Batik

BATIK

 

  1. Maksud dan tujuan

Maksud

Melakukan proses pembatikan

Tujuan

Melakukan proses pembatikan pada kain kapas 100% dengan menggunakan zat warna reaktif

 

  1. Teori dasar

KAPAS

Struktur Fisik Serat Kapas

Bentuk dan ukuran penampang melintang serat kapas dipengaruhi oleh tingkat kedewasaan serat yang dapat dilihat dari tebal tipisnya dinding sel. Serat makin dewasa dinding selnya makin tebal. Untuk menyatakan kedewasaan serat dapat dipergunakan perbandingan antara tebal dinding dengan diameter serat. Serat dianggap dewasa apabila tebal dinding lebih dari lumennya.

Pada satu biji kapas banyak sekali serat, yang saat tumbuhnya tidak bersamaan sehingga menghasilkan tebal dinding yang tidak sama. Seperlima dari jumlah serat kapas normal adalah serat yang belum dewasa. Serat yang belum dewasa adalah serat yang pertumbuhannya terhenti karena suatu sebab,misalnya kondisi pertumbuhan yang jelek, letak buah pada tanaman kapas dimana bnuah yang paling atas tumbuh paling akhir, kerusakan karena serangga dan udara dingin, buah yang tidak dapat membuka dan lain-lain. Serat yang belum dewasa kekuatannya rendah dan apabila jumlahnya terlalu banyak, dalam pengolahan akan menimbulkan limbah yang besar.

            

     Gambar I   PENAMPANG MEMBUJUR (KIRI) DAN

     MELINTANG (KANAN) SERAT KAPAS

   Sumber : W. V. Bergen and W. Krauser , “Textile Fiber Atlas” p. 32, 1994

 

Struktur Kimia Serat Kapas

Apapun sumbernya derivat selulosa secara prinsif memiliki struktur kimia yang sama. Hal ini bisa terlihat pada analisa hidrolisis, asetolisis dan metilasi yang menunjukan bahwa selulosa pada dasarnya mengandung residu anhidroglukosa. Subsequent tersebut menyesun molekul glukosa(monosakarida) dalam bentuk β-glukopironase dan berikatan bersama-sama yang dihubungkan pada posisi 1 dan 4 atom karbon molekulnya. Formula unit pengulanganya menyerupai selobiosa (disakarida) yang kemudian membentuk selulosa (polisakarida).

 

Gambar II. STRUKTUR KIMIA (a) SELOBIOSA, (b) SELULOSA

Sumber: Gascoigne & Gascoigne, Biological Degradation of Cellulose “The Chemistry and Physics of Cellulose”, p. 3. 1960 )

Sifat Fisika Serat Kapas

Warna

Warna serat kapas secara umum adalah putih cream, tetapi sesungguhnya terdapat bermacam-macam warna putih. Pengaruh mikroorganisme menyebabkan warna kapas menjadi suram. Dalam kondisi cuaca yang jelek , warna kap[as menjadi sangat gelap abu-abu kebiruan. Kapas yang pertumbuhannya terhenti akan berwarna kekuningan. Warna kapas merupakan salah satu factor penentu grade.

Kekuatan

Kekuatan serat kapas terutama dipengaruh oleh kadar selulosa dalam serat, panjang rantai dan orientasinya. Kekutan serat kapas perbundel rata- rata adalah 96.700 pound per inci2 dengan minimum 70.000 dan maksimum 116.000 pound per inci2. Kekuatan serat bukan kapas pada umumnya menurundalam keadaan basah, tetapi sebaliknya kekuatan serat kapas dalam keadaan basah makin tinggi.

Mulur

Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat selulosa alam, kira-kira dua kali mulur rami. Diantara serat alam hanya sutera dan wol yang mempunyai mulur lebih tinggi dari kapas. Mulur serat kapas berkisar 4 – 13 % bergantung pada jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %.

Moisture Regain

Serat kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air, dan air mempunyai pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat. Serat kapas yang sangat kering bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture regain serat kapas bervariasi dengan perubahan kelembaban relatif atmosfir sekelilingnya. Moiture regain serat kapas pada kondisi standar berkisar antara 7 – 8,5 %

Sifat Kimia Serat Kapas

Serat kapas sebagian besar tersusun atas selulosa maka sifat-sifat kimia kapas sama dengan sifat kimia selulosa. Serat kapas umumnya tahan terhadap kondisi penyimpanan, pengolahan dan pemakaian yang normal, tetapi beberapa zat pengoksidasi dan penghidrolisa menyebabkan kerusakan dengan akibat penurunan kekuatan

Kerusakan karena oksidasi dengan terbentuknya oksiselulosa biasanya terjadi dalam proses pemutihan yang berlebihan, penyinaran dalam keadaan lembab atau pemanasan yang lama suhu diatas 140oC.

ZAT WARNA REAKTIF

Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat berikatan dengan serat selulosa secara kovalen. Oleh karenanya mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik.

Zat warna ini terdiri dari dua jenis yaitu reaktif panas dan reaktif dingin. Reaktif dingin mempunyai gugus reaktif yang lebih banyak sehingga kurang memerlukan suhu tinggi (jenis triklorotriazin) sedang reaktif panas memerlukan suhu tinggi dalam penggunaannya. Keunggulan zat warna reaktif dalam pemakaiannya adalah warna yang dihasilkannya sangat cerah dan mudah sekali penggunaannya.

Fiksasinya dapat dilakukan dengan beberapa cara ditinjau dari segi ekonomi, diantara cara-cara tersebut yang paling menguntungkan adalah cara fiksasi tunggal, yaitu fiksasi yangdilakukan bersamaan antara alkali dan zat warnanya. Proses fiksasi zat warna iniberlangsung dengan bantuan alkali, selain itu faktor penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan zat warna reaktifadalah kestabilan pasta capnya dan kemungkinan terjadinya penodaan warnadasar saat pencucian sehingga dipilih medium pengental yang tahan terhadap alkali dan tidak melakukan reaksi dengan zat warna reaktif yakni alginate atau emulsi yang terbuat dari agar-agar rumput laut yang dalam perdagangan dikenal dengan nama manutex. Pengental sintetik dari jenis asam poliakrilatdapat digunakan sebagai pengganti natrium alginat serta dapat memberikanhasil pewarnaan yang lebih memuaskan dan lebih mudah dihilangkan.

Pemilihan jenis alkali berdasarkan pada kereaktifan zat warna yang digunakanserta kestabilan pasta capnya adalah natrium bikarbonat selain harganyamurah juga memberikankestabilan pasta cap yang tinggi. Penambahan alkalipada pasta cap sebaiknya dilakukan pada saat pasta cap digunakan untukmenghindari hidrolisa zat warna. Jika digunakan zat warna reaktif yangmempunyai kestabilan yang cukup tinggi dapat digunakan natrium karbonatatau soda kostik karena akan memberikan hasil pewarnaan yang lebih tinggi. Untuk mencegah terjadinya reduksi yang dapat menurunkan warna dipakai resist salt atau zat anti reduksi.

 

BATIK

Batik merupakan sejenis tenunan dengan warna – warna yang berbeda. Bahan atau material yang dipakai antara lain adalah katun, sutra, campuran lilin dan damar plus cat.

Batik sebagai bahan sandang nasional, proses produksinya masih perlu ditingkatkan efisiensi produknya terutama Batik Tulis, karena proses pembuatannya memerlukan waktu yang cukup lama. Di samping Batik Tulis terdapat juga Batik Cap.

Pada proses pembuatan pola batik secara pencapan tidak dilakukan seperti halnya proses pencapan biasa, yaitu tidak mengalami proses pembangkitan (fiksasi), pencucian dan penambahan zat pembantu pada pasta cap. Hal ini disebabkan tidak diinginkan terjadinya reaksi antar zat warna dengan serat, agar zat warna hanya menempel sementara pada permukaan kain. Tetapi meskipun demikian diharapkan hasil pencapan mempunyai tahan luntur warna terhadap gosok dan sinar yang cukup baik.

Adapun urutan pembuatan pola batik secara pencapan adalah sebagai berikut :

  1. Pembuatan motif pada screen.

Motif batik dibuat klise yaitu digambar pada kertas kodaktrase atau kertas kalkir dengan tinta bak, kemudian diafdruk/dipindah ke screen. Obat yang digunakan untuk afdruk dapat dengan chroom gelatin, Ulano, dan sebagainya.

  1. Pembuatan pasta cap.

Pasta cap terdiri dari zat warna, pengental dan air tanpa zat pembantu. Zat warna dilarutkan dengan sedikit air dingin, pengental dicampurkan pada pasta zat warna kemudian diaduk sampai rata sambil ditambah air.

  1. Pencapan pada bahan.

Pencapan pasta cap pada bahan dilakukan secara manual (hand screen printing).

  1. Pengeringan.

Pengeringan dilakukan di ruangan yang teduh selama sekitar 30 menit, kemudian baru dapat dibatik.

Pada proses pembatikan digunakan suatu alat yang disebut canting. Canting adalah sebuah alat kecil dari tembaga yang diisi lilin, dipergunakan untuk memberi gambaran pada bahan batik.

Macam – macam canting tersebut adalah sebagai berikut :

Ä    Canting “isen – isen” mempunyai tempat menuangkan cairan lilin yang sangat tipis dan dipakai untuk membuat garis – garis seindah mungkin dan titik – titik yang kecil.

Ä    Canting “kyandangen”. Alat ini mempunyai tempat untuk menuangkan lilin yang telah memutih pada saat pemrosesan pertama.

Ä    Canting “penanggang” biasanya untuk melumurkan lilin pada permukaan kain yang lebar.

Ä    Canting “penembok” mempunyai cerat yang sangat lebar untuk menutupi bagian – bagian kain yang terlindung oleh lilin.

Ä    Canting “pengada” mempunyai dua buah cerat untuk menggambarkan garis – garis yang paralel (sejajar).

 

  1. Alat dan bahan

BAHAN

  • Kain Kapas
  • Zat Warna Naftol
  • TRO/Spirtus
  • NaoH 38­oBe
  • Garam Diazonium
  • CH3COOH
  • CMC 7 %
  • Air
  • Malam

 

ALAT

  • Canting
  • Kompor minyak dan wajan kecil
  • Panic besar
  • Kuas kecil
  • Gelas

 

  1. Fungsi Zat

Malam                   : Untuk merintangi zat warna

CMC 7 %              : sebagai pengental untuk membantu melekatkan zat warna pada bahan

Na2CO3                 : sebagai zat pembantu fiksasi

Zat warna              : mewarnai bahan

NaCl                      : Membantu penyerapan zat warna reaktif

 

  1. Resep pencelupan

Pencelupan

Zat Warna Reaktif                        : 3%

Na2CO3                             : 10 g/l

NaCl                                  : 10 g/l

Vlot                                   : 1 : 20

Suhu                                  : Dingin

Waktu                               : 10’ – 15’

 

Pencoletan

Zat warna reaktif              : 2%

CMC 7 %                          : 700 g/l

Air                                     :     x g/l

 

Pelorodan

Vlot                       : 1 : 20

Na2CO3                 : 2 g/l

  1. Diagram alir
 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Perhitungan resep

Berat bahan                       :           224 x 60/100 = 134,4 gram

Vlot                                   :           20 x 134,4 = 2688 ml/gram

Zat warna                          :           3/100 x 134,4 = 4,032 gram

( yellow )                           :           4,032 – 0,5 =3,532 gram

( Reaktif blue M2R)          :           0,5 gram

Na2CO3                             :           10/1000 x 134,4 = 1,344 gram

NaCl                                  :           10/1000 x 134,4 = 1,344 gram

 

  1. Diskusi

Pencelupan batik dilakukan dalam suasana dingin oleh karena itu zat warna yang digunakan menggunakan zat warna yang pencelupannya dilakukan pada suhu dingin/ ruangan. Pada praktikum ini dilakukan pencelupan dengan zat warna reaktif. Adapun cirri-ciri dari batik yaitu :tembus motifnya ke bagian belakang, detail ragam hias batik asli sederhana, ada motif pecahan/ retakan yang tidak akan sama pada motif batik, menggunakan lilin batik sebagai pembentuk pola dan perintang warna.

      Pada proses pembuatan motif pada kain putih dilakukan dengan menggunakan pensil supaya tidak terlihat membekas pada kain. Motif disesuaikan dengan ciri-ciri batik yaitu sederhana dan terdapat titik-titik motif yang merupakan cirri dari motif asli. Kemudian ketika motif sudah beres, dilakukan proses pencantikan pada motif yang telah dibentuk. Pada proses ini harus diperhatikan suhu pada lilin batik. Usahakan jangan terlalu panas karena akan menyebabkan lilin encer dan meleber ketika akan menyanting motif dan jika dingin maka lilin tidak akan keluar oleh karena itu usahakan lilin tidak terlalu panas agar motif rapi dan sesuai motif yang diinginkan. Canting yang digunakan disesuaikan dengan motif yang diinginkan apabila garis tipis maka digunakan canting yang mempunyai lubang kecil. Kemudian dilakukan nerusi yaitu notif decanting pada bagian belakang bolak-balik (harus nembus pada bagian belakang kain). Pada proses ini dilakukan agar ciri dari batik asli tercapai. Ketika selesai pencantingan maka kita harus mengecek apakah lilin sudah nembus atau belum.

      Pewarnaan area motif dengan pencoletan dilakukan dengan memerhatikan zat warna dan kekentalan pasta kekentalan nya seperti air agar bias nimbus dan tidak terlalu kental. Proses nembok dilakukan agar menutupi bagian motif ketika akan dicelup. Dan jangan terlalu panas pada penggunaan lilin batiknya. Yang terakhir dilakukan proses pencelupn dan pelorodan kain batik.

 

Kerataan

Kerataan pada proses pencelupan dipengaruhi oleh waktu celup dan zat warna yang digunakan. Proses pencelupan disesuaikan dengan zat warna yang digunakan. Sedangkan kerataan motif dipengaruhi oleh proses nembok dengan lilin batik. Usahakan lilin merata dan menutupi semua bagian motif karena jika ada yang tidak tertutupi akan ikut tercelup dan membuat warna menjadi belang. Pada bagian ini dilakukan bolak-balik agar celupan batik asli didapatkan.

 

Ketajaman

Ketajaman motif dipengaruhi dari proses nembok atau penutupan motif dengan lilin karena apabila penutupan motif dengan malam kurang kuat, maka motif yang diperoleh akan mempunyai ketajaman motif yang rendah, warana kurang terserap pada bagian motif pada saat proses pencelupan. Pencantingan pun berpengaruh karena jika terlalu meleber maka motif akan tidak tepat juga. Pada pelodoran harus bersih dari lilin karena jika masih ada sisa lilin maka akan mempengaruhi warna dari warna zat warnanya.

 

  1. Kesimpulan

Dari data hasil percobaan, teori pendekatan dan pembahasan terhadap proses batik tulis pada kain kapas 100% dengan menggunakan zat warna Reaktif dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada pencoletan dan proses nembok, keadaan lilin mempengaruhi ketajaman motif

2. Penutupan motif harus rata, dilakukan bolak-balik dan lilin jangan terlalu meleber

3. Pencelupan dilakukan sesuai dengan zat warna yang digunakan dan pelorodan dilakukan dengan air mendidih dan sampai bersih dari lilin agar tidak mengubah warna dari celupan

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Arifin Lubis dkk, Teknologi Pencapan Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 1998

Catatan Pencapan I, Agus Suprapto

Pencelupan Nylon Menggunakan ZW Asam

  1. Serat Poliamida

Polymer poliamida (nylon) adalah polimer yang dibentuk dari asam karboksilat dan amino. Jenis asam karboksilat dan amino sangat bervariasi sehingga terbentuk poliamida yang sangat bervariasi, misalnya nylon 6, nylon 66, nylon 11 dll. Yang paling banyak diproduksi adalah 6 dan 66. Gugus penghubung (-OH-CO-), nylon 6 dibuat dari senyawa kaprolaktom dan nylon 66 dibuat dari senyawa asam adipat dengan heksa metilen diamina.        

H2N – CONH – CONH – CONH – COOH

Ujung ujung polimer terdapat gugus fungsi NH2 (amino) dan COOH (karboksilat) dan sebagai penghubungnya adalah gugus amida (-CONH-). Jumlah NH2 dan COOH tergantung pada banyaknya polimer yang menyusun sebuah serat . RH standar 4,0 – 4,5 % karena serat poliamida ini mempunyai gugus fungsional maka serat ini masih mungkin bereaksi dengan zat-zat lain sedangkan poliester tidak mempunyai gugus fungsional sehingga daya serapnya lebih besar dari poliester (sekitar 4,5). Gugus NH2 bersifat basa lemah yang dapat menarik air dan gugus karboksilat . Yang membedakan antara nylon 6 dan nylon 66 adalah sifat fisikanya sedangkan sifat kimianya relatif kimia, misalnya titik leleh nylon 6 = 2150C <nylon 66 = 2500C, penyerapan nylon 6 > nylon 66 ini disebabkan oleh perbedaan struktur fisik yaitu perbedaan DO dan DK. Poliamida ini dapat dicelup dengan zat warna dispersi asam (kompleks logam, mordan) dispersi – reaktif.

  1. Pembuatan Poliamida (Nylon)

Nilon atau poliamida yang dibuat dari heksa metilen diamina dan asam adipat,

NH2(CH2)6NH2 + COOH(CH2)4COOHà NH2(CH2)6NHCO(CH2)4COOH + H2O

           heksa metilena diamina                     asam adipat

 

       Kemudian molekul-molekul tersebut bereaksi lagi membentuk molekul yang panjang. Pembuatan nilon diawali dengan pembuatan bahan baku yaitu asam adipat dan heksa metilena diamina. Asam adipat dibuat dari fenol melalui pembentukan sikloheksanol dan sikloheksanon. Sedangkan heksa metilena diamina dibuat dari asam adipat dengan melalui pembentukan amida dan nitril. Setelah bahan baku diperoleh maka dilakukan pembuatan polimer yang didahului dengan pembuatan daram nilon, polimerisasi dan penyetopan panjang rantai. Pada pembuatan garam nilon asam adipat dan heksa metilena diamina dilarutkan dalam metanol secara terpisahdan setelah dicampurkan akan terbentuk endapan heksametilena diamonium adipat (garam nilon).              Pada pemintalan nilon kehalusan filamen tidak bergantung pada diameter lubang spineret, tetapi bergantung pada :

ÆSifat polimer.

ÆKecepatan penyemprotan polimer melalui spineret

ÆKecepatan penggulungan filamen

Untuk mendapatkan derajat orientasi tinggi, filamen yang terbentuk ditarik dalam keadaan dingin. Panjangnya kira-kira menjadi empat atau lima kali panjang semula.

 

  1. Sifat Polyamida/Nylon
  2. Kekuatan mulurnya

Nilon mempunyai kekuatan dan mulur berkisar dari 8,8 gram per denier dan 18 %, sampai 4,3 gram per denier dan 45 %. Kekuatan basahnya 80-90 % dari kekuatan kering.

  1. Tahan gosokan dan tekukan

Tahan gosok dan tekukan nilon tinggi sekitar 4-5 kali dari tahan gosok wol.

  1. Elastisitas

Selain mulurnya tinggi (22 %), nilon juga mempunyai elastisitas tinggi. Pada penarikan 8 % nilon elastis 100 % dan pada penarikan 16 %, nilon masih mempunyai elastisitas 91 %.

  1. Berat jenis

Berat jenis nilon 1,14.

  1. Titik leleh

Nilon meleleh pada suhu 263oC dalam atmosfer mitrogen dan diudara pada suhu 250oC.

  1. Sifat kimia

Æ  Nilon tahan terhadap pelarut dalam pencucian kering.

Æ  Nilon tahan terhadap asam encer.

Æ  Dalam HCl pekat mendidih dalam beberapa jam akan terurai menjadi asam adaipat dan heksa metilena diamonium hidroklorida.

Æ  Nilon sangat tahan terhadap basa.

Æ  Pelarut yang bisa melarutkan nilon diantaranya asam formiat, kresol dan fenol.

  1. Sifat biologi

Æ  Nilon tahan terhadap serangan jamur, bakteri, dan serangga.

  1. Moisture Regain

Pada kondisi standar (RH 65 % dan suhu 21oC) moisture regain nilon 4,2 %.

 

  1. Zat Warna Asam

Zat warna asam adalah zat warna yang pada proses pencelupannya mempergunakan asam untuk membantu penyerapan zat warna, atau zat warna yang merupakan garam natrium asam-asam oganik dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna. Zat warna asam mempunyai afinitas terhadap serat-serat protein dan poliamida misalnya serat wol dan poliamida.

  1. Struktur kimia zat warna asam

Struktur kimia zat warna asam menyerupai zat warna direk, merupakan senyawa yang mengandung gugus-gugus sulfonat atau kaboksilat sebagai gugus pelarut.

ÆGolongan 1

Yakni zat warna asam derivat trifenilmetan misalnya Xylene Blue VS (C.I. Acid Blue).

 

 

 

 

ÆGolongan 2

+

N (C2H5)2

 

Yakni zat warna asam derivat Xanten misalnya Lissamine Rhodamine B (C.I. Acid Red 52).

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ÆGolongan 3

Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa nitroaromatik, misalnya Naphtol Yellow 1 (C.I. Acid Yellow 1).

 
 

 

 

 

 

 

 

 

ÆGolongan 4

Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa Azo misalnya Azo-Garanine 2G (C.I. Acid Red 1).

 
 

 

 

 

 

 

 

 

ÆGolongan 5

Yakni zat warna asam yang mempunyai inti pirazplon, misalnya Tartrazine

 
 

 

 

 

 

 

 

ÆGolongan 6

Yakni zat warna asam derivat antrakwinon, misalnya Solvay Blue B (C.I. Acid Blue 45).

 
 

 

 

 

 

 

 

 

Menurut cara pemakaiannya zat warna asam dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu sebagai berikut :

ÆGolongan 1 (LEVELLING)

Yakni zat warna asam yang memerlukan asam kuat dalam pencelupannya misalnya dengan asam formiat atau asam sulfat agar pH larutan celup dapat mencapai 3,5 – 4,5 sehingga penyerapan zat warna lebih besar. Zat warna golongan ini sering disebut zat warna asam terdispersi molekuler atau zat warna asam celupan rata, yang pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik tetapi ketahanan cucinya kurang.

ÆGolongan 2 (SUPER MILING)

Yakni zat warna asam yang memerlukan asam lemah dalam pencelupannya, misalnya asam asetat, untuk memperoleh pH antara 5,2 – 6,2. Penambahan elektrolit kedalam larutan celup akan memperbesar penyerapan hingga sukar memperoleh celupan rata. Zat warna ini mempunyai sifat lebih mudah membentuk larutan koloidal.

ÆGolongan 3 ( MILLING )

Yakni zat warna asam yang tidak memerlukan panambahan asam dalam pencelupannya. Pada temperatur rendah zat warna ini terdispersi koloidal, meskipun pada temperatur mendidih akan terdispersi molekuler.

Zat warna ini sering disebut zat warna asam milling, zat warna asam celupan netral atau zat warna asam berketahanan baik.

Sifat

Golongan Zat Warna Asam

Leveling

Milling

Super Milling

Tahan luntur warna (basah)

Kurang

Baik

Sangat baik

Cara celup

Asam sulfat

Asam asetat

Amonium asetat

pH pencelupan

2 – 4

4 – 6

6 – 7

Kerataan

Baik

Agak kurang

Sangat kurang

Sifat zat warna

BM rendah

Larutan molekul larut tinggi

BM rendah

Larutan molekul larut rendah

BM tinggi

Larutan molekul larut rendah

Afinitas anion

Rendah

Tinggi

Sangat tinggi

  1. Pencelupan Serat Poliamida Dengan Zat Warna Asam

Serat nilon/poliamida merupakan serat sintetik, zat warna asam dapat digunakan untuk mencelup serat nilon. Zat warna asam yang mengandung logam dapat digunakan untuk mencelup warna tua dengan ketahanan yang cukup tinggi. Tetapi tidak dapat menutupi kekurangan molekul poliamida dalam serat.

Dalam mekanisme pencelupan serat poliamida dengan zat warna asam, gugusan amina primer pada molekul poliamida memegang peranan penting. Gugusan amina tersebut mudah mengikat ion hidrogen untuk membentuk gugusan amonium. Gugusan ini yang dapat mengikat anion zat warna. Tetapi karena jumlah gugusan amina sangat sedikit maka diperoleh penyerapan yang besar terutama pada pencelupan yang menggunakan campuran zat warna yang mempunyai daya serap yang berbeda.

  1. Mekanisme Pencelupan

Serat poliamida mempunyai gugus sebagai berikut :

Gugus ujung amino (NH4), gugus ujung karboksil (COOH) dan gugusan amida. Dengan menghilangkan gugus-gugus lain yang tidak penting dalam pencelupan ini maka struktur rantai molekul poliamida, dalam suasana asam berbeda-beda, dapat ditulis sebagai berikut :

 

H2N     —-     NH     —-     COOH

             keadaan netral                     keadaan asam lemah

 

NH3 – NH – COO à NH3+ – NH – COOH à NH3+ – NH3+ – COOH

      (asam lemah)                              (keadaan asam sangat kuat pH <2)

 

Ada 3 hal yang dapat dibedakan :

  1. pH 9 – 6

     Pada bagian ini asam diabsorbsi, serat menerima proton yang ditangkap oleh gugus ujung amono.

