rantai molekul serat poliester mulai aktif pada suhu tinggi (120-130oC) sehingga memberi ruang bagi molekul-molekul zat warna untuk meningkatkan penyerapan zat warna ke dalam serat.

q  Kecepatan difusi zat warna dispersi mulai meningkat pada suhu tinggi (120-130oC) dan kecepatan penyerapan serta migrasi zat warna menjadi lebih besar sehingga akan mempercepat proses.

q  Pencelupan mulai lebih cepat karena kelarutan zat warna dispersi pada suhu tinggi (120-130oC) mulai meningkat.

Beberapa keuntungan penggunaan metoda ini adalah dapat mencelup warna tua, hemat bahan, waktu dan biaya proses, adsorbsi lebih cepat, kerataan lebih baik, ketahanan luntur baik, penetrasi lebih baik, dan dapat menggunakan zat warna dispersi dengan ketahanan sinar yang lebih baik dan sukar menguap tetapi hanya terserap sedikit pada pencelupan di bawah temperatur 100oC.

Setelah dilakukan pencelupan, maka kain harus dicuci reduksi. Proses cuci reduksi (Reduction Clearing) menggunakan kostik soda dan natrium hidrosulfit yang akan menghasilkan gas hidrogen untuk mereduksi sisa zat warna yang tidak mewarnai serat dan menghilangkan sisa zat proses lainnya. Reaksinya sebagai berikut :

NaOH  +  2 Na2S20  2 H2O    Na2SO4  +   6 Hn

 

Pemakaian kaustik soda ini hanya untuk mengaktifkan natrium hidrosulfit agar menghasilkan gas hidrogen. Kostik soda tidak boleh terlalu banyak karena ia dapat menghidrolisa permukaan serat poliester dan menyebabkan serat ini terkikis, seperti pada proses penurunan berat, yang reaksinya sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

Setelah cuci reduksi, bahan selanjutnya dicuci bersih dengan deterjen. Tujuannya untuk menghilangkan hasil proses cuci reduksi yaitu garam natrium sulfat (Na2SO4).

 

 

 

 

Pencelupan dengan metode Thermosol

 

            Pencelupan poliester adalah suatu proses pemberian warna pada bahan tekstil dan cara mencelupnya kedalam larutan celup. Poliester mempunyai kristalinitas yang tinggi yang bersifat hidrofob, akibatnya serat poliester tidak dengan mudah dimasuki oleh molekul-molekul zat warna yang besar. Poliester juga tidak mempunyai gugus-gugus kimia yang aktif dengan demikian tidak dapat dicelup dengan zat warna anion atau kation.

            Kesulitan ini dapat diatasi dengan ditemukannya zat warna dispersi, dalam pencelupannya zat warna dispersi mencelup serat tidak dalam fasa larutan, tetapi fasa dispersi. Zat warna dispersi mempunyai afinitas yang besar terhadap serat poliester dibandingkan terhadap larutan celup., dengan demikian zat warna dapat bermigrasi kedalam serat dan dapat membentuk larutan padat.

            Proses Pencelupan ini merupakan pencelupan secara kontinu,dimana fiksasi zat warna di dalam serat dilakukan dengan   menggunakan panas dari aliran udara panas .

            Proses ini dikembangkan oleh Du Pont pada tahun 1949 , dimana zat warna ternyata dapat bermigrasi ke dalam serat dengan adanya panas , sehingga zat warna tersebut akan teradsorpsi oleh serat .Untuk pencelupan cara ini diperlukan peralatan khusus yang memungkinkan pengerjaannya dapat dilakukan secara kontinu .

            Dalam proses pencelupan ini terdiri dari empat tahap pengerjaan yaitu :

  1. Padding bahan dalam larutan zat warna
  2. Pengeringan antara pada suhu 110oC,selama 60 detik
  3. Fiksasi zat warna kedalam serat dengan pemanasan pada suhu 210oC,selama 60 detik.
  4. Pengerjaan akhir, misalnya pembangkitan kalau bahannya serat campuran , Penyabunan, pencucian,dan lain sebagainya.

 

            Mekanisme Pencelupan Termosol

            Pada pencelupan cara termofikasi pertama-tama zat warna berpindah dari larutan celup kepermukaan bahan melalui proses padding dan kemudian dilakukan pengeringan pendahuluan

            Menurut Mauric R.fox, masuknya zat warna disperse dari permukaan serat kedalam serat kemungkinan peristiwa berikut :

  1. Perpindahan karena persinggungan (contact transfer)

          Pada system perpindahan ini umumnya dikenal sebagai system adanya larutan dari zat warna yang larut ke bagian rongga molekul serat polyester yang padat pula atau lebih dikenal dengan istilah “solid solution”.