NH2 – NH – COOH + H+

                                                            NH3+ – NH – COOH

     NH3+ – NH COO + H+

  1. pH 6 – 2,5

Penambahan asam selanjutnya hanya mengecilkan pH larutan, serat tidak menerima tambahan proton.

  1. pH dibawah 2,5

Pada bagian ini serat mengabsorbsi asam lagi. Hal ini dapat diduga bahwa proton ditangkap oleh gugus amino.

NH3+ – NH – COOH + H+ à NH3+ – NH2+ – COOH

Muatan positif pada gugus-gugus tersebut dapat mengambil anion dengan membentuk ikatan garam. Suatu zat warna asam mengandung sebuah atau beberapa anion gugus asam, misalnya gugus asam sulfonik (-SO3H). Bila gugus sisa molekul zat warna disebut F, maka beberapa macam jenis zat warna asam dapat ditulis sederhana.

Zat warna asam mempunyai afinitas yang baik dalam daerah pH netral, dapat berikatan dengan serat. Pemberian elektrolit yang menghambat penyerapan zat warna asam pada serat nilon disebabkan karena anion elektrolit memiliki struktur yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah bergerak dan berikatan dengan serat. Atan tetapi karena ikatan tersebut lemah, pada akhirnya ikatan tersebut dapat digantikan dengan ikatan antara zat warna dengan seratnya.

 

 

1.1.1.      Pencucian Reduksi

  • Sabun teepol         1 cc/L
  • NaOH                   2 g/L
  • Na2S2O4                     2 g/L
  • Vlot                      1 : 20
  • Suhu                     80oC
  • Waktu                   10 menit

 

1.1     Diagram Alir

 
 

 

 
 

 

 
 

 

 

 

1.2     Skema Proses

1.2. 

1.3. 

Buffer

Zat perata

Asam

Kain

NaCl

 

ZW

 

45’

 

15’

 

40’

 

10’

 

10’

 

40oC

 

100oC

 

 

 

1.3     Fungsi Zat

  1. Zat warna asam milling berfungsi mencelup dan memberi warna pada serat poliamida.
  2. Asam asetat berfungsi mengatur pH larutan celup (pH 5-6) dan memberikan suasana asam pada proses pencelupan agar pencelukpan dengan zat warna asam optimum.
  3. Na Asetat berfungsi sebagai buffer atau larutan penyangga agar pH larutan celup stabil.
  4. NaCl berfungsi menambah penyerapan zat warna dalam kondisi asam dan menghambat penyerapan zat warna pada kondisi sedikit asam.
  5. Na2CO3 berfungsi menghilangkan sisa zat warna pada permukaan serat ketika proses pencelupan.
  6. Teepol berfungsi menghilangkan sisa zat warna yang tidak mewarnai serat dan juga sisa zat proses.Penelupan

PENCELUPAN SERAT POLIESTER – KAPAS DENGAN ZAT WARNA DISPERSI – DIREK

PENCELUPAN SERAT POLIESTER – KAPAS

DENGAN ZAT WARNA DISPERSI – DIREK

 

  1. MAKSUD DAN TUJUAN.

I.1. Maksud    : Mencelup kain poliester – kapas dengan zat warna dispersi – direk.

I.2. Tujuan     : Mengetahui resep optimal dan perbandingan variasi pada metode pencelupan serat poliester – kapas dengan zat warna dispersi – direk.

 

  1. TEORI DASAR.

II.1. Serat poliester.

            Serat poliester merupakan suatu polimer yang mengandung gugus ester dan memiliki keteraturan struktur rantai yang menyebabkan rantai-rantai mampu saling berdekatan,sehingga gaya antar rantai polimer poliester dapat bekerja membentuk struktur yang teratur.

            Poliester merupakan serat sintetik yang bersifat hidrofob karena terjadi ikatan hidrogen antara gugus – OH dan gugus – COOH dalam molekul tersebut. Oleh karena itu serat polierter sulit didekati air atau zat warna.Serat ini dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol.

            Untuk dapat mendekatkan air terhadap serat yang hidrofob,maka kekuatan ikatan hidrogen dalam serat perlu dikurangi.Kenaikan suhu dapat memperbesar fibrasi molekul,akibatnya ikatan hidrogen dalam serat akan lemah dan air dapat mendekati serat.Disamping sifat hidrofob,faktor lain yang menyulitkan pencelupan ialah kerapatan serat poliester yang tinggi sekali sehingga sulit untuk dimasuki oleh molekul zat warna.Derajat kerapatan ini alan berkurang dengan adanya kenaikan suhu karena fibrasinya bertambah dan akibatnya ruang antar molekul makin besar pula.Molekul zat warna akan masuk dalam ruang antar molekul.

II.1.1. Sifat poliester

II.1.1.1 Sifat fisika

1. Elektrostatik

            Serat poliester sangat menimbulkan elektrstatik selama proses.Selain itu kain poliester bila bersentuhan dengan kulit akan menyebabkan timbulnya listrik statis.Oleh karena itu perlu ditambahkan sifat anti statik pada serat poliester

2.Berat jenis

            Serat poliester memiliki berat jenis 1,38 g/cm3.

3.Morfologi

            Serat poliester berbentuk silinder dengan penampang melintang bulat.

4.Kandungan air

            Serat sintetik pada umumnya memiliki kandungan air yang rendah yaitu antara 0-3 % .Serat poliester sendiri memiliki kandungan air 0,4 %

5.Derajat kristalinitas

            Derajat kristalinitas adalah faktor penting untuk serat poliester,karena derajat kristalinitas serat sangat berpengaruh pada serap zat warna ,mulur, kekeuatan tarik,stabilitas dimensi, serta sifat-sifat lainya.

6.Pengaruh panas

            Serat poliester tahanh terhadap panas sampaipada suhu 220 C, diatas suhu ini akanmwemepengaruhi kekuatan, mulur, dan warnanya menjadi kekuningan. Suhu 230-240 C menyebabkan poliester melunak, suhu 260 C menyebabkan poliester meleleh.

7.Sifat Elastis

            Polioeater memiliki sifat elastisitas yang baik dan ketahanan kusut yang baik.

 

II.1.2. Sifat Kimia

Poliester tahan asam lemah meskipun pada suhu mendidih, dan tahan asam kuat dingin. Polieater tahan basa lemah tapi kurang tahan basa kuat. Poliester tahan zat oksidator, alkohol, keton, sabun, dan zat-zat untuk pencucian kering. Polieater larut dalam metakresol panas, asam trifouro asetat-orto-cloro fonol.

 

II.2.Serat kapas

Serat kapas merupakan serat alam dengan komposisi sebagai berikut:

1. Selulosa

Selulosa merupakan polimer linier yang tersusun dari kondensasi molekul-molekul glukosa.

Derajat polimerisasinya sekitar 10.000 dengan berat molekul 1.580.000. Selulosa mengandung gugus hidroksil yaitu 1 gugus promer dan 2 gugus sekunder. Selulosa terdapat pada dinding primer dan dinding sekunder.

 

 

2. Pektin

      Pektin adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi dan mempunyai struktur molekul seperti selulosa. Terutama terdiri dari susunan linier asam d-galakturonat dalam garam-garam kalsium dan besi yang tidak larut. Selulosa pecah menjadi glukosa, tetapi pektin terurai menjadi galaktosa, pentosa, asam poligalakturonat, dan metil alkohol.

3. Zat-zat yang mengandung protein

      Diperkirakan bahwa zat-zat ini merupakan sisa-sisa protoplasma yang tertinggal di dalam lumen setelah selnya mati ketika buah membuka.

4. Lilin

      Lilin merupakan lapisan pelindung yang tahan air pada serat-serat kapas mentah. Lilin seluruhnya meleleh pada dinding primer.

5. Abu

      Abu timbul kemungkinan karena adanya bagian-bagian daun, kulit buah, dan kotoran-kotoran yang menempel pada serat. Abu tersebut mengandung magnesium, kalsium, atau kalium karbonat, fosfat, atau klorida, dan garam-garam karbonat yang merupakan bagian terbesar.

      Serat kapas mempunyai karakter-karakter sebagai berikut :

1. Dalam hal morfologi serat

  1. Penampang membujur

      Bentuk membujur serat kapas adalah pipih seperti pita terpilin. Terdiri dari bagian-bagian :

Dasar

      Berbentuk kerucut yang selama masa pertumbuhan serat , tertanam di antara sel-sel epidermis.

Badan

Merupakan bagian utama serat kapas yang mempunyai diameter sama, berdinding tebal, dan mempunyai lumen.

Ujung

Ujung serat merupakan bagian yang lurus dan mengecil, dengan sedikit konvolusi dan juga memiliki lumen.

 

  1. Penampang melintang

Kutikula

Kutikula merupakan lapisan terluar yang mengandung lilin, pektin, dan protein, yang tahan air, dan melindungi bagian dalam serat.

Dinding primer

Merupakan dinding sela yang asli yang mengandung selulosa, pektin, protein, dan zat yang mengandung lilin. Selulosa ini berbentuk benang-benang yang sangat halus ataau fibril yang susunannya membentuk spiral dengan sudut 65-70o mengelilingi sumbu serat.

Lapisan antara

Merupakan lapisan pertama dari dinding sekunder dan strukturnya sedikit berbeda dengan dinding primer maupun sekunder.

Dinding sekunder

Merupakan lapisan-lapisan selulosa yaitu fibril-fibril yang membentuk spiral dengan sudut 20-30o mengelilingi sumbu serat.

Lumen

Merupakan ruang kosong di dalam serat yang bentuk dan ukurannya berbeda untuk tiap serat. Lumen berisi zat-zat pada sisa protoplasma yang sudah kering dengan komposisi terbesarnya adalah nitrogen.

 

2. Dalam hal dimensi serat

  1. Panjang

      Perbandingan panjang dan diameter serat kapas pada umumnya bervariasi dari 1000:1 sampai 5000:1

  1. Diameter

      Diameter asli serat kapas yang masih hidup relatif konstan. Tetapi tebal dinding sel sangat bervariasi dan hal ini menimbulkan variasi yang besar dalam hal ukuran dan bentuk karakteristik irisan melintang.

3. Dalam hal kedewasaan serat

      Kedewasaan serat dapat dilihat dari tebal tipisnya dinding sel. Semakin dewasa serat, dinding selnya semakin tebal. Serat dianggap dewasa bila tebal dinding lebih besar dari pada lumennya.

II.2.1. Sifat fisika

a. Warna

      Warna serat kapas tidak betul-betul putih. Biasanya sedikit berwarna krem. Pengaruh cuaca yang lama, debu, dan kotoran dapat menyebabkan warna keabu-abuan. Sedangkan jamur dapt mengakibatkan warna puih kebiru-biruan yang tidak hilang dalam pemutihan.

b. Kekuatan

      Kekuatan serat per bundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci persegi. Dalam keadaan basah, kekuatannya akan bertambah.

c. Mulur

      Mulurnya sekitar 4-13% dengan rata-rata 7%.

d. Keliatan ( toughness )

      Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda untuk menerima kerja.

e. Kekakuan ( stiffness )

      Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan kekuatan saat putus dengan mulur saat putus.

f. Moiture Regain

      MR serat kapas pada kondisi standar adalah 7-8,5%.

g. Berat jenis

      Berat jenis serat kapas berkisar 1,50-1,56.

h. Indeks bias

      Indeks bias serat kapas yang sejajar sumbu serat 1,58. Sedangkan yang tegak lurus adalah 1,53.

II.2.2. Sifat kimia

      Sifat-sifat kimia serat kapas merupakan sifat-sifat kimia selulosa, yaitu :

a. Tahan kondisi penyimpanan, pengolahan, dan pemakaian normal.

b. Rusak oleh oksidator dan penghirolisa.

c. Rusak cepat oleh asam kuat pekat dan rusak perlahan oleh asam encer.

d. Sedikit terpengaruh oleh alkali, kecuali larutan alkali kuat yang menyebabkan penggelembungan serat.

e. Larut dalam kuproamonium hidroksida dan kuprietilen diamin.

f. Mudah terserang jamur dan bakteri dalam keadaan lembab dan hangat.

 

II.3. Zat warna Direk

            Zat warna direk adalah zat warna yang dapat mencelup serat secara langsung dengan tidak memerlukan suatu senyawa mordan. Zat warna direk termasuk zat warna yang langsung memberikan warna terhadap serat, zat warna yang selalu memerlukan elektrolit, zat warna yang memiliki gugus azo sebagai kromofornya, serta zat warna yang memiliki substantivitas tinggi.

            Zat warna direk termasuk zat warna yang larut dalam air, yang terikat dengan serat dengan ikatan Van Der Waals (ikatan yang paling lemah), sehingga mudah luntur dan untuk mengatasinya perlu diperkuat dengan pengerjaan iring.

            Zat warna direk memiliki 3 golongan, yaitu :

  • Golongan self leveling            : golongan zat warna ini dapat mudah rata dengan sendirinya dan memiliki kemampuan migrasi yang tinggi.
  • Golongan salt controllable      : golongan zat warna ini sensitive terhadap elektrolit dan kemampuan migrasinya ditentukan oleh elektorlit yang ditambahkan pada proses pencelupan.
  • Golongan temperature controllable :golongan zat warna ini sensitive terhadap panas/suhu dan kemampuan migrasinya ditentukan oleh suhu yang dipergunakan pada saat proses pencelupan.

           

            Faktor-faktor yang berpengaruh pada pencelupan dengan zat warna direk adalah sebagai berikut :

  • Elektrolit

            Penambahan elektolit ke larutan celup zat warna direk untuk memperbesar jumlah zat warna yng terserap oleh serat, meskipun beraneka zat warna akan memiliki kepekaan yang berbeda. Elektrolit yang ditambahkan berfungsi untuk megurangi atau menghilangkan muatan negatif sehingga pada jarak yang cukup dekat molekul-molekul zat warna akan tertarik karena gaya Van Der Waals.

  • Suhu

            Pada umumnya peristiwa pencelupan adalah eksotermis, maka dalam keadaan setimbang penyerapan zat warna pada suhu tinggi akan lebih sedikit apabila dibandingkan penyerapan pada suhu rendah. Akan tetapi pada umumnya dalam pencelupan perlu pemanasan untuk mempercepat reaksi. Peristiwa tersebut akan menyebabkan perubahan ketuaan warna bila pencelupan dilakukan pada suhu mendidih.

 

  • Perbandingan Larutan

            Perbandingan larutan adalah perbandingan antara besarnya larutan terhadap berat bahan tekstil yang diproses, kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah besarnya penyerapan.

  • Pengaruh pH

            Zat warna biasa digunakan dalam larutan netral. Penambahan alkali mempunyai pengaruh menghambat penyerapan. Soda abu biasanya ditambahkan untuk mengurangi kesadahan dalam air yang dipakai untuk memperbaiki kelarutan zat warna.

 

II.4.Zat Warna Dispersi

Zat warna dispersi adalah zat warna yang dibuat secara sinteteik. Kelarutannya dalam air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan larutan dispersi artinya partikel-partikel zat warna hanya melayang dalam air. Zat warna dirpersi merupakan senyawa aromatik yang mengandung gugus-gugus hidroksi atau amina yang berfungsi sebagai donor atom hidrogen untuk mengadakan ikatan dengan gugus karbonil dalam serat

Zat warna ini dipakai untuk mewarnai serat-serat tekstil sintetik yang bersifat termoplastik atau hidrofob. Absorbsi dalam serat “solid solution” yaitu zat padat larut dalam zat padat. Dalam hal ini zat warna merupakan zat terlarut dan serat merupakan zat pelarut. Kejenuhannya dalam serat berkisar antara 30-200 mg per gram serat.

 

II.4.1. Klasifikasi Zat Warna Dispersi

      Zat warna dispersi diklasifikasikan menjadi empat berdasarkan molekul dan ketahanan sublimasi :

  1. Tipe A

      Ukuran molekulnya kecil, menyublimasi sekitar suhu 130 C, pada umumnya dicelup pada metode carier dan HT/HP.

2. Tipe B

      Ukuran molekul sedang, menyublim pada suhu 100 C, pada umumnya dicelup dengan metode carier dan HT/HP.

3. Tipe C

Ukuran molekulnya besar, menyublim pada suhu 190 C, dicelup dengan metode tranfer printing dan HT/HP.

4. Tipe D

Ukuran molekulnya sangat besar sekali, menyublim pada suhu 230 C, dicelup dengan cara termosol.

II.5. Pencelupan One Bath One Stage

            Pada metode ini larutan yang digunakan adalah larutan tunggal, dan pencelupannya satu tahap. Pada pencelupan ini kedua zat warna dicampurkan dan fiksasi dilakukan secara bersamaan. Metoda ini dapat digunakan apabila zat warna yang digunakan memiliki mekanisme pencelupan yang sama. Pada percobaan ini zat warna yang digunakan adalah disperse dan direk, dengan penambahan asam dapat dilakukan diawal maupun dipertengahan proses karena agar larutan bersifat alkali terlebih dahulu agar zw dispersi dapat menyerap maksimal. Metoda ini dapat menghemat waktu, energi dan biaya.

Yang harus diperhatikan dalam percobaan ini adalah suhu pencelupan. Zat warna disperse memerlukan suhu +100oC agar dapat terfiksasi ke dalam serat, sedangkan zat warna direk memerlukan suhu 100oC sehingga zat warna direk yang digunakan adalah zat warna yang tahan suhu tinggi, sehingga pencelupan dapat dilakukan dalam suhu tinggi.

 

  1. ALAT DAN BAHAN

III.1. Alat-alat:

  1. Mesin HT-HP
  2. Neraca
  3. Gelas Porselen
  4. Pipet Volume
  5. Pembakar Bunsen
  6. Gelas ukur

III.2. Bahan

  1. Kain campuran poliester – kapas
  2. Zat warna dispersi
  3. Zat warna direk
  4. Amonium sulfat
  5. Zat pendispersi
  6. Elektrolit
  7. Asam Asetat
  8. Na2S2O4
  9. NaOH
  10. Natrrium Karbonat

 

 

  1. RESEP DAN FUNGSI ZAT

IV.1. Resep Pencelupan

Resep

1

2

3

4

Zw dispersi (%)

1

1

1

1

Zw direk (%)

1

1

1

1

Carrier (ml/l)

0.5

0.5

0.5

0.5

Elektrolit (g/l)

pH 5

pH 5

pH 5

pH 5

As.Asetat (cc/l)

1

1

1

1

Na2CO3 (ml/l)

2

2

2

2

Pembasah (ml/l)

1

1

1

1

Suhu ( 0C)

100

100

100

100

Waktu (jam)

30

30

30

30

Vlot (1 : x)

1 : 20

1 : 20

1 : 20

1 : 20

 

IV.2. Resep Penyabunan

Na2CO (g/l)

2

Teepol (ml/l)

2

Suhu (oC)

60

Waktu (menit)

15

vlot

1:20

 

IV.4.Fungsi Zat

☼     Zat warna direk : Memberikan warna pada bahan selulosa yang dicelup.

☼     CH3COOH : Membuat suasana larutan proses after treatment menjadi asam dan memperlancar kelarutan kalium bikromat/zat kation aktif. Memberi suasana asam dan mengatur pH larutan celup

☼     Zat warna dispersi : Memberi warna pada polyester secara merata dan permanen

☼     Zat Pendispersi : Mendispersikan zat warna sehingga tersebar merata dalam larutan celup dan mempercepat pembasahan dengan cara menurunkan tegangan permukaan.

☼     Carrier : zat pengemban untuk membawa zat warna masuk ke dalam serat

☼     Fixing agent : membuat molekul zw menjadi lebih besar, agar tahan cuci lebih baik

☼     Teepol : Sabun berfungsi untuk menghilangkansisa zat warna yang menenpel pada permukaan kain.

☼     Natrium Karbonat : Membantu kelarutan detergen dan memberikan suasana alkali pada proses pencucian.

☼     NaCl : mendorong penyerapan zat warna

 

  1. CARA KERJA
    1. Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan
    2. Buat larutan zat warna dan siapkan larutan pencelupan beserta zatnya
    3. Lakukan pencelupan dengan metode one bath one stage
    4. Fiksasi kain celup dan lakukan R/C atau fixing agent
    5. Cuci kain yang telah di fiksasi dengan air mengalir
    6. Keringkan
    7. Evaluasi bahan terhadap tahan luntur warna, cuci dan gosok ; ketuaan warna dan kerataan warna

 

  1. DIAGRAM ALIR PROSES

Persiapan alat dan bahan       pelarutan zat warna        pencelupon One Bath One Stage       Fiksasi           Iring         Reduction Clearing           Cuci           Bilas.

 

  1. SKEMA PROSES

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

               10’                    15’                                                 45’         60’            

suhu              

               menit

 

  1. DATA PERCOBAAN ( PERHITUNGAN )

Resep

1

2

3

4

Berat bahan (gram)

5.65

5.51

5.34

5.46

Vlot (ml)

113

110.2

106.8

109.2

Zw dispersi (%)

3.67

3.58

3.47

3.55

Zw direk (%)

1.97

1.93

1.87

1.91

Carrier (ml/l)

0.056

0.055

0.053

0.055

Elektrolit (g/l)

1.695

1.653

1.602

1.638

As.Asetat (cc/l)

pH 5

pH 5

pH 5

pH 5

Na2CO3 (ml/l)

0.2260

0.2204

0.2136

0.2184

Pembasah (ml/l)

0.113

0.1102

0.1068

0.1092

Suhu ( 0C)

100

100

100

100

Waktu (menit)

30

30

30

30

 

Resep Cuci

1

2

3

4

NaOH (g/l)

0.1102

0.1068

0.1092

Na2S2O4 (ml/l)

0.2204

0.2136

0.2184

Fixing agent (ml/l)

0.226

0.2204

0.2136

CH3COOH (ml/l)

0.113

0.1102

0.1068

Suhu (oC)

60

60

60

60

Waktu (menit)

10

10

10

10

Vlot (ml)

113

110.2

106.8

109.2

 

 

  1. CONTOH SAMPEL

Resep 1

Resep 2

Resep 3

Rerep 4

 

–          Evaluasi tahan luntur warna terhadap gosokan (kering dan basah)

 

Resep 1

Resep 2

Resep 3

Rerep 4

 

 

  1. DISKUSI

Praktikum disperse direk metoda 1 bath 1 stage menggunakan efek warna tone ini tone color dyeing yaitu konsentrasi zat warna yang digunakan adalah sama yaitu berwarna biru. Variasi yang digunakan adalah dari fiksasi disperse dan direknya. Pada kain 1 hanya dilakukan fixing saja, pada kain 2, hanya dilakukan R/C sebelum fixing, pada kain ke 3 menggunakan R/C sesudah fixing sedangkan pada kain 4 hanya dilakukan R/C saja.

  1. Fungsi R/C adalah untuk menghilangkan zat warna disperse yang berada di permukaan kain yang tidak terfiksasi sedangkan fixing agent digunakan pada prose iring zat warna direk, digunakan untuk memperbesar struktur molekul zat warna direk sehingga tahan luntur nya lebih baik. Prinsip pengerjaannya adalah dengan memperbesar ukuran zat warna yang sudah terfiksasi sehingga zat warna sukar untuk keluar. Zat warna direk adalah zat warna yang memiliki subsantivitas yang baik. Sehingga kelarutannya sangat baik. Tetapi di sisi lain substantivitas tinggi tidak diharapkan karena dapat mengurangi ketahanan luntur.
  2. Pada pencelupan ini dilakukan dengan metode carrier sehingga suhu yang digunakan 1000C supaya tidak merusak zat warna direk yang tidak tahan suhu tinggi dan disperse pun dapat tercelup dengan suhu tersebut. Oleh karena itu suhu termasuk salah satu hal yang mempengaruhi keberhasilan pencelupan karena jika kita menggunakan metode suhu tinggi akan merusak direk. Pada pencelupan disperse direk ini lebih baik menggunakan metode two bath two stage karena pencelupan dilakukan masing-masing sehingga tidak mempengaruhi satu sama lain namun dengan metode carrier ini cukup baik dari segi kerataan dan tidak merusak zw direk.
  3. Pada praktikum ini penambahan asam dilakukan di awal proses. Namun sebaiknya dilakukan bertahap supaya pada awal proses larutan bersifat alkali agar zw direk dapat masuk terlebih dahulu ke dalam serat setelah 10 menit kenaikan suhu maka dimasukkan asam untuk mencelup disperse. Ketika asam dimasukkan di awal proses maka larutan akan bersifat sedikit asam bahkan netral yang mengakibatkan pencelupan tidak maksimal.
  4. Penambahan elektrolit dilakukan untuk membantu pencelupan zw direk sehingga penambahannya sesuai resep perhitungan dan jangan berlebihan karena akan menyebabkan ketidaksesuaian hasil celup.
  5. Dari segi ketuaan warna terlihat kain 1 lebih tua karena dilakukan fixing yang memperbesar molekul zw sehingga ketuaan nya terlihat besar dan tidak dilakukan R/C sehingga zw disperse yang tidak terfiksasi masih menempel pada bahan. Pada kain 4 warna yang terlihat muda karena dilakukan proses R/C namun tidak dilakukan proses fixing. Warna yang terlihat karena efek R/C yang sudah mereduksi zw yang menempel dan tidak terfiksasi kedalam serat dan tidak dilakukan proses fixing sehingga ukuran molekul zw direk tidak besar maka warna yang terlihat muda. Sedangkan pada kain 2 dan 3 ketuaan warna hampir sama. Pada kain 2 dilakuk R/C sebelum fixing sedangkan pada kain 4 dilakukan R/C setelah fixing dan tidak terlalu terlihat perbedaannya dari segi ketuaan warna. Pada intinya kedua kain sama-sama di R/C dan di fixing namun berbeda dilakukannya.
  6. Dari segi kerataan warna, pada semua kain terlihat rata dan tidak ada yang belang. Karena dengan dilakukannya tone in tone maka warna yang dihasilkan satu warna yaitu konsentrasi sama. Kerataan warna sudah baik karena salah satu factor yaitu suhu. Suhu yang dilakukan tidak terlalu tinggi maka tidak ada kerusakan pada direk yang menyebabkan belang kain.
  7. Dari efek ketahanan luntur terhadap gosok

 

  1. KESIMPULAN

Dari hasil prakikum maka dapat disimpulkan :

  1. Pada pencelupan one bath one stage harus memperhatikan suhu, penambahan asam dan elektrolit yang tepat agar hasil sesuai. Suhu yang digunakan dengan metode carrier 1000C dan penambahan asam dilakukan bertahap.
  2. R/C adalah untuk menghilangkan zat warna disperse yang berada di permukaan kain yang tidak terfiksasi
  3. Fixing agent digunakan pada prose iring zat warna direk, digunakan untuk memperbesar struktur molekul zat warna direk sehingga tahan luntur nya lebih baik. Variasi yang digunakan akan mengakibatkan ketuaan warna dan tahan luntur warna yang berbeda.

 

XII.      DAFTAR PUSTAKA

 

  1. Djufri Rasyid dkk, Teknologi Pengelantangan Pencelupan dan Pencapan, Institut Teknologi Tekstil Bandung 1976.
  2. Soepriyono dkk, Serat-serat Tekstil, Institut Teknologi Tekstil Bandung, 1974.

 

Evaluasi Kimia III

RANGKAIAN EVALUASI SECARA KIMIA TERHADAP KAIN TEKSTIL

 

  1. MAKSUD dan TUJUAN :

I.1    MAKSUD

Pelaksanaan praktikum ini dimaksudkan untuk melaksanakan serangkaian pengujian secara kimia terhadap bahan kain. Pengujian yang dilakukan meliputi :

  1. Perubahan dimensi kain setelah pencucian
  2. Ketahanan luntur warna terhadap gosokan

3. Ketahanan luntur warna terhadap pencucian

4. Ketahanan luntur zat warna terhadap keringat

  1. Ketahanan kain terhadap api
  2. Ketahanan tolak air cara siram
  3. Daya serap kain rajut cara tetes dan cara keranjang

8. Ketahanan tolak air cara bundesmann

 

I.2    TUJUAN

Tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi tingkat ketahanan tiap kain untuk seluruh pengujian yang dilakukan. Tingkat ketahanan ini dilihat dan diamati dari nilai yang didapat saat pengujian dilakukan. Kemudian dilakukan evaluasi yang dilakukan sesuai dengan standar SNI.

 

II.TEORI DASAR PENDAHULUAN :

Evaluasi terhadap kain tekstil dapat dilakukan secara kimia maupun secara fisika. Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian secara kimia dimana yang diujikan adalah seperti maksud diatas. Pengujian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan mengetahui tingkat ketahanan dari suatu bahan sesuai dengan penerapan SNI. Penerapan SNI digunakan karena :

  • SNI wajib merupakan jaminan mutu
  • Produk yang kita uji kemungkinan memiliki daya saing internasional karena dapat diterima di pasar global
  • SNI bekerja sesuai dengan code of good practice
  • Hambatan teknis dapat dihindari
  • Meningkatkan transparansi pasar dan kompetisi dalam perdagangan

Adapun manfaat dari SNI sebagai berikut :

  • Sudah harmonisasi dengan standar internasional
  • Memudahkan produsen dalam pemenuhan standar mutu, kesesuaian dan sertifikasi serta menghindari pengujian berulang-ulang di berbagai Negara tujuan yang dapat menghambat akses ke pasar luar negeri

Dalam pemakaian sehari-hari baik ditinjau dari segi kepentingan konsumen maupun produsen, tahan luntur warna pada bahan tekstil mempunyai arti yang sangat penting. Ketahanan luntur warna ditinjau dari segi kepentingan konsumen meliputi bermacam-macam tahan luntur, misalnya tahan luntur terhadap sinar matahari, pencucian, gosokan dan penyetrikaan. Sedangkan dari segi kepentingan produsen misalnya untuk mengetahui pengaruh dari proses penyempurnaan terhadap kain berwarna. Dengan adanya bermacam-macam sifat ketahanan luntur zat warna, maka timbul beragam jenis pengujian yang disesuaikan dengan kondisi, dengan prinsip pengujian yang sama. Untuk mencegah timbulnya beragam penilaian yang berbeda, perlu dicantumkan standar pengujian yang dilakukan. Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan yang terjadi dengan suatu standar perubahan warna. Standar yang dikenal adalah standar yang dikeluarkan ISO yaitu standar skala abu-abu untuk menilai perubahan warna contoh uji dan standar skala penodaan untuk menilai penodaan warna pada kain putih.

Dalam hal ini setelah bahan di uji, maka dilakukan evaluasi. Hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam mengantisipasi produk oleh pembeli karena tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Standar uji yang digunakan memakai yang terbaru, berikut beberapa standar uji : SNI (Standar Nasional Internasional), ISO ( Internasional Standars Organization), ASTM (American Siciety for Testing and Materials), AATCC (American Association of Textile Chemist and Colorist), ANSI (American Standars Institute), BS (British Standar), dan JIS (Japanese Industial Standars).

Untuk mendapatkan hasil pengujian yang sama maka :

  • lebih baik dilakukan oleh beberapa pengamat
  • ketelitian tidak akan diperoleh jika nilai standar tidak diketahui
  • paham beberapa hal, nilai standar dari beberapa sifat tekstil tidak diketahui
  • kondisi atmosfir pengujian adalah kondisi standar yang sudah diketahui yaitu sesuai dengan (SNI 7649:2009:ISO139) : tekstil-ruangan : standar untuk pengkondisian dan pengujian.

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA TERHADAP PENCUCIAN

SNI 08-0285-1998

 

  1. MAKSUD dan TUJUAN :

I. 1. Maksud

Mengetahui ketahanan luntur kain terhadap pencucian serta mengevaluasinya.

I.2. Tujuan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal ketahanan luntur dari warnanya terhadap proses pencucian dengan cara mengamati dan menilai dari perubahan warna contoh uji serta penodaannya terhadap kain putih pelapisnya.

II.TEORI DASAR :

              2.1. Penilaian tahan luntutr warna

Hasil pengujian tahan luntur warna biasanya dilaporkan secara pengamatan visual. Pengukuran perubahan warna secara fisika yang dilakukan dengan bantuan kolorimetri atau spektrofotometri hanya dilakukan untuk penelitian yang membutuhkan hasil penelitian yang tepat.

Penilaina tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya perubahan warna asli sebagai tidak perubahan, ada sedikit perubahan, cukup berubah dan berubah sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan suatu stndar perubahan warna. Standar yang dikenal adalah standard yang dibuat oleh Society of Dyes and Colourist (SDC) di AMerika Serikat yaitu berupa gyey scale untuk perubahan warna karena kelunturan warna dan staining scale untuk perubahan warna karena penodaan warna karena penodaan pada kain putih. Standard gray scale dan staining scale digunakan untuk menilai perubahan warna yang terjadi pada pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan, setrika,dll.

   Gray scale

Gray scale terdiri dari Sembilan pasangan standard lempeng abu-abu, setiap pasangan mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan penilaian tahan luntur dengan angka.pada gray scale, penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai, dilakukan dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan contoh asli terhadap perbadaan standar perubahan warna yang digambarkan oleh gray scale dan dinyatakan dengan rumus CIE lab :

Rumus nilai kekhromatikan adam

Nilai tahan luntur warna Perbedaan warna (CIE lab) Toleransi untuk standar kerja (CIE lab)
5 0 +0,2
4-5 0,8 +0,2
4 1,7 +0,3
3-4 2,5 +0,3
3 3,4 +0,4
2-3 4,8 +0,5
2 6,8 +0,6
1-2 9,6 +0,7
1 13,6 +1,0

Spesifikasi kolorimetri yang tepat dari warna abu-abu standard dan perubahan warna pada gray scale. Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 5 yang berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 + 1 persen. Perbedaan warna sama dengan nol. Bilai tahan luntur 4 – 5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng pembanding yang identik dan yang dipergunakan untuk tingkat 5, berpasangan dengan lempeng abu-abu netral sama tetapi lebih muda. Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4, 3, 2, dan 1 adalah tingkat geotetrik dari perbedaan warna atau kekontrasan.

Staining scale

Pada staining scale penialain penodaan warna pada kain putih di dalam pengujian tahan luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang dinodai dan kain putih yang tidak ternodai, terhadap perbedaan yang digambarkan staining scale, dan dinyatakan dengan nilai kkhromatikan adam seperti gray scale, hanya besar perbedaan warnanya berbeda. Staining scale terdiri dari satu pasangan standar lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng abu-abu dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan penilaian penodaan dengan angka.

Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak kurang dari 85%. Perbedaan warna sama dengan nol.nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih pembanding yang identik dengan yang dipergunakan untuk nilai 5, berpasanagn dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu netral.

Nilai tahan luntur warna Perbedaan warna (CIE lab) Toleransi untuk standar kerja (CIE lab)
5 0 +0,2
4-5 2,2 +0,3
4 4,3 +0,3
3-4 6,0 +0,4
3 8,5 +0,5
2-3 12,0 +0,7
2 16,9 +1,0
1-2 24,0 +1,5
1 34,1 +2,0

 

        2.2. Tahan luntur warna terhadap pencucian

Sifat ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada bahan tekstil memiliki arti yang sangat penting dalam aplikasinya sehari-hari. Pengujian ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yang disesuaikan dengan penggunaan dari bahan tekstil yang akan diuji. Prinsip pengujiannya adalah dengan mencuci sehelai kain yang diambil dari contoh dengan ukuran tertentu, kemudian dijahitkan diantara dua helai kain putih dengan ukuran yang sama. Sehelai dari kain putih tersebut adalah sejenis dengan kain yang diuji, sedangkan helai lainnya sesuai dengan pasangannya. Penilaian yang dilakukan adalah dengan memberi perbandingan contoh yang telah dicuci dengan penodaannya pada kain putih. Untuk perbahan warna pada contoh dilakukan menggunakan skala abu-abu (gray scale) sedangkan penodaan warnanya dilakukan menggunakan skala penodaan (staining scale). Contoh uji dicuci dengan suatu alat launderometer atau alat yang sejenis dengan pengatur suhu secara termostatik dan kecepatan putaran 42 rpm. Pengujian dilakukan pada kondisi alat, suhu, waktu, dan deterjen tertentu, sesuai dengan cara pengujian yang telah ditentukan.

Prinsip pengujiannya adalah sebagai berikut :

Contoh uji yang sudah diberi kain pelapis dicuci dalam larutan pencucian dengan sabun AATCC 4 g/l dengan kondisi tertentu, dibilas pada suhu 40°C netralkan dengan larutan 0,2 g/l asam asetat glacial kemudian bilas lagi dan keringkan. Perubahan warna pada contoh uji dinilai dengan Standar Skala Abu-abu, penodaan warna pada kain pelapis dinilai dengan menggunakan Standar Skala Penodaan.

Gosokan diperoleh dengan lemparan gessekan dan tekanan bersama-sama dengan digunakannya perbandingan larutan yang rendah dan sejumlah kelereng baja yang sesuai. Jenis sabun yang digunakan pada pencucian ini adalah sabun standar deterjen yang dikeluarkan oleh AATCC atau sabun dengan pesyaratan sebagai berikut :

o   kadar zat penguap pada 105 °C

o   jumlah alkali bebas, zat yang terlarut dalam alkohol dan NaCL bebas maksimum 6 %

o   alkali bebas sebagai NaOH, maxsimum 0,2 %

o   zat yang tidak larut dalam air maxsimum 1%

o   titra asam lemak maxsimum 39%

o   kadar sabun non hidrat maxsimum 85 %

 

Hasil evaluasi tahan luntur warna terhadap angka-angka gray scale dan stining scale adalah sebagai berikut :

 

Standar skala penodaan dan perubahan warna

Nilai tahan luntur warna Evaluasi tahan luntur warna
5

4-5

4

3-4

3

2-3

2

1-2

1

Baik sekali

Baik

Baik

Cukup baik

Cukup

Kurang

Kurang

Jelek

Jelek

Dalam penggunaan gray scale sifat perubahan warna baik dalam corak, kecerahan, ketuaan atau kombinasinya tidak dinilai.Dasar evaluasinya adalah keseluruhan perbedaan atau kekontrasan antara contoh uji yang asli dengan yang telah dilakukan pengujian.

Cara pengujian tahan luntur warna bahan tekstil dalam larutan pencuci komersial adalah metoda pengujian tahan luntur warna tekstil dalam larutan pencuci dengan menggunakan salah satu kondisi pencucian komersial yang dipilih, untuk mendapatkan nilai perubahan warna dan penodaan pada kain pelapis. Kondisi pencucian dapat dipilih sesuai dengan keperluan dari 16 kondisi yang disediakan. Cara pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna terhadap pencucian yang berulang-ulang. Berkurangnya warna dan pengaruh gosokan yang dihasilkan oleh larutan dan gosokan 5 kali pencucian tangan atau pencucian dengan mesin, hamper sama dengan satu kali pengujian ganda, sedangkan satu kali pengujian tunggal sama dengan hasil satu kali pencucian. Kondisi pencucian berbeda-beda bergantung pada suhu yang dikehendaki. Jenis sabun yang digunakan dala pencucian ini, adalah sabun standar detergen yang dikeluarkan oleh AATC atau ECE.

 

  1. PERCOBAAN :

III.1ALAT dan BAHAN

Peralatan

  1. Launder O Meter yang dilengkapi penangas air dengan termostat dan tabung baja tahan karat dengan frekuensi putaran tabung 40 putaran/menit
  2. Kelereng baja tahan karat berdiameter 6 mm
  3. pH meter
  4. Neraca analitis

Bahan dan Pereaksi

  1. Kain pelapis masing-masing berukuran 5 cm x 10 cm
  2. Sabun tanpa pemutih optik (sabun AATCC)
  3. Natrium karbonat
  4. Natrium hipoklorit
  5. Natrium perborat tetrahidrat
  6. Asam asetat glacial 0,2 gram/liter

 

III.2 JALANNYA PERCOBAAN

*.Meletakkan contoh uji berukuran 5 cm x 10 cm diantara sepasang kain pelapis tunggal yang berukuran sama, dimana kain pelapis tunggal ini adalah kain kapas putih 100 % dan kain polyester putih 100% untuk kemudian dijahit salah satu sisi terpendek.

*.Memasukkan contoh uji yang telah diberi kain pelapis kedalam 150 ml larutan pencucian yang berisi sabun AATCC 4 gram/liter dan natrium perborat 1 gram/liter dengan jumlah kelereng 10 buah kemudian bejana ditutup rapat dan dipanaskan sampai 40oC.

*.Mesin Launder O Meter dijalankan selama 30 menit.

*.Mesin dihentikan dan contoh uji dikeluarkan kemudian membilas contoh uji dan mengasamkannya dengan larutan asam asetat glasial 0,2 gram/liter.

*.Contoh uji diperas dan dikeringkan lalu diperiksa perubahan warnanya dengan gray scale dan staining scale.

 

 

Kain pelapis

10 cm

Kain contoh uji

5 cm

 

 

 

 

III.3DATA PENGAMATAN

Pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian

       Kain        Grey scale        pelapis Staining scale
   1 2      1    2
     Kain uji 4/5 4/5          kapas 4/5 4/5
             polyester 4/5 4/5

 

 

Sampel contoh

Pengujian Sampel bahan
Kain tenun Kain penodaan
Kapas Poliester
Ketahanan luntur warna terhadap pencucian    

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. DISKUSI :

Dari hasil pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, kain uji dijahitkan pada kain kapas dan polyester putih untuk mengetahui penodaan warnanya. Setelah dilakukan pencucian, dilakukan evaluasi berupa penodaan warna terhadap kain kapas dan polyester putih dan perubahan warna setelah pencucian. Hasil yang didapatkan dari pengujian dengan grey scale didapatkan nilai 4/5 yang menunjukkan kain uji tersebut memiliki tahan luntur warna yang baik. Begitupun dengan staining scale, nilai yang didapatkan 4/5 yang berarti penodaan warna pada pencucian baik. Kain uji sudah baik atau layak untuk digunakan untuk tekstil pakaian.

Ketahanan luntur warna terhadap zat warna pada kain celupan atau pencapan dilakukan baik terhadap ketuaan warna maupun arah warnanya. Ketahanan cuci ini dilakukan sebelum kain di buat pakaian agar tahu apakah suatu kain layak atau tidak dijadikan pakaian. Penilaian TLW (Tahan Luntur Warna) ini dilakukan dengan cara visual dengan membandingkan contoh uji terhadap kain sebelum pencucian dan dengan kapas-poliester putih dengan standar abu-abu kemudian dicatat hasilnya.

Praktikum ini dilakukan karena pada pakaian jadi, sering terjadi kontak dengan bagian lain bila dipakai atau dicuci, maka dapat menyebabkan terjadinya migrasi warna dari satu bahan ke bahan lainnya misalnya pada saat pencucian dapat menodai kain lain. Umumnya nilai 3-5 masih dapat diterima oleh konsumen. Nilai uji dengan skala abu-abu 2-1 tidak dapat diterima oleh konsumen karena ketahanan lunturnya rendah. Pada perubahan warna ini tidak menilai corak warna, ketuaan warna, kecerahan warna, namun yang dinilai yaitu perbrdaan secara keseluruhan atau kekontrassan warna antara contoh asli dengan contoh uji.

Hasil yang didapatkan memberikan nilai yang sama yaitu 4/5 artinya ada perbedaan warna antara kain uji dengan asli. Perbedaan CIE LAB nya sebesar 0,8 dan toleransi perbedaan warna nya sebesar kurang lebih 0,20. Bila lebih dari itu berarti nilai tahan lunturnya kemungkinan menurun. Berbeda dengan hal diatas, nilai pada penodaan warna terhadap kapas dan polyester, jika nilai 4/5 maka mempunyai perbedaan CIE LAB sebesar 2,2 dan toleransi penodaan warnanya + 0,3.

Dalam hal ini, kita perhatikan juga kain pelapis yang digunakan. Kain pelapis yang digunakan merupakan salah satu jenis kain pelapisnya terbuat dari serta sejenis dengan contoh uji. Apabila kain uji merupakan serat campuran maka kain pelapis pertama sesuai dengan serat yang terbanyak dan pelapis kedua sesuai dengan serta terbanyak kedua. Kain pelapis yang digunakan pada uji ini adalah kapas dan polyester. Ini menandakan kain uji merupakan kain campuran. Namun terkadang penggunaan polyester digunakan sebagai pengganti wool yang tidak tersedia di lab.

Pada praktikum ini dilakukan berdasarkan standar uji SNI ISO 105-C06, SNI ISO 105-D01 dan SNI ISO 105-N02 yang merupakan SNI cara uji tahan luntur warna. Cara pengujian ini prosesnya dilakukan sedemikian rupa sehingga pada kondisi suhu, alkalinitas, pemutihan yang sesuai dan gosokan sedemikian sehingga berkurangnya warna yang terjadi, didapat dalam waktu yang singkat. Gosokan diperoleh dengan lemparan, gesekan dan tekanan bersama-sama dengan digunakan perbandingan larutan yang rendah.

 

 

  1. KESIMPULAN :

Hasil evaluasi daya tahan luntur warna terhadap pencucian memberikan nilai Grey scale 4/5 dan nilai staining scale 4/5 untuk kapas dan polyester yang menunjukkan kain uji tersebut memiliki ketahanan luntur yang baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA TERHADAP GOSOKAN

SNI 08-0288-1989

 

  1. MAKSUD dan TUJUAN :

I. 1. Maksud

Menguji ketahanan luntur warna terhadap gosokan.

I.2. Tujuan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal ketahanan luntur dari warnanya terhadap gosokan dengan cara mengamati dan menilai dari perubahan warna contoh uji serta penodaannya terhadap kain pelapis.

II.TEORI DASAR :

Pengujian ini dimaksudkan untuk menguji penodaan dari bahan berwarna pada kain, yang disebabkan oleh gosokan dari segala macam serat, baik dalam bentuk benang maupun kain. Pengaruh gosokan tersebut diamati dalam keadaan kering maupun basah. Prinsip pengerjaannya yaitu dengan menggosokkan kain putih kering maupun basah yang telah dipasang pada Crockmeter bersama contoh uji dengan ukuran tertentu. Penodaan pada kain putih dinilai dengan menggunakan Staining scale.

Kain putih yang dipakai adalah kain kapas dengan konstruksi 100 x 96 helai/inci dengan berat 135,3 gram/m2, telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak disempurnakan, yang kemudian dipotong dengan ukuran 5 x 15 cm dengan panjang miring terhadap lusi dan pakan. Crockmeter ini memiliki jari dengan diameter 1,5 cm yang bergerak 1 kali maju mundur sejauh 10 cm setiap kali putaran, dengan gaya tekanan pada kain seberat 900 gram. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan penodaan warna terhadap kain putih menggunakan standar staining scale.

 

  1. PERCOBAAN :

III.1ALAT dan BAHAN

Peralatan

  1. Crockmeter dengan diameter 1,5 cm dan bergerak satu kali maju mundur sejauh 10 cm/putaran bergaya tekan pada kain 900 gram
  2. Staining scale

Bahan dan Pereaksi

  1. Air suling
  2. Kain kapas dengan konstruksi 100 x 96 /inch2 dan berat 135,3 gram/meter2 yang telah diputihkan, tidak dikanji serta tidak melalui proses penyempurnaan untuk kemudian dipotong berukuran 5 x 20

 

III.2 JALANNYA PERCOBAAN

*.Cara uji gosokan kering

Contoh uji (5×20 cm dipotong diagonal) diletakkan rata diatas alat penguji dengan sisi panjang, searah dengan arah gosokan yang mempunyai beban 900 gram. Jari Crockmeter dibungkus dengan kain putih kering dengan anyamannya miring terhadap gosokan. Kemudian digosokkan 10 kali putaran dengan kecepatan 1 putaran/detik. Hasil uji kain penggosok dinilai dengan staining scale.

*.Cara uji gosokan basah

Kain putih dibasahi dengan air suling, kemudian diperas diantara kertas saring, sehingga kadar air dalam kain menjadi 65 ± 5 % terhadap berat kain pada kondisi standart kelembaban relative 65 ± 2 % dan suhu 27 ± 2 oC. Kemudian dikerjakan seperti pada cara gosokan kering secepat mungkin untuk menghindari penguapan. Kain putih dikeringkan diudara sebelum dievaluasi.

 

 

 

 

20 cm                                                                     1,5 cm                                                                 

 

                                                                                                                                                                                                5 cm                                                   

 

III.3DATA PENGAMATAN

Pengujian tahan luntur warna terhadap terhadap gosokan

Uji gosokan Staining scale
Basah 3/4 3/4
Kering 4/5 4/5

 

 

 

 

 

 

Sampel contoh

Pengujian Sampel bahan  
Kain tenun Kain penodaan pada Kapas
Ketahanan luntur warna terhadap gosokan Kering  
Basah  

 

  1. DISKUSI :

Pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan, dilakukan untuk mengetahui ketahanan bahan terhadap gosokan, karena ketika dipakai baju yang digunakan akan terkena gesekan secara fisika dengan benda mati disekitar. Ketika terkena gosokan, maka kain harus memiliki ketahanan yang baik agar tidak mudah luntur atau menodai. Oleh karena itu dilakukan uji gosokan kering yang dilakukan terhadap kain kapas kering dengan alat Crockmeter. Hasil penodaan yang di dapat yaitu 4/5 atau baik. Kain ini sudah layak digunakan sebagai tekstil pakaian. Pada uji gosok basah dilakukan terhadap kapas basah kemudian dilihat penodaannya. Hasil yang didapat yaitu 3/4 yang artinya cukup baik. Pada uji gosokan basah, penodaan yang didapat lebih banyak. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya tegangan yang dikenakan pada kain yang digosok tidak sama satu sama lain. Sehingga berakibat pada tekanan yang akan dialami oleh kain penggosok. Dan pada kapas kering gosokan yang terjadi pada kain yang sama kering sehingga penodaannya lebih sedikit.

 

  1. KESIMPULAN :

Pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan kering menghasilkan nilai 4/5 sedangkan gosokan basah 3/4. Uji gosokan basah mempunyai nilai lebih kecil namun kain ini tergolong baik dalam hdal ketahanan gosoknya.

 

 

 

 

 

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA TERHADAP KERINGAT

SNI 08-0287-1996

 

  1. MAKSUD dan TUJUAN :

I. 1. Maksud

Menguji ketahanan luntur warna terhadap keringat.

I. 2. Tujuan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal ketahanan luntur dari warnanya terhadap keringat menggunakan keringat buatan asam dan basa dengan cara mengamati dan menilai dari perubahan warna contoh uji serta penodaannya terhadap kain lapis.