  1. Perpindahan melalui medium (Medium transfer)

          Perpindahan melalui medium ini adalah dalam bentuk lelehan zat warna .Hal ini disebabkan oleh adanya uap panas yang terabsorpsi kemudian menggelembungkan zat warna sampai meleleh dan lelehan zat warna ini akan larut kedalam serat polyester yang stuktur polimernya telah dibuka oleh pengaruh panas tersebut.

  1. Perpindahan zat warna melalui Fasa uap (vapour phase transfer)

          Prinsipnya adalah zat warna pada suhu tinggi oleh media fiksasi udara kering akan berubah dari bentuk molekul padat menjadi bentuk uap zat warna .Uap ini akan terabsorpsi ke permukaan dan kemudian terdifusi ke dalam serat polyester.

          Tekanan uap molekul zat warna berhubungan erat dengan kepolaran molekulnya. Makin tinggi atau besar kepolaran molekul zat warna makin rendah tekanan uapnya.Apabila tekanan uapnya terlalu rendah pencelupannya menjadi tidak efektif.

          Banyaknya zat warna yang dipindah pada kontak partikel partikel zat warna dengan serat bergantung juga pada bentuk partikelnya.Tekanan uap partikel zat warna sebanding dengan jari jari partikelnya , sehingga menyebabkan perpindahan dari zat warna dapatlebih efektif dengan memperkecil ukuran partikelnya . Disamping itu perpindahan warna umumnya terjadi melalui suatu lapisan permukaan dari partikel partikel zat warna dengan bentuk yang tidak teratur.

Ikatan yang terjadi antara serat polyester dan zat warna dispersi adalah ikatan hydrogen dan ikatan antar kutub

 

 

 

 

O2N            N=N          N-H                      O= C – O -C

                                      H       Ikatan hydrogen           CH3  

O                                    H+

         N+          N=N          N   ik.antar kutub       O=C+-O-C-

O                                    H+                                           CH3

Gambar 2.2.Ikatan zat warna disperse dengan serat polyester

 

Zat Pendispersi

            Zat warna dispersi merupakan zat warna yang bersifat hidrofob    yang apabila dilarutkan dalam air tidak akan larut tetapi berbentuk gumpalan-gumpalan, maka untuk dapat larut dalam air pada proses pencelupannya ditambahkan zat pendispersi. Zat pendispersi adalah surfaktan (zat aktif permukaan) yang membantu proses difusi karena zat warna didispersikan secara merata diseluruh permukaan kain. Penambahan pendispersi pada larutan celup zat warna dispersi bertujuan untuk mendispersikan dan menstabilkan zat warna dispersi dalam larutan.

             Zat pendispersi berdasarkan sifatnya terbagi dalam empat golongan yaitu tipe anionik, kationik, non ionik dan tipe amfoterik. Zat pendispersi yang bersifat anionik akan terpengaruh oleh adanya ion-ion logam dalam larutan celupnya. Seperti halnya zat warna yang mengandunggugus pelarut dalam molekulnya, zat pendispersi yang mengandung gugus SO3Na akan mengalami gaya pendispersinya apabila dimasukkan kedalam air yang mengandung ion-ion logam.

            Sifat zat pendispersi anionik ini menyebabakan zat pendispersi akan masuk dalam larutan celupyang mengandung ion-ion logam. Ion logam akan menggantikan posissi Na+ dan membentuk ikatan komplek dengan zat pendispersi menghasilkan struktur molekul zat pendispersi menjadi besar, sehingga bis menghasilkan gaya pendispersiannya.

 

Zat Anti Migrasi

            Pada proses pencelupan system continue sering digunakan zat-zat pembantu tekstil yang akan meningkatkan calup zat warna dengan konsentrasi tinggi (viskositas /kekentalan) yang dalam waktu singkat dapat terfiksasi kedalam serat .Dimana hasil celupannya sebanding dengan cara pencelupan system konvensional.                                 Zat pembantu tekstil yang digunakan sebagai pengental pada pencapan dan digunakan pula pada larutan pad  pecelupan system kontinu berupa zat anti migrasi. Pada umumnya jenis polisakarida digunakan sebagai Zat anti migrasi , terutama alginat , penggunaanya jelas dengan konsentrasi yang lebih rendah daripada penggunaan dalam pencapan karena prases pencelupan dibutuhkan viskositas yang lebih rendah , agar mudah berpenetrasi kedalam serat selama padding berlangsung .Selama alginate, digunakan pula poliakrilat , poliakrilamida dan polietoksilat. Polietoksilat merupakan campuran poliglikol dan etilena oksida (propilena oksida).