II.TEORI DASAR :

Beberapa zat warna sangat dipengaruhi oleh keringat, sehingga akan memberikan perubahan terhadap intensitas warna pada bagian-bagian kain yang terkena keringat. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna dari segala macam dan bentuk bahan tekstil berwarna terhadap keringat. Contoh uji yang terpisah dari bahan tekstil berwarna direndam dalam larutan keringat buatan yang bersifat basa dan asam untuk kemudian diberi tekanan mekanik tertentu dan dikeringkan secara perlahan pada suhu yang naik sedikit demi sedikit. Pada saat pengujian, contoh uji dipasangkan bersama dua helai kain putih yang terdiri dari dua jenis serat yaitu serat yang sejenis dengan bahan yang diuji serta bahan dari serat menurut pasangannya. Hasil pengujian diamati dari perubahan warna pada contoh uji dan penodaannya terhadap kain putih menggunakan standar skala abu-abu dan standar penodaan.

 

  1. PERCOBAAN :

III.1ALAT dan BAHAN

Peralatan

  1. Lempeng bertekanan mekanik 5 kilogram.
  2. Oven.
  3. Gray scale
  4. Staining scale

Bahan dan Pereaksi

  1. Kain contoh uji berukuran 5 x 10 cm yang diletakkan diantara kain putih dan pasangannya dengan ukuran yang sama dan dijahit.

Larutan keringat buatan asam tiap liter

  1. Natrium klorida 5 gram
  2. Sodium dihidrogen orto-posfat 2,2 gram
  3. Histidin monohidroklorida monohidrat 0,5 gram
  4. pH 5,5

Larutan keringat buatan basa tiap liter

  1. Natrium klorida 5 gram
  2. Disodium dihidrogen orto-posfat dihidrat 0,5 gram
  3. pH 8

 

III.2 JALANNYA PERCOBAAN

*.Menjahit dua buah contoh uji kain berwarna diantara kain putih, kemudian direndam dalam larutan keringat buatan yang bersifat basa, sedangkan dua buah contoh lainnya dalam larutan keringat buatan yang bersifat asam selama 30 menit untuk mendapatkan pembasahan yang sempurna.

*.Contoh uji diperas dan diletakkan diantara dua lempeng kaca, lalu dipasang pada perspiration tester dan diberi tekanan 5 kg dan diatur sehingga contoh uji dalam kedudukan tegak pada waktu meletakkannya dalam pemanas.

*.Contoh uji yang telah siap dimasukkan kedalam oven pada suhu 37 ± 2 oC selama 4 jam.

*.Dilakukan evaluasi perubahan warna terhadap contoh uji yang telah kering dengan grey scale dan evaluasi penodaan warna pada kain putih dengan staining scale.

 

III.3DATA PENGAMATAN

Pengujian ketahanan luntur warna terhadap keringat

         Item            Grey scale pelapis              Staining scale
     asam    basa        asam      basa
1 2 1 2    1 2 1 2
Kain uji 4/5 4/5 4 4 Kapas 3/4 3/4 3/4 3/4
          polyester 4 4/5 4/5 4/5

 

Sampel bahan

Pengujian Sampel bahan
Kain tenun Kain penodaan
Kapas Poliester
Ketahanan luntur warna terhadap keringat Asam    
Basa    

 

  1. DISKUSI :

Uji ini berdasarkan SNI ISO 105 E04 yaitu uji tahan luntur warna terhadap keringat. Pada pengujian ini dilakukan dengan menggunakan keringat asam dan basa buatan. Kain direndam dan dikeringkan sesuai standar uji. Kemudian hasil evaluasi dilakukan dengan cara skala abu-abu penodaan warna terhadap kain pelapis. Kain pelapis yang digunakan yaitu kapas dan polyester. Pada keringat asam, penodaan terhadap kain kapas yaitu 3/4 atau cukup baik. Sedangkan pada polyester 4 dan 4/5. Jika nilai ada dua maka dapat dilakukan kembali uji ketiga untuk memastikan apakah nilai penodaan 4 atau 4/5. Namun jika pada praktikum ini dilakukan uji 2 kali jadi di ambil nilai 4 artinya baik. Nilai 4 diambil karena diambil dari nilai yang paling kecil agar kain dapat masuk standar. Pada keringat basa sedikit lebih baik pada uji kapas 3/4 atau cukup baik sedangkan pada polyester 4/5 atau baik. Kain ini dapat dikategorikan baik dan masuk standar untuk tekstil pakaian.

Untuk pengujian perubahan warna pada keringat asam yaitu 4/5 yang berarti baik. Sedangkan pada keringat basa mempunyai nilai 4. Pada pengujian ini pun kain uji masih tergolong baik digunakan untuk tekstil pakaian. Nilai penodaan atau perubahan 1-2 tidak cocok untuk pakaian atau tidak masuk standar.

 

  1. KESIMPULAN :

Dari hasil praktikum didapatkan hasil sebagai berikut :

  1. perubahan warna pada keringat asam 4/5
  2. perubahan warna pada keringat basa 4
  3. penodaan kain pelapis pada keringat asam pada kapas 3/4 dan polyester 4
  4. penodaan kain pelapis pada keringat basa pada kapas 3/4 dan polyester 4/5

 

 

 

PENGUJIAN PERUBAHAN DIMENSI KAIN TERHADAP PENCUCIAN DAN PENGERINGAN

SNI 08-0293-1989

 

  1. MAKSUD dan TUJUAN :

I. 1. Maksud

Mengetahui perubahan dimensi pada kain setelah pencucian.

I.2. Tujuan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal perubahan ukuran kain baik berupa mengkeret ataupun mulur, kearah lusi dan pakan atau course dan wales yang disebabkan oleh suatu kondisi pencucian.

II.TEORI DASAR :

Dimensi kain adalah ukuran panjang, lebar, dan tebal kain. Panjang kain adalah jarak antara ujung kain yang satu dengan ujung lainnya, yang diukur searah dengan lusi pada kain tenun atau wale pada kain rajut dimana kain tidak dalam keadaan terlipat dan rata serta dalam keadaan tidak tegang. Lebar kain adalah jarak antara pinggir kain yang satu dengan pinggir yang lain, yang diukur searah dengan dengan pakan kain tenun dan courese pada kain rajut dimana kain dalam keadaan tidak terlipat dan rata serta dalam keadaan regang. Untuk kain shuttleless loom pengukuran lebar kain diukur wale paling pinggir ke wale paling pinggir lainnya, sedangkan untuk kain rajut bundar pengukuran lebar kain dilakukan antara pinggir kain terlipat tegak lurus ke pinggir kain lainnya dikali dua. Tebal kain adalah jarak antara dua permukaan kain yang berbeda.

Berat kain adalah untuk berat untuk satu satuan luas tertentu atau berat untuk satu satuan panjang tertentu dari kain, yang dinyatakan dalam gram per meter persegi, gram per meter dll. Tekanan adalah gaya yang dibebankan pada suatu permukaan kain per unit luas yang dinyatakan dalam kg/cm2 atau kPa.

Kain tenun atau rajut apabila telah mengalami pemakaian dan pencucian akan mengakibatkan perubahan terhadap dimensi kain baik ke arah pakan atau lusi untuk kain tenun, maupun kearah course atau wales untuk kain rajut, dimana perubahan ini jika terjadi harus dipulihkan kembali dengan cara :

*.Tension Presser

*.Knit Shrinkage Gauge

*.Hand Iron

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian stabilitas dimensi adalah proses pencucian, pengeringan dan pemulihan. Kain yang bermutu baik adalah kain yang tidak mengalami perubahan dimensi setelah pemakaian sehari-hari. Penyebab utama dari perubahan dimensi kain adalah mengkeret setelah pencucian. Ada dua jenis mengkeret pada kain. Yang pertama adalah mengkeret karena tegangan mekanis pada waktu proses pertenunan dan penyempurnaan, dimana pada saat tersebut kain tertarik untuk sementara sehingga ketika dilakukan pencucian akan relaxation kebentuk semula. Jenis yang kedua adalah karena adanya kemampuan serat untuk menggumpal (felting) dalam pencucian.

Peralatan dan bahan yang umum digunakan dalam pengujian adalah mesin cuci jenis silinder yang berputar bolak-balik. Wadahnya mempunyai diameter dala 50-61 cm dengan disertai tiga buah sirip selebar kira 7,5 cm terpencar sepanjang bagian dalam dari alat pencuci. Alat pencuci berputar dengan kecepatan 5-10 putaran sebelum membalik dengan saluran masuk air yang cukup besar. Untuk pengisian mesin cuci sampai permukaan air setinggi 20 cm selama kurang dari satu menit.

Dalam pengujian stabilitas ini dipergunakan empat cara pencucian yang bervariasi dari kondisi pencucian yang paling berat sampai yang paling ringan dan dimaksudkan untuk mencakup semua kondisi pencucian baik pencucian secara komersil maupun pencucian dengan tangan. Pengeringan dilakukan dengan lima macam cara pengeringan yang mencakup semua pengeringan baik pengeringan secara komersil maupun pengeringan dalam rumah tangga. Untuk menentukan daya pemulihan dimensi dipergunakan tiga cara yang diperlukan untuk tekstil yang memerlukan pemulihan dengan penyetrikaan atau pemakaian setelah pencucian. Pengujian-pengujian ini bukan pengujian yang dipercepat dan harus diulang untuk mengevaluasi perubahan dimensi setelah pencucian berulang.

Tabel I menunjukkan semua cara pencucian, pengeringan dan pemulihan. Dalam setiap pengujian harus ditentukan kombinasi cara pengujian mana yang sesuai untuk dapat mengevaluasi perubahan dimensi kain atau pakaian setelah pencucian baik secara komersil maupun pencucian dalam rumah tangga. Cara pengujian dapat dinyatakan dengan kode yang terdiri dari angka romawi, huruf dan angka arab. Misalnya uji IV E 1 menyatakan contoh yang telah dicuci dengan cara “III” pada suhu 71oC selama 60 menit dalam mesin, dikeringkan dalam pengering putar (tumble dryer) menurut cara “E” dan mengalami pemulihan dengan Penekan Tegangan (Tension Pressure) menurut cara “1”.

Tabel I

Cara pencucian cara pengeringan Cara pemulihan
38o – 43oC selama 30 menit

49o – 53oC selama 45 menit

60o – 65oC selama 45 menit

71o – 76oC selama 60 menit

95o – 100oC selama 60 menit

Pengeringan tetes (drip dry)

Pengeringan tekan datar

Pengeringan kasa

Pengeringan gantung

Pengeringan putar

Penekan tegangan

Pengukur mengkeret

Kain rajut

Setrika tangan

 

  1. PERCOBAAN :

III.1ALAT dan BAHAN

Peralatan

  1. Mesin cuci automatis tipe A1 dengan agitator.
  2. Mistar

Bahan dan Pereaksi

  1. Deterjen ECE tanpa pemutih optic
  2. Natrium perborat tetrahidrat

 

III.2 JALANNYA PERCOBAAN

Perubahan Dimensi Setelah Pencucian

*.Contoh uji yang didapatkan digaris dengan ukuran 25×25 cm dan daerah lusi di tandai

*.Masukan contoh uji mesin cuci yang telah berisi larutan sabun 3 gram / liter, sebanyak 20 liter, dengan suhu 40 0C.

*.Pasang pengatur waktu pada mesin cuci pada angka 15 menit

*.Aktifkan mesin cuci.

*.Ketika mesin cuci berhenti, contoh uji dipindahkan ke bagian peras. Contoh uji diperas selama 5 menit.

*.Pindahkan contoh uji ke bagian pencuci. Bilas contoh uji dengan air 40 0C, selama 10 menit.

*.Contoh uji diperas kemballi selama 5 menit.

*.Bilas contoh uji dengan air 40 0C selama 5 menit.

*.Angkat contoh uji dari mesin cuci, keringkan contoh uji dengan menggunakan metoda seperti   di atas.

*.Setelah kering lakukan pengukuran ulang terhadap contoh uji.

 

III.3DATA PENGAMATAN

Pengujian stabilitas dimensi kain tenun

Panjang arah lusi ( cm ) Panjang arah pakan ( cm )
  Awal Akhir D dimensi   Awal Akhir D dimensi
L1 25,1 24,8 1,19% P1 25,1 24,8 1,19%
L2 25,1 24,9 0,79% P2 25,3 24,7 2,37%
L3 25,1 24,8 1,19% P3 25,2 24,7 1,98%
Rata-rata 1,06% Rata-rata 1,85%

 

Pengujian stabilitas dimensi kain rajut

Panjang arah wale ( cm ) Panjang arah course ( cm )
  Awal Akhir D dimensi   Awal Akhir D dimensi
w1 25,0 25,1 -0,40% c1 25,1 23,8 5,18%
w2 25,0 25,2 -0,80% c2 25,1 24,0 4,38%
w3 25,0 25,2 -0,80% c3 25,0 23,9 4,40%
Rata-rata -0,67% Rata-rata 4,65%

 

Perubahan dimensi arah lusi/pakan   :

 

Sampel contoh

Pengujian Sampel bahan
  Kain tenun Kain rajut
Perubahan ukuran setelah pencucian    

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. DISKUSI :

Perubahan dimensi pada suatu bahan dapat disebabkan oleh pencucian, pencucian kering, penyetrikaan. Pada uji kali ini dilakukan pengujian dimensi terhadap pencucian. Perubahan dimensi ini dapat menyebabkan bertambah panjang (mulur baik pada pakan atau lusi dan bertambah pendek (mengekeret) pada bahan. Karena terjadinya mengkeret atau mulur ini menyebabkan suatu pakaian tidak dapat dipakai lagi. Mengkeret pun merupakan salah satu problem mutu. Oleh sebab itu pengujian ini sangat penting dilakukan agar bahan yang akan di jual sesuai dengan SNI yang ada.

Perubahan ukuran bergantung pada struktur kain dan benang serta jenis seratnya. Pada kapas yang dapat mengkeret 10%, maka komponen benang seratnya hanya mengkeret 2% namun rayon dapat lebih dari itu karena mengkeretnya lebig tinggi. Mengkeret kain dapat terjadi karena 4 alasan yaitu :

  • relaxation shrinkage
  • swelling shrinkage
  • feling shrinkage
  • contaction shrinkage

Cara uji perubahan ukuran yang umum digunakan yaitu dapat menggunakan SNI ISO 6330, ISO 6330. Pada hasil pengujian pada kain tenun mengalami mengkeret. Pada bagian lusi lebih kecil daripada pakan yaitu sebesar 1,06%. Mengkeret pada bagian lusi ini disebabkan karena relaxation shrinkage yaitu ketika proses pertenunan, benang-benang yang ditenun terutama benang lusi mengalami tegangan, proses tentering dan calendaring yang mengalami penarikan, sehingga saat proses pencucian kain relaks, tegangannya mengendur sehingga unuran kain cenderung ke posisi semula yaitu mengkeret. Selain itu dapat disebabkan pula karena proses steaming pada saat pencelupannya. Oleh sebab itu seharusnya mengkeret pada bagian lusi harus lebih besar daripada bagian pakannya.

Berbeda dengan kain tenun, pada kain rajut terutama bagian wale mengalami mulur sedangkan pada bagian course mangalami mengkeret sebesar 4, 65%. Karena pada bagian wale nya terjadi penarikan pada saat pencucian jadi mengalami mulur dan pada kain rajut, silangan benang nya lebih renggang dibandingkan tenun dan tidak seperti tenun yang mengalami penarikan pada saat pertenunan. Sedangkan pada bagian course yang mengalami mengkeret karena tertarik oleh bagian wale yang mulur sehingga pada bagian course mengalami mengkeret. Pada uji ini silangan berupa tenun atau rajut berpengaruh terhadap dimensi kain. Pada silangan yang lebih rapat dan silangan tenun atas bawah, tidak akan saling mempengaruhi antara tiap bagian lusi atau pakannya. Begitupun pada kain rajut yang silangannya berbeda dengan tenun, akan saling mempengaruhi pada perubahan dimensi kainnya.

 

 

 

 

 

  1. KESIMPULAN :

Hasil evaluasi daya tahan stabilitas dimensi memberikan nilai perubahan dimensi :

  1. perubahan dimensi pada kain tenun
    1. persentase mengkeret arah lusi : 1,06%
    2. persentase mengkeret arah pakan: 1,85%
  2. Perubahan dimensi pada kain rajut
    1. persentase mengkeret arah wale : 0,67%
    2. persentase mulur arah course : 4,65%

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN CARA TETES

SNI 08-0279-1989

 

  1. MAKSUD dan TUJUAN :

I. 1. Maksud

Menguji daya serap kain dengan cara tetes.

              I.2. Tujuan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal kemampuannya dalam menyerap air karena daya serap merupakan salah satu factor yang menentukan kelayakan kain untuk aplikasi tertentu disamping dalam hal kerataan pencelupan.

II.TEORI DASAR :

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan pembasahan (welting time) yang dikenal dengan dua macam cara yaitu :

*.Uji tetes dilakukan pada permukaan kain yang rata dan halus.

*.Uji keranjang dilakukan pada permuaan kain yang rata dan halus.

Pada prinsipnya kedua pengujian ini adalah sama yaitu untuk mengetahui kecepatan pembasahan dari contoh uji. Perbedaannya terletak pada kasar atau tidaknya permukaan contoh uji. Prinsip uji tetes adalah menghitung waktu dari air yang diteteskan pada permukaan kain yang dipasang tegang sampai air tersebut hilang terserap.

Yang dimaksud dengan waktu pembasahan adalah waktu dari saat air diteteskan hingga air hilang terserap. Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan kegunaan dan untuk tujuan tertentu misalnya kain pembalut, kain handuk dan lain-lain. Beberapa kain harus mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah terbasahi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembasahan kain :

–   Bila setetes air dijatuhkan pada permukaan dari tiga jenis benda padat yang rata, maka tiga jenis benda tersebut mungkin berbentuk bulat, pipih atau antara bulat dan pipih. Karena sifat air, kondisi tekanan air pada ketiga permukaan benda padat berbeda.

–   Permukaan benda padat dimana tetesan air akan membentuk bola menunjukkan sudut kontak yang tinggi, dan akan cenderung menggelinding meninggalkan permukaan benda padat dalam keadaan kering. Semakin kecil sudut kontak semakin mudah tetesan air menyebar keseluruh permukaan benda padat dan membasahi benda padat tersebut.

Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relatif halus tetapi untuk keperluan tertentu, seperti handuk mempunyai permukaan berbulu baik bulu yang dipotong atau yang masih berbentuk lengkungan. Perbedaan permukaan tersebut memrlukan cara pengujian daya serap yang berbeda juga.

Prinsip pengujian daya serap kain tidak berbulu dilakukan dengan meneteskan setetes air dari ketinggian tertentu ke permukaan kain. Waktu yang diperlukan oleh pantulan cahaya karena tetesan air akan segera tertutup oleh ketinggian bulu-buku tersebut. Untuk kain berbulu, prinsip pengujiannya dilakukan dengan menjatuhkan kain contoh uji dari ketinggian tertentu ke permukaan air. Waktu yang telah diperlukan oleh kain contoh uji sampai tenggelam diukur dan dicatat sebagai waktu basah. Kapasitas serap kain dihitung dari selisih berat kain basah kain contoh uji kering dinyatakan dalam persen.

 

  1. PERCOBAAN :

III.1ALAT dan BAHAN

Peralatan

  1. Simpai penyulam.
  2. Buret dengan jumlah tetesan 15-25 per ml.
  3. Stop watch

Bahan dan Pereaksi

  1. Kain contoh uji berukuran lebar 7,5 cm san panjang tertentu dengan arah panjang miring 450C terhadap lusi dan pakan sehingga setiap contoh uji memiliki berat 5 gram dengan jumlah contoh uji minimal 5 buah.
  2. Air suling dengan suhu 270C

 

III.2 JALANNYA PERCOBAAN

Daya Serap

Uji tetes untuk kain rajut.

*.Kain contoh uji dikondisikan dalam ruang standar selama 4 jam.

*.Kain dipasang pada simpai sulam dengan kondisi tegang.

*.Setetes air diteteskan pada permukaan kain yang dipasang pada simpai sulam.

*.Waktu basahnya dihitung.

*.Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali.

 

III.3DATA PENGAMATAN

Pengujian daya serap kain rajut (uji tetes)

*.Kain rajut (cara tetes)

Pengujian I   : 42 detik

Pengujian II: 40 detik

Pengujian III         : 47 detik

Rata –rata : 43 detik

Sampel contoh

Pengujian Sampel bahan kain rajut
Daya serap cara tetes  

 

  1. DISKUSI :

Pada pengujian uji dayaa serap pada kain rajut denga cara tetes ini mendapatkan nilai 43 detik. Standar daya serap kain rajut yaitu 20 detik. Oleh karena itu hasil uji pada kain ini kurang baik karena melebi standar. Kain kurang dapat menyerap air. Hal ini terjadi karena kerapatan setiap kain berbeda. Pada kain uji kerapatan kain sangat rapat sehingga untuk menyerap kain lebih sulit. Namun pada kain rajut akan lebih mudah menyerap air dibandingkan tenun yang kondisi kerapatan kainnya lebih rapat. Oleh karena itu jenis kain dan kerapatan benang mempengaruhi daya serap terhadap air.

  1. KESIMPULAN :

Hasil pengujian daya serap kain rajut memberikan :

Waktu serap rata-rata : 43 detik. Artinya kain memiliki daya serap kurang baik karena dilihat dari penyerapan terhadap airnya.

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN KETAHANAN AIR PENGUJIAN SIRAM

SNI 08-0294-1989

 

  1. MAKSUD dan TUJUAN :

I. 1. Maksud

Menguji ketahanan air dengan pengujian siram.

I.2. Tujuan

        Pengujian ini dilakukan untuk menentukan ketahanan atau daya tolak air pada kain terhadap pembasahan melalui siraman air.

II.TEORI DASAR :

Dalam hubungan antara air dan kain, banyak istilah yang kadang-kadang membingungkan, misalnya istilah storm-proof dan shower-proof pada jas hujan. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengujian cara uji tahan air atau tolak air perlu dibicarakan mengenai beberapa istilah dan definisi berikut ini:

*.Proses tahan air (water-proof)

Merupakan proses untuk melapisi kain dengan lemak, wax atau karet untuk mencegah menyerapnya air kedalam kain. Penambahan zat anti air dapat dilakukan dengan melapisi permukaan kain secara mekanis atau juga dapat secara reaksi antara serat dan zat penyempurnaan. Sifat khusus dari kain anti air adalah daya tembus udara yang rendah.

*.Daya tolak air (water – repellant)

Merupakan sifat kain untuk tidak menyebarkan butiran air keseluruh permukaan kain. Karena kain yang anti air biasanya tidak tembus udara, maka sifatnya menjadi kurang nyaman dipakai sebagai bahan pakaian.

Cara pengujian siram ini dapat digunakan pada semua jenis kain, baik yang tidak maupun sudah melalui proses penyempurnaan tahan air atau tolak air. Dalam uji siram dipakai siraman air yang berasal dari corong dengan lubang penyiraman. Air disiramkan diatas contoh uji yang dipasang pada lingkaran penyulam dan dipasang pada kedudukan miring 45oC terhadap bidang horizontal.

Penilaian uji siram bervariasi sebagai berikut :

100            :   Tidak ada air yang menempel atau yang membasahi permukaan kain.

90              :   Terjadi sedikit pembasahan pada permukaan kain bagian atas.

80              :   Terjadi pembasahan pada permukaan kain bagian atas yang terkena siraman.

70              :   Terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain bagian atas.

50              :   Terjadi Pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas

0                :   Terjadi pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas dan bawah

  1. PERCOBAAN :

III.1ALAT dan BAHAN

Peralatan

  1. Gelas piala
  2. Peta penilaian uji siram

Bahan dan Pereaksi

  1. Air suling
  2. Kain contoh uji

 

III.2 JALANNYA PERCOBAAN

Ketahanan Terhadap Air

*.Memasang contoh uji berukuran 175 x 175 mm sebanyak 3 helai yang dikoondisikan pada kelembaban relative 65 + 2% dan suhu 270C selama 4 jam sebelum pengujian.

*.Memasang simpai sulam pada dasr alat penguji sedemikian rupa sehingga bagian muka kain berada dibagian paling atas.

*.Melakukan penyiraman pada kain contoh uji dengan menuangkan air sebanyak 200 ml kedalam corong pada alat penguji (25–30 detik).

*.Menghilangkan air yang berada di permukaan kain dengan memukul-mukulkan bingkai sulam pada tangan sehingga pembasahan pada kain dapat terlihat.

*.Melakukan penilaian (peta penilai uji siram standart).

 

III.3DATA PENGAMATAN

Pengujian Siram

Pengujian I (pada bagian atas)   = 50 (Terjadi Pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas)

Pengujian II (pada bagian bawah) = 70 (Terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain bagian atas)

 

 

 

 

 

 

 

 

Sampel contoh

Pengujian Sampel bahan kain parasut (coating)
Uji siram  

 

  1. DISKUSI :

            Pada kain uji ini dilakukan pada 2 permukaan yaitu bagian permukaan atas yang mengkilap dan pada bagian bawah yang kurang mengkilap. Hasilnya berbeda yakni pada bagian atas nya bernilai 50 dan bawah 70. Pada uji ini dapat dilakukan duplo atau dua kali pengujian namun apabila dari 2 kali pengujian tersebut hasil yang didapatkan berbeda maka dapat dilakukan uji yang ketiga kalinya untuk memastikan yang mana hasil yang sesuai. Nilai ini tidak boleh dirata-ratakan karena nilai pengujian harus pasti.