            Zat anti migrasi dalam larutan padding berfungsi mencegah kecenderungan zat warna untuk bermigrasi selama proses pengeringan sebelum fiksasi, sehingga diperoleh hasil yang rata.

         

          CH2OH

 

 
   

 

          CHOH                  Gambar 2.3 zat anti migrasi jenis poliakrilat

 

CH2OH

 

Zat Pembasah

            Zat pembantu tekstil yang merupakan golongan terpenting dan terbesar ialah golongan zat pembasah ,pendispersi,dan pengemulsi. Hal ini disebabkan karena pembasahan , pelepasan kotoran ,pendispersian dan pengelmusian adalah proses –proses yang penting sekali dalam pertekstilan.dari golongan –golongan zat ini ada golongan yang hanya memiliki salah satu sifat tersebut diatas , ada 2 sifat tetapi ada pula yang memiliki ketiga tersebut diatas , akan tetapi bagaimanapun sifatnya yang bermacam-macam itu semua zat zat tersebut memiliki satu sifat yang sama,yaitu mereka mempunyai kecenderungan untuk berpusat antar muka dan mempunyai kemampuan menurunkan tegangan permukaan.

            Jenis Zat Pembasah

  1. Zat aktif anion,zat aktif anion adalah zat yang terionisasi dalam larutan dengan rantai panjang yang membawa muatan negative , artinya yang aktif kapiler adalah anionnya.
  2. Zat aktif kation,zat aktif kation adalah zat yang terionisasi dalam larutan dengan rantai pajang yang membawa muatan positif , artinya yang aktif kapiler adalah kationnya.
  3. zat aktif non ion, zat aktif non ion adalah zat yang tidak terionisasi dalam larutan keaktifan kapilernya dari golongan ini disebabkan karena adanya beberapa macam gugus yang hidrofil.
  4. Zat amfoter  atau amfolitik , zat ampoter adalah zat yang terionisasi dalam larutan dengan rantai panjang yang membawa muatan negative maupun positif bergantung pada suasana pH larutan.

     

Asam Asetat

                     

            Asam asetat merupakan asam yang tergolong asam karboksilat berbasa satu (Monobasic Carboxylic Acid) ciri asam karboksilat berbasa satu di tandai dengan adanya satu gugus COOH.Asan asetat anggota ke 2 dari kelompok asam karboksilat. Pembuatannya bisa dari natrium metanoat yang merupakan reaksi dari natrium hidroksida dan karbon monoksida.

q  Stuktur kimia

      Stuktur kimia asam asetat merupakan stuktur paling sederhana dari     kelompok asam karboksilat setelah asam formiat yaitu CH3COOH.

q  Sifat kimia

        Seperti halnya asam karboksilat , asam tereftalat dapat bereaksi membentuk garam , ester dan amida. Asam asetat terurai oleh asam           sulfat panas menjadi karbondioksida dan hydrogen pada suhu         100oC.Nilai konstanta disosiasi (k) asam asetat sebesar 1,8 x 10-5  dan sifatnya korosif.

q  Sifat fisika

            Asam asetat merupakan cairan bening yang mudah terbakar .Titik    beku asam asetat 16,7oC sedangkan titik didihnya 118,2oC.

 

 

 

 

 

 

III. Percobaan

3.1. Alat-alat yang digunakan            Bahan

Gelas piala 100 cc              –  Kain polyester

–            Gelas ukur                          – Zat warna Dispersi (Dispersol yellow B-6G     dan Dispersol blue -BR)

–          Pipet Volum                      –  Zat pendispersi (Sunsolt YK-DB)

–          Tabung rapid                     –  Asam asetat 30%

–          Termometer                       –  Na2S2O4

–          Pengaduk kaca                  –  NaOH 38 oBe

–          Kassa dan bunsen             –  Teefol

–          Mesin                                –  Carier

–          Setrika                              

3.2. Resep dan Fungsi zat

       Resep

  1. Resep pencelupan :

Orang ke-

1

2

3

4

Zat Warna Dispersi (gol A) (%owf)

1

1

1

2

Asam Asetat 30 % (ml/L)

ph 5 

Zat pendispersi (ml/L)

0,5

Carier (ml/L)

0,5

0,5

1

Suhu

100

Waktu (menit)

30 

45

Vlot

1:10 

 

  1. Resep Cuci Reduksi

Na2S2O4              :  2 g/l                               

NaOH 38oBe   :  1 cc/l

Sabun              :  0,5 ml/L                                                       

Suhu                :  70  oC                            

Waktu             :  15 menit

Vlot                 : 1 : 10                              

 