Kain yang terbuat dari tenunan rapat jika dialirkan air maka air akan tetap dapat berpenetrasi ketika air membasahi serat-seratnya namun pada kain khusus yang seratnya telah disempurnakan tolak air, kain akan membiarkan tetap terkumpul membentuk bola-bola air di permukaannya tanpa penetrasi. Ketahanan kain terhadap air dapat dibagi : water resistant, water repellence dan water proof.

Pada hasil praktikum kain masih dapat terbasahi pada bagian atasnya baik sebagian ataupun seluruhnya. Hal ini dipengaruhi oleh kombinasi kerapatan tenunan dan keporosan benang. Kain yang lebih rapat akan mempunyai ketahanan terhadap air tinggi maka pada umumnya kain tenun akan memberikan ketahanan terhadap penetrasinya lebih baik daripada kain rajut. Selain itu perbedaan daya tolak air dibedakan oleh jenis penyempurnaan (resin) yang digunakan dan tujuan akhir yang diinginkan, misalnya untuk jas hujan digunakan resin karet.

 

 

 

 

  1. KESIMPULAN :

Pengujian Siram :

Pengujian I (pada bagian atas)   = 50 (Terjadi Pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas)

Pengujian II (pada bagian bawah) = 70 (Terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain bagian atas)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN TERHADAP AIR CARA KERANJANG

SNI 08-0404-1989

 

  1. MAKSUD dan TUJUAN :

I. 1. Maksud

Menguji daya serap kain terhadap air dengan cara keranjang.

              I.2. Tujuan

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan sifat penyerapan bahan kain terhadap air dengan menggunakan metode keranjang.

II.TEORI DASAR :

Dalam uji ini, daya serap dinyatakan dalam dua cara yaitu waktu serap dan kapasitas serap. Daya serap adalah kemampuan kain menyerap air, sedangkan waktu serap adalah waktu yang diperlukan untuk pembasahan sempurna seluruh contoh uji yang dinyatakan dalam detik, basah sempurna yang dimaksud adalah pada saat contoh uji tepat mulai tenggelam.

Pengujian daya serap sangat penting untuk dilakukan yaitu untuk mengendalikan mutu kain yang khusus dibuat dengan daya serap besar. Kain yang membutuhkan daya serap besar adalah kain handuk. Kualitas kain handuk ini ditentukan oleh kemampuannya dalam hal daya serap terhadap air yang mungkin tergantung dari sifat serat atau konstruksi handuk tersebut.

 

  1. PERCOBAAN :

III.1ALAT dan BAHAN

Peralatan

  1. Piala gelas 250 ml
  2. Keranjang kawat t = 5 cm, Ф = 3 cm, berat 3 gram dan berlubang-lugbang.
  3. Stop watch
  4. Bejana dengan tinggi minimum 25 cm

Bahan dan Pereaksi

  1. Kain contoh uji berukuran lebar 7,5 cm san panjang tertentu dengan arah panjang miring 450C terhadap lusi dan pakan sehingga setiap contoh uji memiliki berat 5 gram dengan jumlah contoh uji minimal 5 buah.
  2. Air suling

 

III.2 JALANNYA PERCOBAAN

Uji keranjang untuk kain handuk.

*.Uji waktu serap dengan contoh uji lebar 7,5cm panjang tertentu sehingga beratnya 5 ± 0,1 gram. Lalu contoh uji dimasukkan kedalam keranjang kemudian keranjang dijatuhkan dengan ketinggian 2,5 cm dari permukaan air.

*.Uji kapasitas serap dilakukan setelah mengetahui waktu serapnya maka membiarkan keranjang tembaga contoh uji selama 10 detik. Mengambil contoh uji beserta keranjang tembaga kedalam tembaga.

*.Menimbang contoh uji, keranjang tembaga dan piala tersebut.

 

III.3DATA PENGAMATAN

*.Kain handuk (cara keranjang)

Pengujian Waktu serap Berat gelas Berat kawat Berat bahan Berat awal Berat akhir Daya serap
I > 90 detik 30,03 gram 3 gram 5 gram 38,03 g 63,11 g 510,6%
II > 90 detik 30,03 gram 3 gram 5 gram 38,03 g 67,25 g 584,4%

 

Kapasitas serap   = Sampel contoh

Sampel contoh

Pengujian Sampel bahan kain handuk
Daya serap cara keranjang  

 

 

  1. DISKUSI :

Pada uji daya serap air cara keranjang ini dilakukan pada kain handuk. Kain handuk yang baik yaitu yang waktu serap airnya kurang dari 90 detik. Karena ketika kain handuk tersebut mudah menyerap air maka akan lebih nyaman dipakai. Pada kain handuk ini kurang baik waktu penyerapannya artinya kain ini agak sulit untuk menyerap air dengan cepat namun dapat menyerap air sampai sekitar 500%. Pada konidisi ini, daya serap air dipengaruhi oleh sifat serat pada kain handuk. Pada serat yang daerah amorf nya lebih banyak misalnya kapas, akan lebih banyak dapat menyerap air. Berbeda dengan serat polyester yang lebih sedikit menyerap air. Selain itu konstruksi kain pun berpengaruh. Pada kain tenun yang lebih rapat, daya serapnya akan lebih sedikit dibandingkan dengan kain rajut yang kerapatannya lebih renggang.

Oleh karena itu pada uji daya serap ini dipengaruhi juga oleh jenis serat dan konstruksi pada kain handuk tersebut.

 

  1. KESIMPULAN :

Hasil tersebut memberikan penilaian bahwa kain handuk yang diberikan mempunyai kategori cukup baik sebab dari spesifikasi persyaratan mutu untuk kain handuk harus memiliki kapasitas serap 400% sampai 600% namun untuk kain handuk kurang baik karena waktu penyerapan airnya lebih dari 90 detik.

Kain handuk:

Waktu serap = >90 detik

Kapasitas/daya serap = 510,6% dan 584,4%.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN DAYA TOLAK AIR KAIN DENGAN UJI CURAH HUJAN

SNI 08-0278-1989

 

  1. MAKSUD dan TUJUAN :

I. 1. Maksud

Menguji daya tolak air dengan uji curah hujan.

              I.2. Tujuan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal ketahanannya terhadap air melalui curahan hujan.

II.TEORI DASAR :

Dalam hubungan antara air dan kain, banyak istilah yang kadang-kadang membingungkan, misalnya istilah storm-proof dan shower-proof pada jas hujan. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengujian cara uji tahan air atau tolak air perlu dibicarakan mengenai beberapa istilah dan definisi berikut ini:

*.Proses tahan hujan (shower-proof)

Ialah proses untuk memperlambat daya serap dan daya penetrasi air dengan sifat kainnya yang tetap tembus udara dan umumnya dilakukan dengan pemulihan jenis serat dan konstruksi kain tertentu.

Cara ini dimaksudkan untuk menentukan daya tolak air suatu kain. Cara ini terutama     dipergunakan untuk kain-kain yang mempunyai daya tolak air tetapi masih tembus udara.

Kain dipasang pada 4 buah tabung yang dipasang tepat di bawah curahan air hujan buatan. Air hujan buatan disiramkan dari lubang-lubang penyiram air. Air yang menembus kain ditampung dalam tabung dan jumlah air yang tertampung diukur, begitu pula air yang tertampung di atas kain diukur jumlahnya.

Penyiraman air hujan dipasang sejarak 150 cm dari keempat tabung yang dipasang pada alas yang berputar dengan kecepatan 5 putaran per menit. Pada saat kain yang dipasang pada tabung diputar di bawah curahan air hujan buatan, alat penghapus yang berada di dalam tabung akan menggosok kain bagian dalam untuk meniru gosokan mekanis yang ditimbulkan oleh pemakai jas hujan dalam pemakaian yang sebetulnya. Gerakan menggosok kain ini akan membantu penetrasi air ke dalam kain.

Air yang dipergunakan untuk pengujian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

#         Suhu air tidak boleh kurang dari 25oC dan tidak lebih dari 29oC.

#         PH air tidak boleh kurang dari 6,0 dan tidak lebih dari 8,0.

Kecepatan aliran air hujan tidak boleh dari 62 ml per menit per tabung dan tidak lebih dari 68 ml per menit per tabung.

Sifat khusus dari kain yang dipakai untuk jas hujan, tutup mobil, atau tenda adalah kemampuan kain tersebut untuk menolak air atau sebaliknya air tidak dapat menembus kain yang digunakan untuk kantong air.

Air dapat menembus kain melalui tiga cara :

  1. Oleh pembasahan kain, diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain
  2. Oleh tekanan air yang menekannya melalui rongga-rongga pada kain
  3. Oleh kombinasi kedua cara tersebut diatas

Jika kain dibuat sedemikian rapat hingga tidak ada rongga-rongga diantara benag-benag, kain masih mundkin tembus air jika air dapat membasahi kain. Hal ini terjadi pada kain kanvas dari kapas yang ditenun sangat rapat. Apabila kain tenun biasa dibuat dari serat yang diberi proses kimia sehingga tidak dapat dibasahi oleh air maka air akan menggelincir dipermukaan kain tanpa menembusnya, tetapi jika air terkumpul di permukaan kain dengan ketebalan tertentu atau air menetesi kain dengan tekanan yang lebih kuat, air akan menembus kain melalui rongga-rongga pada kain. Hal ini terjadi pada kain yang disebut tahan gerimis. Agar kain benar-benar tidak ditembus air, kain harus dilapisi dengan pelapis yang tidak tembus air, misalnya untuk jas hujan, kain dilapisi karet, atau untuk terpal dilapisi sejenis ter. Kain yang diberi pelapis juga bersifat tidak tembus udara, sehingga tidak nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperlukan sifat tahan air cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air.

 

  1. PERCOBAAN :

III.1ALAT dan BAHAN

Peralatan

  1. Alat uji daya tolak air kain jenis bundesman
  2. Alat pemeras pusingan
  3. Stop watch
  4. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram

Persiapan hujan buatan

  1. 250C < suhu air < 290C
  2. 6,0 < pH air < 8,0
  3. Kecepatan aliran air hujan antara 62-68 ml/menit tiap tabung

 

 

III.2 JALANNYA PERCOBAAN

Contoh uji yang telah dikondisikan dalam ruang standard an telah dtimbang kemudian dipasangkan pada alat dan disiam dengan air pada ketoinggian dan kondisi tertentu setelah selesai dihitung perembesan dan penyerapannya.

 

III.3DATA PENGAMATAN

Pengujian Ketahanan Hujan

Curah air : 62-68 cc/ menit

Waktu uji : 10 menit

Waktu pemerasan : 15 detik

Berat awal   : 4,08 gram

Berat akhir  : 7,31 gram

Penyerapan  =

=

= 79,17%

Kapasitas perembesan = 0,00 cc

Tidak ada air pada tabung.

 

Sampel contoh

Pengujian Sampel bahan kain
Uji tolak air Bundesman  

 

  1. DISKUSI :

Kain daya tolak air dengan proses tahan hujan untuk memperlambat daya serap dan daya penetrasi terhadap air. Kain uji masih tetap tembus udara. Biasanya dengan pemilihan jenis serat dan konstruksi kain tertentu, kain dapat dibuat sifat anti hujan sesuai yang diinginkan. Prinsip pengujiannya yaitu menyiram kain dengan air bertekanan tertentu. Pada uji kali ini digunakan curah 62-68 cc/menit, dengan waktu 10 menit. Kondisi pengujian dapat dilakukan berdasarkan standar yang kita pakai karena setiap standar berbeda.

Setelah pengujian dilakukan evaluasi yaitu dilihat penyerapan air oleh contoh uji yang didapatkan sebesar 79,19. Hal ini menunjukkan banyaknya air yang tertinggal pada kain banyak dan sangat baik dalam hal penyerapannya. Dan tidak terjadi perembesan artinya daya tolak airnya sangat tinggi.

 

  1. KESIMPULAN :

Kain yang di uji mempunyai :

Daya Penyerapan air = 79,17% artinya kapasitas penyerapannya tinggi dan baik.

Kapasitas perembesan = 0,00 cc artinya daya tolak air tinggi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN KETAHANAN API BAHAN TEKSTIL CARA VERTIKAL

SNI 08-1512-1989

 

  1. MAKSUD dan TUJUAN :

I. 1. Maksud

Menguji ketahanan api pada bahan tekstil.

I. 2. Tujuan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal kemampuan kain untuk menahan atau tidak meneruskan nyala api bila dikenakan pada salah satu ujungnya selama waktu tertentu dengan cara vertical.

II.TEORI DASAR :

Factor yang berpengaruh pada sifat nyala api atau tahan api adalah jenis serat dan berat kain. Struktur benang dan struktur kain seperti kain tenun, kain rajut, dan sebagainya tidak berpengaruh pada sifat nyala api dan tahan api. Sifat nyala api sebagian ditentukan oleh jenis serat yang digunakan. Serat selulosa, linen, dan rayon mudah sekali meneruskan pembakaran. Kain wol biasanya sulit menyala, nylon dan polyester mengkerut dari nyala api dan sulit menyala, tetapi penyempurnaan yang membuat kain kaku memungkinkan nylon dan polyester mudah nyala.

Pada kain-kain yang meneruskan nyala api, sifat tahan apinya bergantung pada berat kain dan kandungan seratnya. Untuk kain dengan serat sama, makin berat kainnya, makin tahan api. Dalam keadaan nyata, banyak factor yang berpengaruh pada sifat tahan api dan terdapat beberapa cara ui tahan api. Untuk pakaian, pengujian yang banyak digunakan adalah uji sifat nyala api tekstil pakaian (cara 450) dan uji tahan api (cara vertical).

Prinsip uji sifat tahan api (cara vertical) adalah membakar kain yang dijepit rangka dan diletakkan vertical selama waktu tertentu. Diukur waktu dari saat api diambil sampai nyala padam, waktu dari saat nyala padam sampai bara padam dan panjang sobekan pada contoh uji karena sobekan dengan gaya tertentu.

Untuk mencegah tejadinya kebakaran, maka perlu digunakan kain yang memiliki sifat ketahanan terhadap nyala api yang baik.

Beberapa istilah yang berhubungan dengan tahan nyala api antara lain :

*.Mudah terbakar (flammable), untuk kain yang meneruskan nyala api dengan cepat dan apabila dijauhkan dari api kain akan terus terbakar.

*.Anti nyala api (flame-proof), untuk kain yang tahan nyala api dan tidak meneruskan nyala api, misalnya nyala api pada kain akan segera redam begitu api dijauhkan dari kain.

*.Tahan nyala api (flame-resistance), adalah nilai yang diperoleh pada uji kain yang dinyatakan sebagai waktu (detik) yang diperlukan untuk meneruskan nyala api sepanjang 100 inci kain kearah vertikal.

*.Bahan asli anti nyala api (inherently flame proof), adalah bahan yang bersifat tahan nyala api meskipun tidak diberi proses penyempurnaan anti nyala api.

*.Bahan anti nyala api permanen (durably flame proof material) adalah kain yang tetap tahan nyala api setelah proses pencucian yang berulang-ulang.

*.Bahan anti nyala api sementara (temporally flame proof material), adalah kain yang setelah proses pencucian berulang akan kehilangan sifat tahan nyala api.

Pengaruh konstruksi kain terhadap nyala api adalah sebagai berikut :

–   Komposisi serat pada kain

Sifat anti nyala api sangat dipengaruhi oleh jenis seratnya. Serat-serat selulosa seperti kapas, flax dan rayon mempunyai sifat tahan nyala api yang rendah, sedangkan wol biasanya sulit tebakar. Bahan nilon dan poliester adalah serat termoplastik yang mengkeret dari nyala api dan cenderung untuk tidak terbakar, meskipun karena proses penganjian atau pencelupan dengan zat warna tertentu dapat menyebabkan kain nilon dan poliester mudah terbakar.

–   Jenis benang

Konstruksi benang tidak berpengaruh terhadap sifat anti nyala api pada bahan

–   Struktur kain

Sifat anti nyala api pada kain tidak tergantung pada konstruksi misalnya kain tenun, kain rajut, kain renda, kain felt, dan sebagainya.

–   Berat kain

Berat kain berpengaruh langsung terhadap sifat anti nyala api untuk jenis serat apapun, makin berat sifat nyala apinya makin baik. Untuk kain tahan terhadap nyala api diuji dengan jalur vertikal (vertical strip test) sedangkan untuk kain yang tidak tahan nyala api diuji dengan cara uji miring (the 45o test). Untuk menguji apakah sifat tahan nyala api permanen atau tidak, perlu diterangkan apakah pengujian dilakukan sebelum proses pencucian atau proses cuci kering (dry cleaning) atau sesudahnya

       

  1. PERCOBAAN :

III.1ALAT dan BAHAN

Peralatan

  1. Alat uji tahan api vertikal
  2. Pmbakar Bunsen tinggi sekitar 150 mm dengan diameter lubang 9,5 mm
  3. Stop watch
  4. Mistar
  5. Pemegang contoh uji
  6. Pemberat sesuai berat kain contoh uji.

Bahan dan Pereaksi

  1. Kain contoh uji berukuan 30 x 7 cm sebanyak 5 buah masing-masing arah lusi dan pakan.

 

III.2 JALANNYA PERCOBAAN

Ketahanan Terhadap Api

*.Menyiapkan contoh uji masing-masing 2 buah untuk arah pakan dan arah lusi dengan ukuran 7 x 32 cm diberi tanda pada permukaan yang berlawanan dengan permukaan yang akan diuji.

*.Contoh uji dikondisikan ( oven 100oC, 1jam ) lalu dalam eksikator selama 15 menit.

*.Contoh uji diletakkan vertical pada pemegang contoh ujung bawah abagian tengah tepat diatas nyala api ( panjang nyala api 3,8 cm bagian yang terbakar 1,9 cm ).

*.Tutup kaca alat, lalu bakar selama 12 detik.

*.Evaluasi dilakukan dengan mencatat waktu sampai api tepat hilang dari kain, catat waktu bara, ujung panjang arang dari yang terbakar sampai ujung sobekan.

 

III.3DATA PENGAMATAN

Pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian

Bahan Gray scale Staining scale
Kapas    
Polyester    

Sampel contoh

Pengujian Sampel bahan kain tenun
Uji tahan api  

 

  1. DISKUSI :

Pada kain yang diuji merupakan termasuk kategori mudah terbakar (flammable) karena kain yang meneruskan nyala api dengan cepat dan apabila dijauhkan dari api kain akan terus terbakar. Pada arah lusi kain meneruskan nyala api walaupun sudah dijauhkan dari api. Pada arah lusi 5 detik kemudian ada bara 18 detik segera setelah api hilang. Hal ini menunjukkan bahwa kain ini tahan apinya kurang baik. Begitupun pada daerah pakan. Nyala api lebih lama yaitu 15 detik dengan nyala api 9 detik.

Hal yang mempengaruhi suatu kain tahan api yaitu dari jenis seratnya. Apabila serat mudah terbakar, maka kain pun mudah terbakar seperti kapas. Sedangkan polyester tidak mudah terbakar dan meneruskan pembakaran. Selain itu berat kain mempengaruhi tahan api. Semakin berat suatu kain maka tahan apinya semakin baik.

 

  1. KESIMPULAN :

Hasil evaluasi ketahanan nyala api memberikan :

  • Arah lusi

Waktu nyala api =  5 detik

Waktu bara api   = 18,3 detik

Panjang arang     = 0 cm

  • Arah pakan

Waktu nyala api = 15,3 detik

Waktu bara api   = 9,7 detik

Panjang arang     = 0 cm

Dengan cepatnya kain terbakar dan juga sifatnya yang meneruskan pembakaran, menunjukkan bahwa kain tenun tersebut memiliki ketahanan api yang kurang baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. DAFTAR PUSTAKA
  • Moerdoko, Wibowo, S.Teks, dkk, Evaluasi tekstil bagian kimia, Institut Teknologi Tekstil, 1975.
  • Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian, SII No.0115-75, Departemen Perindustrian, 1975.
  • Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat, SII No. 0117-75, Departemen Perindustrian, 1975.
  • Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan, SII No. 0118-75, Departemen Perindustrian, 1975.
  • Cara Uji Perubahan Dimensi Dalam Pencucian Kain Tenun dan Rajut Kecuali Wol., SII No. 0123-75, Departemen Perindustrian, 1975.
  • Cara Uji Tahan Api Pada Bahan Tekstil, SII No. 2055-87, Departemen Perindustrian, 1975.
  • Cara Uji Tahan Air (Uji Siram), SII No. 0124- 75, Departemen Perindustrian Perindustrian, 1975.

 

 

Evaluasi Fisika III Tekstil

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK

              I.          Maksud dan Tujuan

Maksud dari pengujian ini yaitu untuk mengukur kekuatantarik dan mulur kain tenun dengan cara pita potong dan pita tiras. Sedangkan tujuannya adalah mendapatkan hasil pengukuran beban maksimum yang dapat ditahan oleh suatu contoh uji kain tenun dengan ukuran (2,5 x 20) cm dan pengukuran terhadap mulur sebelum putusnya serta dapat menilai mutu atau klasifikasi kain yang diuji berdasarkan hasil pengujian kekuatan tariknya.

           II.          Teori Dasar

Kekuatan kain dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu kekuatan tarik dan daya tahan terhadap tarikan, tahan sobek (daya tahan terhadap sobekan) dan kekuatan tahan pecah (tahan terhadap gesekan/bursting). Masing-masing dari ketiga cara pengujian ini mempunyai kegunaan masing-masing, dimana contoh-contoh uji dibuat khusus tergantung pada jenis kain dan penggunannya. Kekuatan kain merupakan daya tahan kain tarhadap tarikan pada arah lusi maupun pakan

Kekuatan tarik kain adalah beban maksimal yang dapat ditahan oleh suatu contoh uji kain hingga kain tersebut putus. Mulur kain adalah pertambahan panjang kain pada saat kain putus dibandingkan dengan panjang kain semula, dinyatakan dalam persen.

. Untuk mengetahui kekuatan tarik kain, dipakai dengan tiga cara pengujian yaitu:

Ä  Cara pita potong

Pengujian dengan cara pita potong, contoh dipotong tepat pada lebar 2,5 cm dan panjang 20 cm, sebanyak 3 sampel untuk lusi dan pakan 3 sampel. Sampel yang telah dipotong langsung diuji. Cara ini pada umumnya dipakai untuk kain yang dilapisi atau kain yang dikanji dengan tebal, yang sukar dan tidak mungkin untuk diurai. Dalam pengujian ini contoh uji harus betul-betul sejajar dengan arah benang yang memanjang.

Ä  Cara pita tiras (grab strip raveled)

Pengujian untuk pita tiras, contoh uji dipotong dengan ukuran ( 3 x 20 ) cm sebanyak 4 sampel untuk lusi dan pakan 4 sampel. Sampel tersebut ditiras dulu hingga ukurannya menjadi (2,5 x 20) cm, baru diuji. Pengujian ini hanya untuk kain yang tidak dilapisi dengan kata lain yang mudah diurai/ditiras. Pengujian kekuatan tarik dengan cara pita tiras pada saat terjadi penarikan benang pada bagian tengah kain yang menderita tarikan yang kecil. Hal ini terjadi karena contoh uji yang telah diurai tidak ada jalinan yang memegang benang pada sisi kain, maka pada saat beban bertambah benang-benang sisi kain hanya hilang keritingnya saja, baru setelah bagian tengah putus benang pada bagian pinggir kain putus. Pengujian kekuatan cara pita tiras selalu menghasilkan kekuatan tarik yang lebih rendah dari cara cekau namun lebih tinggi dari pita potong.

Ä  Cara cekau (strip test)

Pengujian kekuatan tarik cara cekau lebih menyerupai pemakaian kain yang sebenarnya.

Jadi, dalam perhitungan hasil pengujian yang dihitung adalah kekuatan serta mulur dari kain yang diuji. Untuk menghindari perbedaan persepsi dari penerima hasil pengujian maka setiap pengujian kekuatan tarik harus dicantumkan cara mana yang dipakai.

Alat uji kekuatan tarik (dinamakan “Tensile Strength Tester”) ada tiga :

  1. Laju tarik tetap : Constant Rate Of Traverse (CRT)
  2. Laju beban tetap : Constant Rate Of Loading (CRL)
  3. Laju mulur Tetap: Constant Rate Of Elongation (CRE)

      III.            Prinsip Pengujian

Suatu gaya atau beban yang dibutuhkan untuk menarik contoh uji yang dijepit oleh dua buah penjepit (clamp) pada alat uji tarik dengan jarak jepit tertentu dan kecepatan yang konstan hingga contoh uji tersebut putus. Besarnya gaya dan mulur akan terbaca pada display, kertas grafik atau skala yang tertera pada alat.

  1. Standar Pengujian
  • SNI 08-0276-2009, kain tenun- Cara Uji Kekuatan Tarik dan Mulur
  1. KEKUATAN TARIK PITA POTONG
  2. Alat
  1. Alat dan Bahan

Ä  Dinamometer yang merupakan sistem kecepatan penarikan tetap (constant rate of traverse), yang dilengkapi dengan:

  • Penjepit bawah dan atas dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm.
  • Beban 50Kg, Jarak jepit 7,5 cm
  • Skala mulur dalam centimeter dan skala kekuatan dalam kilogram.
  • Penggerak motor.
  • Kecepatan penarikan 30 ± 1 cm per menit dengan waktu putus 20 ± 3 detik sejak penarikan.

Ä  Gunting dan mistar

  1. Bahan

Kain tenun dengan ukuran (2,5 x 20) cm.