  1. Resep pencucian :

Na2CO3           :  2 g/l

Teefol              :  0,5 g/l

Waktu             :  10 menit

Suhu                :  70 o C

 

Perhitungan Resep

Orang ke-

1

2

3

4

Zat Warna Dispersi (gol A) (%owf)

14.52

1

1

2

Asam Asetat 30 % (ml/L)

ph 5

Zat pendispersi (ml/L)

0.0725

0,0735

0,072

0,07145

Carier (ml/L)

0,0735

0,5

0,1429

Suhu

100

Waktu (menit)

30

45

Air

145.2

146,5

145,6

21:36

Berat Bahan

14,52g

14,65

14,56

14,29

Pencucian

NaOH

0.1452

0,1465

0,1456

3:25

Natrium Hidrosulfit

0.29

0,29

0,29

0,29

Sabun

0.0725

0,0735

0,5

0,1429

Suhu

70

Waktu (menit)

15

Air

145.2

146,5

145,6

142,9

 

Fungsi Zat

            –     Zat warna dispersi :

Memberi warna pada bahan

            –     Zat pendispersi :

Mendispersikan/menyebarkan zat warna dalam larutan celup secara merata.

–          Zat Pengemban :

Mengemban/membawa zat warna masuk ke dalam serat dan memperbaiki kelarutan zat warna dalam larutan celup.

             –    Asam asetat :

Memberikan suasana asam (pH 4-5) pada larutan celup.

–     Na2S2O4 :

Menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi dipermukaan serat dan zat pengemban yang masih      tertinggal         di dalam serat pada proses cuci reduksi.

–          Natrium Hidroksida :

Membantu mengaktifkan Natrium hidrosulfit.

–          Sabun :

      Sabun berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa

      zat warna yang masih menempel pada permukaan kain.

3.3. Cara keja

3.3.1  Pencelupan

–          Alat-alat yang akan dipakai dibersihkan, berat bahan dan zat-zat yang akan digunakan ditimbang

–          Zat warna dispersi dibuat pasta dengan air dingin dan bila perlu ditambahkan zat pendispersi, kemudian ditambah air hangat sampai terdispersi sempurna.

–          Kedalam gelas porselen, masukan air yang bersuhu 40 0C sesuai vlot yang ditentukan, zat pendispersi, masukan bahan lalu diaduk sempurna.

–          Masukan larutan zat warna dan asam asetat setelah pencelupan berlangsung 10 menit pada gelas porselen yang telah berisi larutan

 

–          diatas, Pencelupan dilakukan pada suhu dan waktu yang ditentukan. Dilanjutkan dengan penurunan suhu menjadi 70oC.

–          Setelah proses tersebut selesai, bahan dicuci, direduksi, dicuci, disabun dan dibilas.

 

3.4.   Diagram alir dan Skema Proses

 

Pembuatan larutan celup dan persiapan bahan

 

 Diagram alir :

 

 

 
   

 

                                                                                       

 

 
   

 

 

Proses Reduksi Clearing

 

 

       
     
 
 

Pencucian

 

 

 

 

 

 

 

 

           

Skema proses :

1. Proses Pencelupan

 

zat pengemban                                    100 0C            

zat pendispersi                                                                                                           

Bahan              asam asetat                                                                 

                        Zw                                                                  

           

    60-70 0C                                                                                                     

 

 

                       

        0              10               20                               60             ( dalam menit )                       

2. Proses  Reduksi Clearing

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.5.  Hasil Percobaan (Sampel)

3.5.1 Variasi Zat Warna Dispersi dan Carier

Resep 1

Resep 2

Resep 3

Resep 4

 

 

 

 

           

            3.5.1 Hasil Evaluasi Tahan Gosok

orang ke-

1

2

3

4

kapas

4

4

4

4

polyester

4,5

4,5

4,5

4,5

 

 

 

IV.       Diskusi

Setelah proses pencelupan dilakukan dan melakukan variasi resep, pada metode ini terdapat proses cuci reduksi. Cuci reduksi ini dilakukan agar zat warna maupun zat pengemban yang hanya terdapat pada permukaan serat saja dapat hilang. Terlihat pada kain terdapat perubahan warna setelah cuci reduksi karena sesuai resepnya yang memakai zat warna paling banyak dengan carier yang seimbang ketuaan warna pun sama antara orang ke tiga dan ke empat. Tetapi terlihat perbedaaan yang mencolok pada kain ke dua dan ke tiga, warna yang dihasilkan berbeda kecerahannya. Dan antara orang ke satu dan ke dua terlihat orang ke satu lebih tua warnanya dibanding orang ke dua. Hal itu bisa terjadi karena berbagai kemungkinan diantara lain ;

–          Kain ke satu yang tidak memakai carier bisa lebih tua warnanya dibanding kain ke dua karena zat warna yang dipakai yaitu yang jenis molekulnya kecil maka zat warna dapat masuk ke dalam serat tanpa menggunakan carier.

–          Carier itu mempunyai fungsi membawa zat warna masuk ke dalam serat dan memperbaiki larutan celup. Bila zat warna yang jenis molekulnya kecil itu pada saat memakai carier memang masuk ke dalam serat tetapi apabila carier tersebut terlalu banyak atau sudah mencapai titik jenuhnya carier itu dapat membawa zat warna yang sudah berikatan dengan serat menjadi migrasi ke fasa larutan kembali.

–          Pada proses cuci reduksi pun dapat berpengaruh pada hasil kain yang akan diperoleh, apabila cuci reduksi kurang baik maka kain hasil pencelupan pun akan kurang baik. Kain ke satu lebih tua daripada kain kedua bisa saja terjadi karena cuci reduksi yang kurang baik. Cuci reduksi akan menghilangkan carier yang ada dalam serat dan menghilangkan zat warna yang ada pada permukaan serat dan bila carier masih membawa serat dan carier terlepas dari serat maka warna yang terkandung pada serat akan lebih sedikit dan ketuaan warna akan lebih rendah. Bila cuci reduksi kurang baik pun zat warna yang masih menempel pada permukaan serat akan tetap pada permukaan serat maka pada saat hasil pencelupan pun dapat terlihat dan mempengaruhi perbandingan ketuaan warna yang dihasilkan.

–          Pada proses pencelupan dengan variasi waktu pencelupan pun terlihat perbedaan ketuaan warna yang dihasilkan, karena waktu pencelupan itu mempengaruhi lamanya proses fiksasi zat warna itu masuk ke dalam serat. Maka dari itu, apabila waktu pencelupan lebih sedikit maka proses fiksasi masuknya zat warna ke dalam serat pun akan lebih singkat yang mengakibatkan ketuaan warna akan berbeda. Bila waktu pencelupannya lebih lama maka akan lebih tua warnanya dibandingkan warna kain yang proses pencelupannya sebentar. Ini terlihat pada kain ke dua dan ke tiga.

–          Perbedaan konsentrasi zat warna pun akan sangat jelas terlihat perbedaannya karena semakin banyak konsentrasi zat warna yang dipakai pada saat pencelupan maka akan dihasilkan ketuaan warna yang lebih baik.

–          Pada hasil evaluasi uji tahan gosok terdapat hasil uji yang sama dari kain satu sampai kain dua, yang dapat diartikan bahwa variasi waktu pencelupan, konsentrasi zat warna dan penambahan zat pengemban tidak mempengaruhi kelunturan terhadap gosokan.

 

  1. V.    Kesimpulan

            Zat Warna dispersi adalah zat warna yang mewarnai serat hidrofob (kain polyester), zat warna ini pun sukar larut maka penambahan carier itu penting untuk membawa zat warna ke dalam serat. Begitu pula waktu pencelupan yang sedikit lebih lama itu dapat memberi warna yang lebih tua karena berpengaruh pada proses fiksasi zat warna ke dalam serat.

            Cuci reduksi dapat mempengaruhi dan memperbaiki tahan gosok. Reduksi clearing dapat menghilangkan sisa-sisa zat warna yang tidak terfiksasi dan menghilangkan carier yang masih terdapat dalam serat.

            Maka hasil pencelupan serat polyester dengan menggunakan zat warna dispersi dengan metoda penambahan carier yang optimal itu ada pada kain ke empat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

VI.  Daftar Pustaka

  1. Ir. Rasjid Djufri, M. Sc; G.A. Kasoenarno, Bk. Teks; Astini Salihima, S. Teks; Arifin Lubis, S.Teks, “Teknologi pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan“,  Institut Teknologi Tekstil, 1976, Bandung.
  2. Astini Salihima, S.Teks; Hendrodyantopo, S.Teks; Soenaryo, S.Teks;             Ir. Rasjid Djufri, M.Sc, “ Pedoman Praktikum Pengelantngan dan Pencelupan“ , Institut Teknologi Tekstil, 1978, Bandung.
  3. P. Soeprijono S.Teks, Poerwanti S.Teks, Widayat S.Teks, Jumaeri S.Teks “ Serat- Serat Tekstil “,Institut Teknologi Tekstil, 1973, Bandung