 

 

 

  1. Cara Uji

Ä  Contoh uji digunting dengan ukuran (3 x 20) cm, lalu tiras arah panjang kain, hingga lebar kain 2,5 cm. Besarnya tirasan di kedua pinggir hendaknya sama. Hasil tirasan tidak digunting.

Ä  Contoh uji,dikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab (sebaiknya dilakukan).

Ä  Jarak jepit diatur sehingga 7,5 cm.Beban dipasang sesuai dengan contoh uji.

Ä  Skala mulur harus dinolkan.

Ä  Jarum skala kekuatan diatur pada titik nol.

Ä  Kain contoh uji dipasang pada penjepit. Pada saat pemasangan contoh uji, pada penjepit atas seluruh contoh uji boleh dipasangkan semuanya. Hal ini agar tidak terlalu berulangnya bongkar-pasang contoh uji pada penjepit. Pemasangan contoh uji yang sekaligus mengakibatkan mengecilnya kemungkinan contoh uji untuk selip dari penjepit atas. Namun demikian bila pemasangannya kurang teliti, yang terjadi malah sebaliknya.

Ä  Contoh uji bagian bawah dipasang pada penjepit bawah. Namun, pemberian tegangan awal hendaknya tidak melebihi batas toleransi. Adapun batas toleransinya yaitu sebesar 6 ons atau kira – kira 3 kg.

Ä  Motor dijalankan dengan menekan tombol penggerak motor ke atas.

Ä  Tombol penarik penjepit diputar bawah ke bawah. Pedal motor diinjak, maka penjepit bergerak ke bawah. Ketika mulur tepat pada saat putus, pedal motor dilepaskan.

Ä  Mengamati skala kekuatan dan mulur yang dihasilkan dari hasil pengujian. Pada saat putus kedudukan ayunan terletak diantara 9 – 45o terhadap garis tegak lurus.

Ä  Skala yang dibaca, yaitu skala bagian tengah, karena digunakan bebannya 100 kg.

Ä  Untuk mengembalikan penjepit bawah ke posisi semula, dengan cara memutar tombol penjepit bawah ke atas, dan pedal motor diinjak.

Ä  Pengujian dilakukan untuk 3 contoh uji. Masing – masing untuk arah lusi dan pakan.

Ä  Membaca kekuatan tarik dalam satuan kilogram (Kg) dan mulur dalam satuan centimeter (cm).

Ä

Ä

Ä  Mulur % =     mulur cm         x 100%

Jarak jepit (7,5)

 

  1. Laporan Hasil Uji dan Diskusi
Kain Contoh Uji

 

Arah Lusi (Kekuatan Tarik Lusi) Arah Pakan (Kekuatan Tarik Pakan)
Kekuatan Tarik (kg) Mulur Kekuatan Tarik (kg) Mulur
cm Persen (%) cm Persen (%)
1 34 2,6 34,67% 17 3,9 52%
2 29 3,6 48% 15 3,3 44%
3 28 3,5 46,67% 16 3,5 46,67%
91 129,34% 48 142,67%
30,33 43,11% 16 47,56%

 

Lusi Pakan
kekuatan

)

Mulur

)

Kekuatan

)

Mulur)
1 3,67 13,46 -8,44% 71,23% 1 1 4,44% 19,71%
2 -1,33 1,76 4,89% 23,91% -1 1 -3,56% 12,67%
3 -2,33 5,42 3,56% 12,67% 0 0 -0,89% 0,79%
20,64 107,81% 2 33,17%

Ä  Rata-rata Kekuatan Tarik Lusi                 = 30,33 kg

Ä  Rata-rata Kekuatan Tarik Pakan              = 16 kg

Ä  Rata-rata Mulur Lusi                                = 43,11%

Ä  Rata-rata Mulur Pakan                             = 47,56%

Ä

Ä

Ä  1,27

Ä

Ä

Ä

Ä

Ä

 

Diskusi

Kekuatan tarik suatu kain adalah kemampuan minimum kain dalam menahan tarikan dari suatu beban yang maksimum. Mulur pada saat putus yaitu pertambahan panjang pada kain saat putus dibandingkan dengan panjang kain semula, yang dinyatakan dalam persen. Mulur tidak berarti putus, sebelum mencapai mulur maksimum, maka tidak akan terjadi putus. Mulur seperti ini dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan panjang kain setelah mendapat tarikan.

Pada pengujian kekuatan tarik dan mulur cara pita tiras dikhususkan untuk kain yang tidak dilapisi dan dapat diurai seperti kemeja atau yang lainnya.Dalam pengujian kekuatan tarik, yang harus diperhatikan adalah pemberian tegangan awal. Bila tegangan awal yang digunakan melebihi dari 3 kg, hal ini akan menyebakan hasil pengujian yang dihasilkan menjadi bertambah lebih besar. Terkadang beberapa kali dalam pengujian,penunjuk skala seringkali lost dari angka nol yaitu tepat saat akan diatur pada sudut antara (9 – 45)0 terhadap garis tegak lurus. Hal ini harus dibatasi guna menghasilkan koefisien variasi yang tidak terlalu besar. Serta untuk keakuratan hasil pengukuran untuk masing – masing beban tertentu. Saat penarikan benang pada bagian tengah kain mederita tarikan sedangkan benang pada sisi-sisi kain sedikit mendapat tarikan.

Pengujian ini sangat penting untuk pengendalian mutu. Dalam perdagangan kain diperlukan untuk mengetahui apakah kain yang dibuat sesuai atau tidak dengan yang diinginkan atau tidak. Pengujian cara pita potong ini umumya dipakai untuk kain yang dilapis atau kain yang dikanji tebal yang sulit untuk di urai atau di tiras. Pada prinsipnya pengujian ini sama dengan pengujian pita tiras hanya berbeda pada contoh ujinya saja, pada pita potong Pengujian ini Kain tenun dipotong dengan ukuran (2,5 x 20) cm, pada kedua ujung contoh uji dijepit dan diberi tegangan sampai kain tersebut menjadi putus. Jadi yang diukur adalah beban maksimum yang dapat ditahan oleh kain, hingga kain tersebut putus. Pada saat putus, kain tersebut mendapat pertambahan panjang yang disebut mulur kain. Jadi kekuatan kain yang diukur merupakan kekuatan minimum dari kain tersebut, baik untuk arah lusi maupun arah pakan. Sedangkan mulur yang diukur merupakan mulur pada saat putus. Kekuatan tarik suatu kain adalah kemampuan minimum kain dalam menahan tarikan dari suatu beban yang maksimum.

Pada pengujian kekuatan tarik cara pita potong ini dilakukan denganalat uji kecepatan penarikan tetap (constant rate of traverse). Ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan standar pengujian SNI 08-0276-2009 (Kain Tenun- Cara Uji Kekuatan Tarik dan Mulur). Diantaranya adalah pengondisian contoh uji yang tidak dilakukan karena keterbatasan waktu praktikum. Selain itu, contoh uji yang seharusnya berukuran (25×150)mm sedangkan yang dilakukan adalah berukuran (25×200)mm. Contoh uji hanya 3 yang diuji padahal seharusnya minimal 5 contoh uji.

Pada pengukuran kekuatan tarik dengan dinamometer, diusahakan untuk membuat tegangan awal 0 kg atau maksimal tidak lebih dari 3 kg, karena akan mempengaruhi hasil pengujian. Apabila tegangan awal besar, garis penunjuk skala pun melewati angka nol, sehingga hasil pengujian akan lebih besar. Skala penunjuk hasil pengujian, seharusnya membentuk sudut antara (9 – 45)0 terhadap garis tegak lurus. Hal ini harus dibatasi guna menghasilkan koefisien variasi yang tidak terlalu besar. Serta untuk keakuratan hasil pengukuran untuk masing – masing beban tertentu. Koefisien variasi yang terhitung berdasarkan hasil pengujian kekuatan tarik lebih besar daripada koefisien variasi mulur, hal itu menunjukkan adanya perbedaan yang lebih besar pada pengujian kekuatan tarik pada ketiga contoh uji. Kekuatan tarik lusi lebih besar daripada pakan, hal ini kemungkinan karena adanya penguatan pada benang lusi pada proses pertenunan. Mulur yang didapat dari hasil pengujian arah lusi maupun arah pakan cukup besar hampir 50 %, hal ini menunjukkan pertambahan panjang yang cukup besar. Kesalahan pada pengukuran mulur kemungkinan karena penginjakan dynamo yang terlalu lama sehingga pertambahan mulur yang seharusnya kecil menjadi lebih besar.

Hasil pengujian kekuatan tarik pita potong ini disesuaikan terhadap standar mutu kain tenun untuk kemeja (SNI 0051:2008), kain tenun setelan (SNI 08-0056-2006) dan kain tenun untuk gaun dan blus (SNI 08-1515-2004).

 

  1. Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

Arah Lusi

  1. Kekuatan

–          Rata-rata Kekuatan Tarik Lusi                        = 30,33 kg

–     Standar deviasi               = 3,21

–     Koefisien variasi              = 4,18%

  1. Mulur

–     Mulur rata – rata = 43,11%

–     Standar deviasi                = 1,27

–     Koefisien variasi = 4,18%

Arah Pakan

  1. Kekuatan

–     Kekuatan rata – rata         = 47,56%

–     Standar deviasi                = 1

–     Koefisien variasi             = 1,56%

  1. Mulur

–     Mulur rata – rata = 47,56%

–     Standar deviasi                = 0,25

–     Koefisien variasi = 1,56%

Hasil pengujian menunjukkan kain contoh uji sesuai dengan standar mutu kain tenun untuk kemeja dan kain tenun untuk gaun dan blus tetapi tidak sesuai untuk kain tenun setelan (Lusi <23kg dan Pakan < 19kg).

 

 

 

  1. KEKUATAN TARIK PITA TIRAS

              I.          Alat dan Bahan

  1. Alat

Ä  Dinamometer (Mesin Kekuatan Tarik) dengan spesifikasi :

  • Kecepatan Penarikan = 30 ± 1 cm / meter
  • Jenis                      = ayunan
  • Penggerak             = motor/tangan
  • Waktu putus         = 20 ± 3 detik setelah penarikan
  • Jarak jepit             = 7,5 cm
  • Ukuran penjepit    = 2,5 cm x 3,75 cm / lebih

Ä  Beban 50 Kg

Ä  Penggaris dan Gunting

  1. Bahan

Ä  Kain contoh uji (3 x 20 cm) masing – masing 3 potong (pakan dan lusi).

Catatan : contoh uji ditiras semula lebar 3cm menjadi 2,5 cm.

 

 

 

 

      II.          Cara Uji

Ä  Contoh uji digunting dengan ukuran (3 x 20) cm, lalu tiras arah panjang kain, hingga lebar kain 2,5 cm. Besarnya tirasan di kedua pinggir hendaknya sama. Hasil tirasan tidak digunting.

Ä  Contoh uji,dikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab (sebaiknya dilakukan).

Ä  Jarak jepit diatur sehingga 7,5 cm.Beban dipasang sesuai dengan contoh uji.

Ä  Skala mulur harus dinolkan.

Ä  Jarum skala kekuatan diatur pada titik nol.

Ä  Kain contoh uji dipasang pada penjepit. Pada saat pemasangan contoh uji, pada penjepit atas seluruh contoh uji boleh dipasangkan semuanya. Hal ini agar tidak terlalu berulangnya bongkar-pasang contoh uji pada penjepit. Pemasangan contoh uji yang sekaligus mengakibatkan mengecilnya kemungkinan contoh uji untuk selip dari penjepit atas. Namun demikian bila pemasangannya kurang teliti, yang terjadi malah sebaliknya.

Ä  Contoh uji bagian bawah dipasang pada penjepit bawah. Namun, pemberian tegangan awal hendaknya tidak melebihi batas toleransi. Adapun batas toleransinya yaitu sebesar 6 ons atau kira – kira 3 kg.

Ä  Motor dijalankan dengan menekan tombol penggerak motor ke atas.

Ä  Tombol penarik penjepit diputar bawah ke bawah. Pedal motor diinjak, maka penjepit bergerak ke bawah. Ketika mulur tepat pada saat putus, pedal motor dilepaskan.

Ä  Mengamati skala kekuatan dan mulur yang dihasilkan dari hasil pengujian. Pada saat putus kedudukan ayunan terletak diantara 9 – 45o terhadap garis tegak lurus.

Ä  Skala yang dibaca, yaitu skala bagian tengah, karena digunakan bebannya 100 kg.

Ä  Untuk mengembalikan penjepit bawah ke posisi semula, dengan cara memutar tombol penjepit bawah ke atas, dan pedal motor diinjak.

Ä  Pengujian dilakukan untuk 3 contoh uji. Masing – masing untuk arah lusi dan pakan.

Ä  Membaca kekuatan tarik dalam satuan kilogram (Kg) dan mulur dalam satuan centimeter (cm).

Ä

Ä

Ä  Mulur % =     mulur cm         x 100%

Jarak jepit (7,5)

 

   III.          Laporan Hasil Uji dan Diskusi

Kain Contoh Uji Arah Lusi (Kekuatan Tarik Lusi) Arah Pakan (Kekuatan Tarik Pakan)
Kekuatan Tarik (kg) Mulur Kekuatan Tarik (kg) Mulur
cm Persen (%) cm Persen (%)
1 20,75 4 53,33% 17 4 53,33%
2 32,75 4 53,33% 17 3,3 44%
3 27,25 5,2 69,33% 15,5 4,2 56%
80,75 175,99% 49,5 153,33%
26,92 58,66% 16,5 51,11%

 

Lusi Pakan
Kekuatan

)

  Mulur

)

  Kekuatan

)

  Mulur)  
1 -6,17 38,07 -5,33 28,41 0,5 0,25 2,22 4,93
2 5,83 33,99 -5,33 28,41 0,5 0,25 -7,11 50,55
3 0,33 0,11 10,67 113,85 -1 1 4,89 23,91
72,17 170,67 1,5 79,39

 

Ä  Rata-rata Kekuatan Tarik Lusi              = 26,92 kg

Ä  Rata-rata Kekuatan Tarik Pakan           = 16,5 kg

Ä  Rata-rata Mulur Lusi                             = 58,66 %

Ä  Rata-rata Mulur Pakan                          = 51,11 %

Ä

Ä  0,87

Ä  9,24

Ä  6,3

Ä

Ä

Ä

Ä

 

Diskusi

Pada pengujian kekuatan tarik cara pita potong ini dilakukan denganalat uji kecepatan penarikan tetap (constant rate of traverse) yaitu dynamometer, alat ini termasuk alat uji yang dilakukan secara manual. Ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan standar pengujian SNI 08-0276-2009 (Kain Tenun-Cara Uji Kekuatan Tarik dan Mulur). Diantaranya adalah pengondisian contoh uji yang tidak dilakukan karena keterbatasan waktu praktikum seperti halnya pada pengujian kekuatan tarik pita potong. Contoh uji yang diuji berukuran (25×200) mm namun sebelumnya berukuran (30×200) mm kemudian ditiras menjadi (25×200) mm namun panjangnya tidak sesuai dengan standar pengambilan contoh uji yang seharusnya (25×150) mm. Contoh uji hanya 3 yang diuji padahal seharusnya minimal 5 contoh uji karena kain yang dimiliki terbatas.

Pada hasil pengujian pita potong hasilnya lebih besar daripada pita tiras dikarenakan benang pada pinggir kain tidak sama rata karena pinggir kain digunting sedangkan pada pita tiras, benang lurus atau sama rata karena sebelumnya telah ditiras. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian cara uji dengan standar pengujian diantaranya karena penirasan yang kurang baik sehingga benang paling pinggir menjadi bengkok dan mempengaruhi hasil pengujian, jarak jepit karena jarak jepit akan mempengaruhi mulur yang dihasilkan, jarak jepit yang tinggi atau besar akan menghasilkan mulur yang tinggi pula, kemudian yang kedua di pengaruhi oleh kecepatan dimana kecepatan berbanding lurus dengan mulur, dan berbanding terbalik dengan kekuatan tarik artinya jika kecepatan tinggi akan menghasilkan mulur yang tinggi sedangkan kekuatan tarik akan menurun. Dan yang ketiga adalah pengaruh beban yang diberikan.Skala dapat dibaca atau dianggap layak apabila nilainya kisaran 20kg – 80kg. Cara pita potong dilakukan pada kain yang dilapisi atau dikanji tebal yang sukar atau tidak mungkin untuk diurai.Pemotongan contoh uji harus benar-benar sejajar dengan arah benang yang memanjang.

Hasil pengujian kekuatan tarik pita tiras ini disesuaikan terhadap standar mutu kain tenun untuk kemeja (SNI 0051:2008), kain tenun setelan (SNI 08-0056-2006) dan kain tenun untuk gaun dan blus (SNI 08-1515-2004).

 

   IV.          Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

  • Arah Lusi
  1. Kekuatan

Ä  Kekuatan rata – rata          = 26,92 kg

Ä  Standar deviasi

Ä  Koefisien variasi             =

Ä

  1. Mulur

Ä  Mulur rata – rata    =58,66 %

Ä  Standar deviasi                  =9,24

Ä  Koefisien variasi    =

  • Arah Pakan
  1. Kekuatan

Ä  Kekuatan rata – rata =16,5 kg

Ä  Standar deviasi             =0,87

Ä  Koefisien variasi     =

Ä

  1. Mulur

Ä  Mulur rata – rata    = 51,11 %

Ä  Standar deviasi                  = 6,3

Ä  Koefisien variasi    =

Hasil pengujian menunjukkan kain contoh uji sesuai dengan standar mutu kain tenun untuk kemeja dan kain tenun untuk gaun dan blus tetapi tidak sesuai untuk kain tenun setelan (Lusi <23kg dan Pakan < 19kg).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN KEKUATAN SOBEK KAIN

     I.          Maksud dan Tujuan

Maksud dari pengujian ini yaitu untuk mengukur kekuatan sobek kain tenun dengan cara Trapesium, cara Lidah dan cara Elmendorf sesuai standar pengujian. Sedangkan tujuannya adalah mendapatkan hasil pengukuran kekuatan sobek kaindan dapat menilai mutu atau klasifikasi kain yang diuji berdasarkan hasil pengujiannya.

  II.          Teori Dasar

Pengujian kekuatan sobek adalah menguji daya tahan kain terhadap sobekan. Pengujian kekuatan sobek kain sangat penting untuk kain – kain militer seperti kain untuk kapal terbang, payung udara dan juga untuk kain sandang.

Pengujian kekuatan sobek dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

  1. Sobekan Tunggal (dari contoh uji berbentuk sayap)
  2. Sobekan Tunggal (dari contoh uji berbentuk celana panjang)
  3. Pendulum balistik (Uji Trapesium untuk kain yang dilapisi/coating atau kain berlapis)

Pengujian cara trapezium ini meniru keadaanCara trapesium adalah kekuatan tarik kain yang telah diberi sobekan awal diantara dua penjepit yang membentuk bangun trapesium terhadap arah tarikan sedemikian rupa sehingga sobekan awal terletak ditengah diantara dua penjepit.

  1. Cara Lidah/ Sobekan Ganda (dari contoh uji berbentuk lidah)

Kekuatan tarik kain cara lidah adalah kain yang telah digunting terlebihdahulu kearah lusi atau pakan; wale atau course, sehingga berbentuk sepertilidah dan ditarik pada kedua ujung sobekan.

Kekuatan sobek lusi adalah kekuatan yang diperlukan untuk menyobek kain sampai benang lusi putus. Kekuatan sobek pakan adalah kekuatan yang diperlukan untuk menyobek kain sampai benang pakan putus.

Pengujian dengan cara lidah tidak dapat dilakukan pada kain tidak seimbang. Kain dengan tetal lusi lebih besar dari tetal pakan, apabila disobek pada arah lusi, maka arah sobekan pada saat pengujian akan berubah kea rah pakan yang lebih lemah.

 

 

  1. Cara Elmendorf/Pendulum

Kekuatan sobek cara Elmendorf adalah kekuatan kain yang telah diberi sobekan awal dengan jarak yang telah ditentukan. Metoda pendulum balistik (Elmendorf) digunakan untuk penentuan gaya sobek kain. Metoda ini menetapkan gaya sobek yang diperlukan untuk meneruskan sobekan pada kain dengan panjang tertentu jika diberi gaya mendadak. Gaya sobek dikualifikasikan sebagai “menyobek lusi” atau “ menyobek pakan” atau (benang lusi sobek) atau (benang pakan sobek). Uji ini khusus digunakan pada kain tenun, bisa juga nir tenun dengan batasan yang sama seperti kain tenun. Penting untuk pengujian bahan pekaian seperti kemeja, blus, kain lapis, dan kain militer (misalnya parasut).

Uji sobekan ini tidak cocok untuk kain rajut, kain tenun elastic, kain yang sangata an isotrop atau kain yang anyamannya memiliki jarak yang jika disobek arah sobekan akan berpindah kearah yang lain.

 

  1. Prinsip Pengujian

Ä  Prinsip Pengujian Elmendorf

Gaya yang diperlukan untuk meneruskan sobekan pada kain ditentukan dengan mengukur kerja yang dilakukan dalam penyobekan kain dengan jarak yang ditentukan. Alat terdiri dari pendulum beserta penjepit yang satu garis dengan penjepit kedudukan tetap saat pendulum pada posisi dinaikkan, posisi awal dengan energi potensial maksimum.

Contoh uji dikencangkan dalam penjepit dan sobekan dimulai dengan memotong kain contoh uji di antara penjepit. Pendulum kemudian dilepaskan dan penjepit menyobek contoh uji seluruhnya saat penjepit bergerak dari penjepit kedudukan tetap. Gaya sobek tersebut diukur.

Ä  Prinsip Pengujian Lidah

Kekuatan tarik kain yang telah digunting terlebih dahulu kearah lusi atau pakan, sehingga berbentuk lidah dan ditarik kedua ujung sobekan. Kekuatan lusi adalah kekuatan yang diperlukan untuk menyobek kain sampai benang lusi putus. Kekuatan pakan adalah kekuatan yang diperlukan untuk menyobek kain sampai benang pakan putus.

Ä  Prinsip Pengujian Trapesium

Contoh uji diberi suatu garis sehingga membentuk trapesium sama kaki sehingga sisi yang tidak sejajar dijepit pada alat uji. Gaya diberikan untuk rnenyobek contoh uji yang telah diberi sobekan awal sepanjang 15 mm. Kekuatan sobek dapat dihitung dari diagram beban dan mulur.

  1. Standar Pengujian
  • SNI ISO 13937-1(E)-2010. Tekstil- Kekuatan Sobek kain- Bagian 1 : Cara uji kekuatan sobek menggunakan metoda pendulum (Elmendorf)
  • SNI 0521-2008. Cara uji kekuatan sobek menggunakan metode lidah(tongue).
  • SNI 08-1269-1989. Kain Cara Uji Kekuatan Sobek (Cara Trapesium).

 

  1. KEKUATAN SOBEK KAIN ELMENDORF
  1. Alat dan Bahan
  2. Alat

Ä  Pendulum (Elemendorf) pengujian sobek dengan kapasitas alat 1600 gram, 3200 gram dan 6400 gram.

Ä  Gunting.

  1. Bahan

Contoh uji: kain contoh uji sebanyak masing-masing 3 buah baik untuk arah pakan maupun arah lusi dengan ukuran sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

 

           II.     Cara Uji

Ä  Contoh ujidikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab (seharusnya dilakukan).

Ä  Memilih alat pendulum sedemikian rupa sehingga kekuatan sobek terbaca antara 20% – 80% dari skala maksimal.

Ä  Pendulum dinaikkan sampai kedudukan siap ayun kemudian penunjuk diatur sehingga berimpit dengan garis indek yang terdapat pada pendulum.

Ä  Contoh uji dipasang pada sepasang penjepit sedemikian rupa sehingga terletak di tengah-tengah dan tepi bawah contoh uji segaris dasar penjepit, kedua penjepit dirapatkan dengan memutar sekerup pengencang, sehingga tekanan pada kedua penjepit sama besar. Contoh uji terpasang bebas dengan dengan bagian atas diatur melengkung searah ayunan pendulum.

Ä  Melakukan sobekan awal dengan menekan batang pisau.

Ä  Penahan pendulum ditekan sampai pendulum berayun mencapai lintasan ayunan kemudian pendulum ditahan dengan tangan tanpa mengubah posisi jarum penunjuk.

Ä  Kekuatan sobek dapat dibaca pada skala dalam satuan persen.

Ä  Hasil pengujian diulang apabila: Contoh uji selip pada penjepit dan Sobekan menyimpang dari arah sobekan awal.

Ä  Hasil pengujian tidak berlaku jika conoh uji selip pada penjepit atau bila sobekan menyimpang dari arah sobekan awal lebih besar dari 6mm dan bila terjadi pengeretun pada contoh uji harus dicatat.

Ä  Perhitungan :

  • Rata-rata kekuatan sobek lusi dan pakan

 

        III.     Laporan Hasil Uji dan Diskusi

Ä  Beban yang digunakan untuk sobek lusi = 3200 gram.

Ä  Beban yang digunakan untuk sobek pakan = 1600 gram.

Sobek Lusi Sobek Pakan
Skala Kekuatan Keterangan Skala Kekuatan Keterangan
1 36 1.152 g Kerut banyak 51 816 g Kerut banyak
2 43 1.376 g Kerut banyak 54 864 g Kerut banyak
3 38 1.216 g Kerut sedikit 55 880 g Kerut sedikit
∑x 117 3.744 g 160 2.560 g
39 1.248 g 53,33 853,33 g

 

Sobek Pakan Sobek Lusi
-3 9 -2,33 5,4289
4 16 0,67 0,4489
-1 1 1,67 2,7889
∑x 26 ∑x 8,6667

 

Ä  Rata-rata kekuatan sobek pakan                        = 853,33 gram

Ä  Rata-rata kekuatan sobek lusi                            = 1.248 gram

Ä  3,6

Ä

Ä

Ä

 

Diskusi

Prinsip pengujian tahan sobek kain tenun dengan Elmendorf yaitu gaya impact rata-rata yang diperlukan untuk menyobek contoh uji yang telah diberi sobekan awal, diperoleh dengan mengukur kerja yang dilakukan dalam penyobekan pada jarak yang sudah ditentukan. Alat uji ini terdiri dari pendulum berbentuk sektor yang dilengkapi dengan penjepit pada pendulum harus satu garis dengan penjepit yang kedudukannya tetap. Kedudukan ini mempunyai energi potensial maksimum. Contoh uji dipasang pada kedua penjepit, kemudian diberi sobekan awal di antara kedua penjepit tersebut. Pendulum dibebaskan mengayun sehingga penjepit pada pendulum bergerak menyobek contoh uji.

Kekuatan sobek kain yaitu kemampuan minimum dari kain untuk menahan beban maksimum yang mengenai kain tersebut.Metode pendulum balistik digunakan untuk penentuan gaya sobek kain.Metoda ini menetapkan gaya sobek yang diperlukan untuk meneruskan sobekan pada kain dengan panjang tertentu jika diberi gaya mendadak.Gaya sobek dikualifikasikan sebagai menyobek lusi atau menyobek pakan.Uji ini khusus digunakan pada kain tenun,bisa juga nir tenun dengan batrasan yang sama seperti kain tenun.

Didapatkan hasil uji rata-rata kekuatan sobek antara pakan dan lusi berbeda. Pada pakan kekuatannya yaitu 853,33 gram sedangkan pada lusi 1.248 gram. Kekuatan benang lusinya lebih kuat daripada benang pakan karena benang lusi yang sebelumnya diperkuat pada proses pertenunan agar tahan terhadap gesekan-gesekan sehingga kekuatannya lebih besar tidak hanya kekuatan tariknya tapi juga kekuatan sobeknya. Skala kekuatan sobek pakan dan lusi yang terbaca sesuai dengan standar yaitu diantara 20-80 dengan beban yang digunakan 1600 gram untuk pakan dan 3200 gram untuk lusi. Beban yang digunakan berbeda tergantung kain uji.

Pengujian ini menyesuaikan dengan standar pengujian SNI ISO 13937-1(E)-2010. Ada beberapa hal yang berbeda antara apa yang dilakukan dengan pengujian seharusnya. Contoh uji yang dilakukan tidak dilakukan persiapan contoh uji yaitu sampai pada kondisi standar RH 65 2 % dan suhu 27 2 C, sehingga RH dan suhu yang tidak sesuai kemungkinan akan mempengaruhi hasil pengujian. Ukuran contoh uji kurang sesuai dengan standar pengujian yang seharusnya 10 cm x 7,5 cm tetapi menjadi 10,2 cm x 7,5 cm, selain itu ukuran lubang berukuran awal kurang sesuai dengan standar yang berukuran 1,5 cm x 1,2 cm karena pengukuran pada saat pengujian bukan lubang atau sobekannya yang diukur, tetapi jarak dari pinggir kain, baru dibuat sobekan persegi 4 seperti pada gambar contoh uji diatas. Pengambilan contoh uji pun dilakukan hanya pada 3 contoh uji dengan pengambilan pada pakan atau lusi yang sama karena keterbatasan kain contoh uji.

Hasil pengujian disesuaikan dengan standar mutu kain tenun untuk kemeja (SNI 0051:2008), kain tenun setelan (SNI 08-0056-2006) dan kain tenun untuk gaun dan blus (SNI 08-1515-2004).

 

        IV.     Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

Ä  Rata-rata kekuatan sobek pakan                        = 853,33 gram

Ä  Rata-rata kekuatan sobek lusi                            = 1.248 gram

Ä  3,6

Ä

Ä

Ä

 

  1. KEKUATAN SOBEK KAIN LIDAH

              I.     Alat dan Bahan

  1. Alat

ÄAlat uji kekuatan tarik sistem laju mulur tetap yaitu Instron dengan beban sebesar 10 kg, jarak jepit 7,5 cm, kecepatan penarikan 30+(-/cm/menit).

Instron / alat kekuatan tarik sistem laju tarik tetap yang dilengkapi:

  • Dengan diagram pencatat skala.
  • Penjepit atas dan penjepit bawah (klem) ukuran 2,5cm x 7,5cm

ÄGunting, mistar, grafik dan pensil/pena.

  1. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu dengan ukuran (7,5 x 20) cm.

 

 

 

 

 

 

 

 

           II.     Cara Uji

Ä  Memotong kain contoh uji dengan panjang 20 cm dan lebar 7,5 cm.

Ä  Memotong kain ke arah memanjang sepanjang 7,5 cm mulai dari tengah – tengah salah satu tepi yang pendek pada kain contoh uji.

Ä  Membuat 1 contoh uji ke arah lusi dan arah pakan.

Ä  Contoh ujidikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab (seharusnya dilakukan).

Ä  Mengatur kedudukan jarak jepit (7,5 cm).

Ä  Memilih beban yang sesuai dengan kekuatan kain yang akan diuji (10 kg).

Ä  Alat – alat pencatat pembebanan pada kertas grafik supaya pada kedudukan yang tepat.

Ä  Memasangkan contoh uji pada penjepit ataslalu penjepit bawah.

Ä  Mesin dijalankan. Data percobaan dilihat pada grafik.

Ä

Ä

 

        III.     Laporan Hasil Uji dan Diskusi

 

Titik Tertinggi Beban (kg) Sobek Lusi Sobek Pakan
Sobek Lusi Sobek Pakan
1 2,8 2,2 -0,03 0,0009 0,03 0,0009
2 2,75 2,15 -0,08 0,0064 -0,02 0,0004
3 3,1 2,2 0,27 0,0729 0,03 0,0009
4 2,85 2,25 0,02 0,0004 0,08 0,0064
5 2,65 2,05 -0,18 0,0324 -0,12 0,0144
14,15 10,85 0,113 0,0023
2,83 2,17 0,0226 0,0046

 

Ä  Rata-rata kekuatan sobek pakan = 2,17 kg

Ä  Rata-rata kekuatan sobek lusi = 2,83 kg

Ä

Ä

Ä

Ä

 

Diskusi

Pengujian dilakukan dengan standar pengujian cara uji kekuatan sobek cara lidah, SNI 0521-2008. Pengujian ini dilakukan pada kain yang tidak seimbang baik itu arah lusi dan pakan yang berbeda jenis seratnya atau misalnya kain yang coating yang tidak dapat dilakukan dengan cara elmendorf.

Penjepitan contoh uji pada penjepit atas maupun bawah, harus benar – benar kuat. Sebab bila terjadi penarikan, bila penjepitan kurang kuat, akan menyebabkan kekuatan sobek contoh uji akan lebih besar dari yang semestinya.Kedudukan alat pencatat, harus tepat pada grafik skalanya. Hal ini untuk menghindari terbentuknya kesalahan grafik yang disebabkan oleh labilnya pencatat skala.Kelembaban contoh uji, harus diperhatikan. Sebab hal ini akan mempengaruhi kekuatan dari kain terpal tersebut. Untuk kain – kain tertentu, makin tinggi regainnya akan makin kuat atau sebaliknya. Tentunya hal ini bila dilakukan penyobekan akan berpengruh pada ketahanan sobek kainnya.Ketelitian skala yang terbatas serta kesalahan dalam pembacaan skala ikut mempengaruhi hasil pengujian. Kekuatan sobek yang dihasilkan yang lebih besar pada kekuatan sobek lusi, karena alat elemendrof yang digunakan berbeda muatannya maka terlihat nilai kekuatan sobek yang besar terdapat pada arah pakan, oleh karena itu seharusnya digunakan alat yang sama guna mengurangi kesalahan terhadap hasil yang didapatkan.

Pada pengujian dengan cara lidah prinsipya Mengukur beban maksimal yang dapat ditahan oleh kain contoh uji sehingga kain tersebut putus seratnya. Sedangkan yang dimaksud kekuatan sobek cara lidah adalah kekuatan tarik kain yang telah digunting terlebih dahulu ke arah lusi ataupun pakan, sehingga berbentuk seperti lidah dan ditarik pada kedua ujung sobekan. Kekuatan sobek pakan lebih kecil dari lusi karena benang lusi pada proses pertenunan sudah diperkuat.

Hasil pengujian disesuaikan dengan standar mutu kain tenun untuk kemeja (SNI 0051:2008), kain tenun setelan (SNI 08-0056-2006) dan kain tenun untuk gaun dan blus (SNI 08-1515-2004).

 

 

 

 

 

        IV.     Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

Ä  Rata-rata kekuatan sobek pakan = 2,17 kg

Ä  Rata-rata kekuatan sobek lusi    = 2,83 kg

Ä               = 0,168

Ä           = 0,024

Ä             = 5,9364%

Ä          =1,105%

 

Hasil pengujian menunjukkan kain contoh uji sesuai dengan standar mutu kain tenun untuk kemeja(>0,7Kg) dan kain tenun untuk gaun dan blus (>4,5N≈0,5Kg untuk kain transparan dan >6,7N≈0,7Kg untuk kain tidak transparan) tetapi belum sesuai untuk kain tenun setelan (< 1,5 kg).

 

  1. KEKUATAN SOBEK KAIN TRAPESIUM

                   I.         Alat dan Bahan

  1. Alat

Ä  Alat Uji Tarik Sistem Laju Mulur Tetap (Instron)

  • Penjepit bawah.
  • Penjepit atas yang bisa bergerak keatas atau kebawah.
  • Beban yang digunakan = 20 kg
  • Kertas grafik kekuatan.
  • Jarak jepit 2,5 cm.
  • Kecepatan penarikan = 30 ± 1cm/menit
  • Ukuran klem 7,5 cm x 2,5 cm

Ä  Gunting, kertas grafik, pena/tinta.

 

 

 

 

  1. Bahan

Contoh Uji: kain uji sebanyak 1 buah untuk arah lusi dan 1 buah untuk arah pakan dengan bentuk dan ukuran 7,5 cm x 15 cm.

 

 

 

 

 

 

                   II.         Cara Uji

Ä  Kain dipotong dengan ukuran panjang 15 cm dan lebar 7,5 cm.

Ä  Menggambar bentuk trapesium sama kaki dengan tinggi 7,5 cm dan panjang garis sejajar 10 cm dan 2,5 cm pada kain contoh uji tersebut.

Ä  Memotong sepanjang 0,5-1 cm ditengah-tengah garis 2,5 cm dan tegak lurus pada garis sejajar.

Ä  Jumlah contoh uji 1 contoh uji untuk pengujian ke arah lusi dan pakan.

Ä  Contoh ujidikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab (seharusnya dilakukan).

Ä  Mengatur kedudukan dan jarak titik penjepit supaya 2,5 cm.

Ä  Memeriksa kedudukan alat-alat yang lain.

Ä  Beban yang dipergunakan sekitar 20 kg.

Ä  Memeriksa alat-alat pencatat pembebanan pada kertas grafik supaya kedudukannya tepat.

Ä  Kecepatan penarikan 30 cm/menit.

Ä  Menjepit contoh uji sepanjang garis yang tidak sejajar dari trapesium, sehingga potongan terdapat di tengah-tengah antara kedua penjepit dan tepi yang pendek tegang sedangkan yang panjang dibiarkan terlipat.

Ä  Menarik contoh uji sampai contoh uji sobek.

Ä  Mengamati kekuatan pada skala baca atau pada kertas grafik.

Ä  Jumlah pengujian masing-masing 1 kali untuk lusi dan pakan. Dari 1 contoh uji didapatkan suatu grafik, dari grafik tersebut dibuat menjadi beberapa bagian. Untuk pengujian kali ini hanya dilihat 5 bagian saja. Masing – masing bagian tersebut diambil skala tertinggi dan terendahnya. Dalam pengambilan skala terendah, bukan dilihat dari lembah grafik, tetapi tetap dari pincak grafik yang terpendek / terendah.

Ä

Ä

                  III.        Laporan Hasil Uji dan Diskusi

Contoh Uji Sobek Lusi Sobek Pakan
Tertinggi (kg) Terendah (kg) Tertinggi (kg) Terendah (kg)
1 7,4 6,8 3,4 2,1
2 7 6,6 2,6 3,5
3 6,8 5,6 2,8 3,2
4 4,8 4,2 2 3
5 4,4 3,4 1,6 2
57 26,2
5,7 2,62

 

Sobek Lusi Sobek Pakan
X x
7,1 1,4 1,96 2,75 0,13 0,0169
6,8 1,1 1,21 3,05 0,43 0,1849
6,2 0,5 0,25 3 0,38 0,1440
4,5 -1,2 1,44 2,5 -0,12 0,0140
3,9 -1,8 3,24 1,8 -0,82 0,6724
8,1 1,0322

 

Ä  Rata-rata kekuatan sobek lusi pada grafik 5 titik puncak tertinggi (High) dan 5 titik puncak terendah = 5,7 kg.

Ä  Rata-rata kekuatan sobek pakan pada grafik 5 titik puncak tertinggi (High) dan 5 titik puncak terendah = 2,62 kg.

Ä

Ä

Ä

Ä

 

Diskusi

Kekuatan sobek kain yaitu kemampuan minimum dari kain untuk menahan beban maksimum yang mengenai kain tersebut. Pengujian disesuaikan dengan SNI 08-1269-1989 yaitu pengujian kekuatan sobek kain baik kearah lusi maupun pakan diperlukan untuk kain – kain yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi. Pada pengujian rata-rata kekuatan sobek lusi, lebih besar dibandingkan dengan cara elemendorf dan uji sobek lidah karena ada beberapa hasil yang kurang maksimal dalam praktikumnya.Pengujian dengan cara trapesium ini meniru keadaan dari kejadian dimana sepotong kain ditarik dengan gunting pada bagian pinggir kain, dan contoh dipegang dengan kedua tangan, lalu disobek mulai dari tarikan yang telah dibuat.

Faktor alat yang mempengaruhi hasil pengujian yaitu diantaranya; ketika proses penarikan berlangsung, kain slip dari penjepit yang disebabkan oleh kondisi penjepitnya yang sudah aus. Dalam pemasangan kain pada penjepit, bila kurang kencang akan mennyebabkan kain slip pada saat penarikan. Pemasangan pencatat skala dan kertas grafik yang kurang tepat akan berpengaruh pada grafik yang terbentuk. Pembacaan skala pada grafik dan pembuatan contoh uji merupakan faktor yang mempengaruhi hasil pengujian.

Alat yang digunakan untuk uji ini yaitu instron. Jika ada kesalahan perlakuan maka salah pula terhadap hasil uji. Saat proses penarikan berlangsung, kain slip dari penjepit yang disebabkan oleh kondisi penjepitnya yang sudah aus.Tidak stabilnya posisi pencatat skala akan menyebabkan skala yang tergambar bukan karena adanya sobekan kain saja, tetapi juga karena gerakan ujung pena yang kurang stabil. Dalam pemasangan kain pada penjepit, bila kurang kencang akan mennyebabkan kain slip pada saat penarikan.kemungkinan juga kain tergelincir sehingga menyebabkan slip dan akan mempengaruhi terhadap hasil.

   Hasil pengujian disesuaikan dengan standar mutu kain tenun untuk kemeja (SNI 0051:2008), kain tenun setelan (SNI 08-0056-2006) dan kain tenun untuk gaun dan blus (SNI 08-1515-2004). Kain tidak disesuaikan dengan standar lain karena bentuk kain yang tidak sesuai misal untuk kain terpal dan jok mobil.

 

                  IV.        Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

Ä  Rata-rata kekuatan sobek lusi = 6,92 kg.

Ä  Rata-rata kekuatan sobek pakan = 3,58 kg..

Ä  Standar Deviasi (SD)lusi = 1,423

Ä  Standar Deviasi (SD)pakan = 0,507

Ä  Koefisien Variasi (CV) = 24,96%

Ä  Koefisien Variasi (CV) = 19,35%

Hasil pengujian menunjukkan kain contoh uji sesuai dengan standar mutu kain tenun untuk kemeja (>0,7Kg) dan kain tenun untuk gaun dan blus (>4,5N≈0,5Kg untuk kain transparan dan >6,7N≈0,7Kg untuk kain tidak transparan) tetapi belum sesuai untuk kain tenun setelan (< 1,5 kg).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN KEKUATAN JAHITAN

            I.       Maksud dan Tujuan

Maksud dari pengujian ini yaitu mengetahui kekuatan benang jahit dalam suatu kain tenun sesuai standar pengujian. Sedangkan tujuannya yaitu mengukur tarikan minimum dari suatu beban yang dapat ditahan oleh benang jahit tersebut dan dapat menilai mutu atau klasifikasi kain yang diuji berdasarkan hasil pengujiannya.

         II.       Teori Dasar

Kekuatan jahitan adalah kemampuan suatu jahitan untuk menahan beban maksimum sampai jahitan pada contoh uji tersebut putus dan dinyatakan dalam kilogram. Pada pengujian ini, yang harus diperhatikan, yaitu pada saat penarikan terjadi. Kemungkinan terjadi setelah kain diuji kekuatan jahitannya adalah kain putus, benang jahit yang putus, beneang-benang pada kain tergelincir dan gabungan dua atau tiga penyebab tersebut. Pada saat penarikan, bisa terjadi dua hal putus, yaitu :

Ä  Bila ditarik, yang putusnya adalah kain tenun yang dikenakan jahitan. Maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai kekuatan tarik kain. Dan hal tersebut menunjukan bahwa, kekuatan minimum dari benang jahitan yang ada pada kain tersebut lebih besar dari kekuatan minimum kain tersebut.

Ä  Pada saat penarikan, benang jahitan yang ada pada kain tenun tersebut putus. Hal ini adalah yang diharapkan pada pegujian kali ini. Bila hal ini terjadi, maka yang diujinya merupakan kekuatan jahitan dari benang jahit pada kain tenun.

Selip jahitan adalah sifat kain berbeda dengan kekuatan jahitan.Selip lusi : benang-benang lusi yang tergelincir diatas benang-benang pakan yaitu benang lusi tegak lurus pada arah tarikan

Selip pakan : benang-benang pakan yang tergelincir di atas benang-benang lusi, yaitu benang pakan tegak lurus pada arah tarikan. Kampuh jahitan: jarak antara garis jahitan dengan pinggir kain yang berdekatan. Pembukaan jahitan : jarak antara benang-benang yang telah bergeser dari ke dua sisi garis jahitan.

Alat yang digunakan untuk pengujian kekuatan jahitan dan selip jahitan adalah alat uji kekuatan tarik kain baik system laju tarik tetap maupun system mulur tetap.

 

 

 

  1. Prinsip Pengujian

Ä  Kekuatan Jahitan

Contoh uji berbentuk persegi panjang dilipat, dan dibentuk seperti huruf T dan dijahit di dekat dan sejajar lipatan.Kedua ujung contoh uji ditarik secara tegak lurus jahitan. Jadi, pada pengujian kekuatan jahitan ini, benang jahit pada suatau kain tenun dikenai gaya tarik tegak lurus arah jahitan, sampai jahitan putus. Dengan demikian yang diukur bukanlah kekuatan dari kain tenun yang dikenai jahitan tersebut. Kekuatan jahitan adalah kemampuan suatu jahitan untuk menahan beban maksimum sampai jahitan pada contoh uji tersebut putus dan dinyatakan dalam kilogram.

Ä  Selip Benang Jahitan

Contoh uji dengan jahitan dan tanpa jahitan ditarik menggunakan alat uji kekuatan tarik yang dilengkapi penjepit untuk cara cekau, untuk menghasilkan dua grafik kekuatan dan mulur yang berada pada absis yang sama, pada alat yang menggunakan pencatat grafik. Tentukan gaya yang diperlukan untuk menghasilkan jarak tertentu diantara dua kurva, yang ekivalen dengan bukaan jahitan.

  1. Standar Pengujian
  • SNI ISO 13936-1:2010. Tekstil – Cara uji ketahanan selip benang pada jahitan kain tenun – Bagian 1: Metoda bukaan jahitan tetap.
  • SNI 08-1114-1989.Cara uji kekuatan jahitan lurus kain tenun

 

  1. KEKUATAN JAHITAN

       I.            Alat dan Bahan

  1. Bahan

Ä  Kain tenun dengan ukuran (5 x 20) cm. Contoh uji dilipat, dijahit dan dipotong.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Alat

Ä  Alat uji kekuatan tarik dengan sistem laju tarik tetap (Dinamometer) dan dilengkapi dengan peralatan :

  • Jarak jepit 7,5 cm
  • Beban 50 kg
  • Kecepatan tarik 300 ±10 mm / menit.

Ä  Mesin jahit dan benang jahit.

Ä  Gunting

 

         II.       Cara Uji

Ä  Contoh uji dipotong (20 x 5) cm. Contoh uji tersebut dilipat, pada bagian 12 mm dari ujung lipatan dijahit. Gunting contoh uji seperti huruf T dengan ukuran (2,5 x 1,5) cm (seperti gambar).

Ä  Kondisikan contoh uji sampai mencapai keseimbangan lembab.

Ä  Contoh uji dibuat masing-masing 3 buah untuk arah lusi dan pakan.

Ä  Mengatur jarak jepit menjadi 7,2 cm.

Ä  Menjepit ujung contoh uji pada penjepit atas sedemikian rupa, sehingga jahitan sejajar dengan tepi bawah penjepit dan jahitan terletak di tengah – tengah antara penjepit atas dan penjepit bawah.

Ä  Mengatur kedudukan pencatat skala. Beban yang terpasang yaitu 50 kg.

Ä  Menjalankan mesin sampai contoh uji putus.

Ä  Amati dan catat penyebab putus yang disebabkan oleh :

  • Kain putus
  • Benang jahitan putus
  • Benang – benang kain tergelincir
  • Gabungan dua atau tiga penyebab di atas.

 

 

 

 

 

 

 

      III.       Laporan Hasil Uji dan Diskusi

Contoh uji Arah Lusi Arah Pakan
Kekuatan (kg) Penyebab putus Kekuatan (kg) Penyebab putus
1 6 Benang jahitan putus 8 Benang jahitan putus
2 5 Benang jahitan putus 9 Benang jahitan putus
3 5 Benang jahitan putus 9 Benang jahitan putus
∑x 16 26
5,333 8,667

 

Arah Lusi Arah Pakan
0,667 0,444 -0,667 0,444
-0,333 0,111 0,333 0,111
-0,333 0,111 0,333 0,111
∑x 0,666 ∑x 0,666

 

Ä  Rata-rata kekuatan jahitan arah lusi = 5,333 kg

Ä  Rata-rata kekuatan jahitan arah pakan = 8,667 kg

Ä

Ä

Ä

Ä

 

Diskusi

Uji ini memiliki tujuan untuk menentukan mana yang lebih kuat antara kain dan jahitannya. Pada kain contoh uji, hasil jahitannya yang sobek atau putus terlebih dahulu, maka kekuatan kain lebih besar daripada benang. Namun apabila yang sobek kainnya terlebih dahulu maka dapat dikatakan bahwa benang yang digunakan untuk menjahit kain contoh uji tersebut lebih kuat dari kainnya. Oleh karena itu maka kekuatan kain harus lebih besar dari pada kekuatan benangnya.

Pada saat penarikan, benang jahitan yang ada pada kain tenun tersebut putus. Hal ini adalah yang diharapkan pada pegujian kali ini. Bila hal ini terjadi, maka yang diujinya merupakan kekuatan jahitan dari benang jahit pada kain tenun.

Prinsip pengujian ini adalah Contoh uji berbentuk persegi panjang dilipat, dan dibentuk seperti huruf T dan dijahit di dekat dan sejajar lipatan.Kedua ujung contoh uji ditarik secara tegak lurus jahitan. Jadi, pada pengujian kekuatan jahitan ini, benang jahit pada suatau kain tenun dikenai gaya tarik tegak lurus arah jahitan, sampai jahitan putus. Dengan demikian yang diukur bukanlah kekuatan dari kain tenun yang dikenai jahitan tersebut.

Pada pengujian kekuatan jahitan menggunakan alat dynamometer yang sama dilakukan pada pengujian kekuatan tarik cara pita tiras dan pita potong yang berbeda adalah bebannya dan kecepatannya, pada pengujian kekuatan jahitan beban yang diberikan 100 kg, dengan kecepatan 200m/menit. Jahitan yang digunakan adalah jahitan standar yaitu dengan jeratan kunci (lock stich), jumlah jeratan 14 per 25 mm (14 per inci), diameter jarum ± 0,75 mmPemasangan contoh uji pada penjepit berpengaruh pada hasil pengujian. Hal ini disebabkan posisi penjepit sebagai penahan contoh uji pada saat proses penarikan. Bila jepitan yang dihasilkan kurang baik, maka kemungkinan kain tergelincir makin besar. Sehingga pengujian kekuatan jahitan yang dihasilkan pun menjadi kurang tepat.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan jahitan adalah :

  1. Jenis setik,kekuatan benang jahit
  2. Jumlah setik/inchi
  3. Tegangan benang jahit
  4. Jenis seam jahitan
  5. Nomor benang jahit.

SNI yang digunakan pada pengujian praktikum ini yaitu SNI 08-114-1989. Kekuatan jahitan yang dibutuhkan setiap kain berbeda-beda tergantung dari hasil akhir yang diinginkan. Kekuatan jahitan pada kain contoh yaitu 5,333 kg pada lusi dan pada pakan yaitu 8,667. Pada pengujian ini kekuatan jahit benang pakan lebih kuat dibandingkan lusi.

 

      IV.       Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

Ä  Rata-rata kekuatan jahitan arah lusi = 5,333 kg

Ä  Rata-rata kekuatan jahitan arah pakan = 8,667 kg

Ä  Standar Deviasi (SD)lusi = 0,58

Ä  Standar Deviasi (SD)pakan = 0,58

Ä  Koefisien Variasi (CV) = 10,88%

Ä  Koefisien Variasi (CV) = 6,69%

 

  1. KEKUATAN SELIP JAHITAN

              I.          Alat dan Bahan

  1. Alat

Ä  Alat uji kekuatan tarik dengan sistem laju tetap (Instron) : jarak jepit 75 mm, perbandingan antara kecepatan grafik dengan kecepatan penarikan = 5:1, kecepatan penarikan 100 ± 10 mm/ menit.

Ä  Mesin jahit

Ä  Penggaris

Ä  Gunting

  1. Bahan

Contoh uji kain tenun dengan ukuran 35 cm x 10 cm, dilipat dan dijahit sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

 

 

           II.          Cara Uji

Ä  Contoh uji dikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab (seharusnya dilakukan).

Ä  Melipat contoh uji dan menjahit sesuai dengan gambar contoh uji diatas.

Ä  Memasang contoh uji tersisa 15 cm yang tidak terlipat dan tidak ada jahitan pada klem atas dan bawah.

Ä  Jalankan mesin sehingga terbentuk grafik kekuatan dan mulur kain.

Ä  Kemudian ujung pena dikembalikan pada titik Diana awal terjadi grafik pada pengujian pertama.

Ä  Memasang contoh uji yan gada jahitan pada klem atas dan bawah.

Ä  Menjalankan mesin sehingga terbentuk grafik kekuatan dan mulur jahitan.

Ä  Mengukur grafik dengan cara :

  • Mengukur jarak antara dua kurva pada gaya 0,5 kg (5N) yang merupakan tegangan awal dari contoh uji yang dijahit.
  • Menambahkan 15mm pada jarak awal untuk selip 3 mm dan tambahkan 30nmm untuk selip 6 mm.
  • Menentukan jarak antara dua titik pasangan kurva yang dipisahkan oleh jarak awal, 15 mm dan 30 mm.
  • Membaca besarnya beban atau gaya pada titik tersebut dalam kg (N) pada sumbu kurva kekuatan sampai 2 N (0,2 kg) terdekat.
  • Besarnya tahan selip adalah gaya atau beban tersebut dikurangi 0,5 kg (5N).
  • Apabila pemisahan antara dua kurva lebih dari 20,4 kg, dilaporkan hasilnya sebagai lebih besar 20,4 kg (200N) dan apabila kainnya sobek dan pemisahan kurva tidak ada, laporkan kekuatan pada saat sobek.

        III.          Laporan Hasil Uji dan Diskusi

Ä  Besarnya gaya yang diperlukan untuk menggeser/selip benang pada bukaan 3 mm

  • Arah lusi = 5,8 kg (bahkan bukaan tidak mencapai 3 mm)à sobek kain
  • Arah Pakan = 5 kg à sobek jahitan
  • Pada uji ini sobek terjadi pada benang

Ä  Besarnya gaya yang diperlukan untuk menggeser/selip benang pada bukaan 6 mm

  • Arah Lusi    = 3,1 kg (bahkan bukaan tidak mencapai 6 mm)à sobek kain
  • Arah Pakan = 3,85 kgà sobek jahitan
  • Pada uji ini sobek terjadi pada benang

Diskusi

Slip jahitan merupakan hal yang penting untuk di uji karena jika terjadi alip maka akan berpengarh terhadap produktivitas suatu pabrik. Jika terjadi slip pada suatu produksi, maka benang akan sobek dan jarum patah. Ketika hal ini terjadi maka produktivitas akan menurun. Oleh karena itu pengujian ini harus dilakukan agar produktivitas suatu pabrik dapat maksimal.

Prinsip dari pengerjaan uji slip jahitan yaitu dengan cara contoh uji dilipat kemudian dijahit didekat dan sejajar dengan lipatan, kemudian dipotong. Contoh uji ditarik kearah tegak lurus jahitan sehingga dapat ditentukan besarnya gaya yang meyebabkna terjadinya pergeseran benang selebar yang ditentukan ( 3mm atau 6mm). Slip jahitan juga dapat dukur dengan berapa cm slip benang pada jahitan setelah diberi beban tertentu (8 Kg atau 12 Kg)kedua cara diatas bisa digunakan untuk mencari besarnya slip jahitan. Saat ini cara yang dipilih adalah untuk mementukan gaya yang diperlukan untuk pembukaan 6mm dan 3 mm.

Pada uji ini dapat berdasarkan uji SNI ISO 13936-1:2010. Judul : Tekstil – Cara uji ketahanan selip benang pada jahitan kain tenun. Hasil pengujian kekuatan selip jahitan ini disesuaikan terhadap standar mutu kain tenun untuk kemeja (SNI 0051:2008), kain tenun setelan (SNI 08-0056-2006) dan kain tenun untuk gaun dan blus (SNI 08-1515-2004).

 

        IV.          Kesimpulan

Ä  Besarnya gaya yang diperlukan untuk menggeser/selip benang pada bukaan 3 mm

Ä  Arah lusi = 5,8 kg

Ä  Arah Pakan = 5 kg

Ä  Besarnya gaya yang diperlukan untuk menggeser/selip benang pada bukaan 6 mm

Ä  Arah Lusi = 3,1 kg

Ä  Arah Pakan = 3,85 kg

Ä  Dari pakan maupun lusi sobek pada bagian benang

Hasil pengujian menunjukkan kain contoh uji sesuai dengan standar mutu kain tenun untuk kemeja (>8,0 Kg), kain tenun untuk gaun dan blus (>45N≈4,5Kg untuk kain transparan dan >67N≈6,7Kg untuk kain tidak transparan)dan kain tenun setelan(>12,5 kg).

 

PENGUJIAN KEKUATAN GOSOKAN METODA MARTINDALE

            I.            Maksud dan Tujuan

Maksud : Melakukan pengujian ketahanan gosok yaitu kemampuan kain untuk menerima sejumlah gosokan.

Tujuan :

  1. Mengetahui besarnya penambahan tebal dan pengurangan berat yang terjadi pada contoh uji akibat adanya gosokan terhadap contoh uji tersebut.
  2. Melakukan pengujian ketahanan gosok pada kain sesuai dengan standar.
  3. Mengidentifikasi kain yang diuji dilihat dari sifat ketahanan gosoknya.

         II.            Teori Dasar.

Keawetan kain (serviceability) adalah lamanya suatu kain bisa dipakai sampai tidak bisa dipakai lagi karena suatu sifat penting telah rusak. Keawetan tergantung dari lamanya dipakai atau jumlah kali pakai. Sedangkan keusangan (wear) adalah jumlah kerusakan kain karena serat-seratnya putus atau lepas. Dalam hal tertentu, keawetan dan keusangan sama, tapi dalam hal lain berbeda. Keusangan juga merupakan suatu mutu kain yang tidak diuji sebab kondisi-kondisi sangat bervariasi disamping tidak dapat diketahui secara kuantitatif pengaruh macam-macam faktor terhadap keusangan.

Pilling kain adalah istilah yang diberikan untuk cacat permukaan kain karena adnaya “pills”, yaitu gundukan serat-serat yang mengelompok di permukaan kain yang menyebabkan tidak baik dilihat. Pills akan terbentuk ketika dipakai atau dicuci, karena kekusutan serat-serat lepas yang menonjol di permukaan kain akibat gosokan. Pilling akan lebih parah pada serat buatan.

Gosokan yang mungkin terjadi pada kain :

  1. Gosokan yang terjadi antara kain dengan kain.
  2. Gosokan yang terjadi antara kain dengan benda lain.
  3. Gosokan yang terjadi antara serat dan kotoran pada kain yang menyebabkan putusnya serat.

Akibat adanya gosokan tersebut maka akan menimbulkan keausan pada kain, terutama akibat dari gosokan antara kain dengan benda lain.

Gosokan dapat terjadi oleh karena friksi antara kain dan kain misalnya gosokan antara lengan dan jas, friksi antara kain dengan benda lain misalnya pada bagian lutut celana, dan friksi antara serat dan kotoran kain, menyebabkan putusnya serat. Pengujian gosok hanyalah merupakan pengujian yang sederhana terhadap mutu kain. Mengenai ketahanan kain kain terhadap kombinasi antara tekanan dan pemotongan serat, hasilnya masih harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan pengujian lain. Jadi pengujian gosok tidak hanya satu-satunya faktor yang mempengaruhi keusangan dan keawetan

Pengujian ketahanan gosok dengan Martindale Abration Tester banyak dilakukan terutama untuk kain-kain jok. Kain contoh uji yang akan diuji dilapisi oleh busa poliuretan kemudian digosok sampai diperkirakan 2 benang putus. Abradant (penggosok) yang digunakan yaitu kain standar dari wol. Kemudian dihitung pengurangan beratnya, dan persentasenya terhadap berat awal.

Gerakan gosokan pada waktu pengujian ini berputar berbagai arah dan contoh uji bebas bergerak.

J.E. Booth Menggolongkan gosokan sebagai berikut:

  1. Gosokan datar (Plan or Flat abrasion), yaitu penggosokan pada permukaan datar dari contoh.
  2. Gosokan pinggir (Edge Abrasion), misalnya gosokan yang terjadi pada leher dan lipatan kain.
  3. Gosokan Tekuk (Flex Abrasion), dimana gosokan disertai dengan tekukan dan lengkungan.

Pembagian tersebut adalah pembagian secara kasar saja, sebab sesungguhnya dijumpai pula macam gosokan campuran yang rumit.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pengujian yaitu pemilihan cara yang mungkin juga ditentukan oleh alat yang tersedia, ketelitian dan sebagainya. Dimana faktor-faktor yang penting adalah sebagai berikut:

  1. Keadaan Contoh, jika tidak ditentukan lain contah kain harus dikondisikan dalam ruang standar atmosfir.
  2. Pemilihan alat, tergantung pada karakter pengujian yang diperlukan, apakah menggunakan gosokan datar, tekanan dan lain-lain.
  3. Karakter gerakan, apakah arah gerakan bolak-balik, maju saja, memuatar atau macam-macam gerakan.
  4. Arah gosokan, dalam banyak hal gosokan dibedakan gosokan kearah lusi dan kearah pakan. Tetapi bisa saja gosokan membentuk sudut terhadap arah lusi dan pakan.
  5. Pemilihan bahan penggosok
  6. Pelapis contoh
  7. Kebersihan contoh dan alat
  8. Tegangan pada contoh
  9. Tekanan antara penggosok dan contoh

Beberapa cara untuk menilai kerusakan akibat gosokan :

  1. Kenampakan terhadap contoh yang tidak tergosok.
  2. Jumlah gosokan sampai kain berlobang, benang putus atau contoh putus.
  3. Kehilangan berat setelah gosokan.
  4. Perubahan tebal kain.
  5. Kehilangan kekuatan kain.
  6. Perubahan sifat-sifat lain misalnya daya tembus udara, kilau, dll.
  7. Pengujian mikroskopis mengenai kerusakan benang atau serat pada kain.

 

      III.            Prinsip Pengujian

Alat uji gosok Martindale akan menggosok contoh uji dengan beban tertentu menggunakan media penggosok (kain standar) mengikuti suatu   gerakan yang membentuk gambar Lissajous. Alat penjepit contoh uji dapat dipasangi contoh uji atau kain penggosok bergantung pada metoda mana yang digunakan (SNI ISO 12947 bagian 2, 3 dan 4) yang dapat berputar bebas pada porosnya yang tegak lurus terhadap suatu bidang horisontal. Contoh uji kemudian digosok sesuai dengan jumlah gosokan yang   telah ditentukan. Banyaknya gosokan tiap selang pemeriksaan bergantung pada jenis produk dan metoda pengujian.

 

      IV.            Standar Pengujian

SNI ISO 12947-1:2010. Tekstil-Cara uji tahan gosok kain dengan metoda martindale-Bagian 1 :Alat uji gosok Martindale.

 

         V.            Alat dan Bahan

  1. Alat

Ä  Martindale wear and abrasion tester, yang dilengkapi dengan :

  • Beban penekan 9 ± 0,2 kPa (untuk kain dengan berat 150 g/m2) dan 12 ± 0,2 kPa (untuk kain dengan berat 151-300 g/m2).
  • Alat stop motion setelah ditentukan jumlah gosokannya.

Ä  Neraca analitik, jenis pengujian ini akan menyebabkan terjadinya perubahan berat. Oleh karena itu, jenis timbangan/neraca yang digunakan harus mempunyai ketelitian yang relatif tinggi.

Ä  Thickness gauge, alat pengukur ketebalan kain ini dilengkapi dengan peralatan:

  • Landasan, tempat kain contoh uji yang akan diukur tebalnya.
  • Dasar penekan, untuk menekan kain contoh uji.
  • Skala (dial) untuk mengetahui tebal kain contoh uji.
  • Jarum penunjuk skala.
  • Beban.

Ä  Gunting

Ä  Kain penggosok standar (kain wol atau kanvas)

Ä  Pelapis contoh uji busa poliuretan.

  1. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu kain dengan diameter 4 cm sebanyak 2 contoh uji.

 

 

 

 

 

      VI.            Cara Uji

Ä  Contoh uji yang telah berbentuk bulatan dengan diameter 4 cm, dikondisikan dalam ruangan standar. Untuk mencapai kelembaban standar suatu kain minimal membutuhkan waktu ± 4 jam. Namun karena keterbatasan waktu, contoh uji dikondisikan beberapa menit saja, tetapi pada waktu penyimpanan contoh uji diluar ruangan standar, contoh uji tidak gampang terkena debu atau kotoran lainnya serta tidak dalam posisi terlipat.

Ä  Menimbang berat contoh uji tersebut dengan menggunakan neraca analitik. Dan untuk mengukur ketebalannya, digunakan thickness gauge.

Ä  Memasang contoh uji pada martindel abrasion tester. Pada peralatan tersebut distel agar setelah 500 kali putaran alat tersebut berhenti berputar. Alat ini merupakan jenis alat dengan gosokan datar, yang karakter gerakannnya berputar.

Ä  Setelah 500 kali putaran, alat akan berhenti. Maka contoh uji dilepaskan darinya, kemudian contoh uji ditimbang dan diukur kembali tebalnya.

Ä  Melakukan pengujian untuk 2 contoh uji.

   VII.            Laporan Hasil Uji dan Diskusi

Ä  Beban yang digunakan = 9 kPa

Contoh Uji Tebal (mm) Berat (gram)
Awal1 Awal2 Akhir1 Akhir2 Awal1 Awal2 Akhir1 Akhir2
1 0,21 0,23 0,21 0,23 0,148 0,151 0,148 0,146
2 0,21 0,23 0,21 0,23
3 0,21 0,24 0,21 0,23
0,63 0,7 0,63 0,69
0,665 0,660 0,1495 0,147

Ä

Ä

 

Diskusi

Pengujian gosokan ini biasanya digunakan untuk kain karpet. Pada pengujian ketahanan gosok cara Martindale dihitung dari persentase pengurangan berat kain antara kain yang belum digosok dengan kain yang sudah mengalami gosokan dengan alat Martindale.Kemungkinan pengurangan berat bahan, dipengaruhi friksi antara kain dengan kain, kain dengan benda lain atau dengan kotoran yang menyebabkan seratnya menjadi putus, sehingga menyebabkan pengurangan berat pada bahan. Ketebalan bahan pada hasil beberapa pengujian yang bertambah setelah di gosokkarena adanya gosokan yang menyebabkan kain putus dan muncul pillingsehingga ketebalanya bertambah.

Pengujian kekuatan gosok kain menggunakan alat martindale wear and abrasion tester dengan kain penggosok adalah wol. Ada beberapa cara untuk menilai kerusakan akibat gosokan, diantaranya adalah kehilangan berat setelah penggosokan dan perubahan tebal kain. Dari hasil pengujian tebal berat menjadi bertambah dan berat kain berkurang seperti yang telah dijelaskan pada paragrap diatas.

Pada hasil praktikum ini ketebalan maupun berat kain berkurang setelah mengalami gosokan karena adanya kerusakan kain dan perubahan ketebalan akibat gosokan. Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi hasil dari pengujian antara lain pada waktu pengujian suhu dan kelembaban udara laboratoriumtidak standar maka dapat dipastikan hasil yang diperolehpun tidak sesuai dengan standar yang ditentukan.

  1. Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil :

Ä

Ä

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN KEKUATAN JEBOL (KHUSUS RAJUT)

                   I.            Maksud dan Tujuan

Maksud : Menguji Ketahanan jebol kain rajut dengan alat Bursting Strength Tester sesuai dengan standar pengujian.

Tujuan : Menghitung harga ketahanan jebol kain rajut dan dapat menilai mutu atau klasifikasi kain yang diuji berdasarkan hasil pengujiannya.

                II.            Teori Dasar

Pengujian tahan jebol atau tahan pecah dilakukan terhadap beberapa jenis kain yang memperhatikan ketahanan pecah. Selain itu diperlukan pula untuk pengujian tahan pecah kertas.

Kain rajut adalah kain yang dibentuk dengan cara membentuk jeratan dengan alat yang terdiri dari jarum-jarum rajut. Pada dasarnya kain rajut terdiri dari :

  1. Kain rajut pakan.
  2. Kain rajut lusi
  3. Kain rajut lusi / pakan

Kekuatan jebol adalah tekanan maksimum yang diperlukan untuk menjebol kain rajut dan dinyatakan dengan Kpa atau Kg/cm2.

Pengujian kekuatan tahan jebol dikenal dengan dua cara, yaitu :

Ä  Pengujian dengan penarikan tetap dengan bola penekan

Dilakukan dengan penarikan tetap dengan bola penekan.Pengujian ini dilakukan dengan tipe pendulum yang dilengkapi dengan bola baja yang mendorong contoh penjepit yang berbentuk cincin untuk menegengkan contoh uji.

Peralatan ini terpasang pada alat pendulum sedemikiam rupa sehingga pada saat jalan bola akan mendorong kain ke atas. Beban yang diperlukan untuk memecahkan/menjebol kain oleh bola menunjukan kekuatan peca/jebol suatu contoh uji. Pada praktikum yang dilakukan pada mesin bursting tester, pengujian dilakukan pada 4 tempat yang berbeda dengan cara menjepitkan contoh uji pada alat tersebut, sampai contoh uji tersebut mengalami jebol atau pecah.

Ä  Pengujian dengan diagfragma

Alat uji kekuatan jebol yang dilengkapi dengan diagframa dari karet dan penunjuk tekanan dalam satuan Kg/cm.Alat ini memberikan tekanan pada kain rajut sampai kain rajut tersebut jebol atau berlubang.Pada alat ini kain contoh dijepit penjepit. Sedang sebagai pengganti bola baja dipergunakan diagfragma yang terbuat dari karet, yang ditekan oleh cairan yang digerakkan oleh pompa, sehingga karet akan mendorong kain sampai pecah. Besarnya tekanan yang terjadi diukur dengan pengukur tekanan tabung bourdon. Kapasitas alat ini relative kecil.

 

             III.            Prinsip Pengujian

Suatu contoh uji dijepit di atas suatu diafragma yang dapat mengembang denganpenjepit cincin. Penambahan   tekanan   cairan   yang   diberikan   pada   bagian   bawahdiafragma, menyebabkan penggembungan diafragma dan kain. Volume cairanbertambah pada laju konstan per unit waktu sampai contoh uji jebol. Kekuatan jeboldan penggembungan jebol ditetapkan.

 

             IV.            Standar Pengujian

  • SNI ISO 13938-1:2010. Tekstil-Kekuatan Jebol kain-Bagian 1 : Cara uji Kekuatan dan Penggembungan metoda hidrolik.

 

                V.            Alat dan Bahan

  1. Alat

Ä  Peralatan yang digunakan pada pengujian kekuatan jebol kain rajut ini, yaitu alat uji kekuatan jebol (bursting strength tester), yang dilengkapi dengan peralatan sebagai berikut:

  • Penjepit berbentuk cincin untuk memegang kain contoh uji, dengan garis tengah dalam 30,5 cm.
  • Alat penekan kain contoh uji. Agar penekanannya kuat, maka alat ini mempunyai ulir, yang bisa dilonggarkan dan dikencangkan.
  • Diafragma dari karet yang meyerupai bola yang mendapat tekanan dari cairan.
  • Pompa cairan.
  • Pengukur tekanan melalui jarum penunjuk.

 

 

 

 

 

  1. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu kain rajut dengan ukuran minimal dapat dipegang oleh penjepit cincin yang mempunyai diameter 30,5 cm, dan sekurang – kurangnya bisa digunakan untuk 4 kali pengujian.

 

 

 

 

 

 

             VI.            Cara Uji

Ä  Mengondisikan kain rajut contoh uji.

Ä  Menekan tombol “ON” pada alat

Ä  Mengatur posisi jarum agar berada pada skala nol.

Ä  Menjepit contoh uji dengan kuat oleh cincin.

Ä  Menaikkan tekanan terhadap karet diafragma dengan cara memutar tombol “oil” sesuai dengan arah anak panah, tunggu hingga kain contoh uji jebol / pecah kemudian tekanan dihilangkan.

Ä  Kekuatan jebol kain rajut dapat dibaca pada skala yang ditunjukkan oleh jarum (berwarna merah) dalam satuan kg/cm2.

Ä  Percobaan dilakukan 4 kali di tempat yang berbeda.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

          VII.            Laporan Hasil Uji dan Diskusi

Percobaan Kekuatan

(kg/cm2 x 100 psi)(x)

1 9 0,75 0,5625
2 9 0,75 0,5625
3 7 -1,25 1,5625
4 8 -0,25 0,0625
33 2,75
8,25

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ä  Rata-rata kekuatan jebol = 8,25 kg/cm2

Ä

Ä

 

Diskusi

            Kekuatan jebol merupakan tekanan yang diperoleh dengan mengurangi tekanan diafragma dari tekanan jebol rata-rata,tekanan diafragma merupakan tekanan yang diberikan,tanpa contoh uji,untuk menggebungkanya pada penggembungan rata-rata dari contoh uji.Pada pengujian jebol ini sangat dipengaruhi oleh Pemasangan kain rajut pada penjepit yang berbentuk cincin, dilakukan dengan memberikan tegangan yang tidak kencang dan berbeda beda sehingga hasilnya tidak sama. Karena hal ini akan menentukan daya tahan jebol kain terhadap diafragma. Bila tegangan yang diberikan terlalu kecil, maka tahan jebol kain menjadi lebih besar dari yang semestinya, begitu sebaliknya. Jadi penarikan kain ketika dipasang pada cincin penjepit akan menentukan hasil pengujian dan koefisien variasi-nya.

Pada pengujian ini, pengambilan contoh uji dilakukan secara acak yang di jepit pada penjepit cincin. Pengondisian disini tidak dilakukan Tegangan awal berpengaruh terhadap kekuatan jebol apabila seragam kemungkinan hasilnya akurat dan tepat, sehingga tegangannya harus diatur dengan baik agar seragam.

Hasil pengujian kekuatan jebol ini disesuaikan terhadap standar mutu handuk mandi (SNI 08-0055-2002), kain rajut untuk pakaian olahraga wanita dewasa dan anak-anak (SNI 08-6688-2002), kain rajut polos kapas (SNI 0561:2008), kain selimut (SNI 08-0628-2004) dan kain rajut pakan untuk kemeja dan blus (SNI 2367:2008).

 

       VIII.            Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:

Ä  Rata-rata kekuatan jebol = 9 kg/cm2

Ä  Standar deviasi = 0,95

Ä  Koefisien Variasi (CV) = 11,51%

Kain contoh uji sesuai untuk digunakan handuk mandi (> 4,7 kg/cm2), kain rajut untuk pakaian olahraga wanita dewasa dan anak-anak ( > 2,5 kg/cm2 untuk kain sheer dan > 5,5 kg/cm2 untuk kain non sheer), kain rajut polos kapas (>5 kg/cm2), kain selimut (>2,0 kg/cm2) dan kain rajut pakan untuk kemeja dan blus (> 7 kg/cm2).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN KEKAKUAN

            I.            Maksud dan Tujuan

Maksud : Menguji kekakuan kain pada kain contoh uji dengan mengunakan “Shirley” Stiffness Tester.

Tujuan :Menghitung harga kekakuan kain pada sebuah kain contoh uji yang terdiri dari kekakuan lusi, kekakuan pakan dan kekakuan total dan dapat menilai mutu atau klasifikasi kain yang diuji berdasarkan hasil pengujiannya.

         II.            Teori Dasar

Sifat- sifat kain dapat diuji dan dinyatakan dalam angka-angka, seperti kekuatan tarik kain, mulur kain, ketahanan terhadap zat kimia dan sebagainya. Tetapi ada beberapa sifat kain yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka seperti kenampakan, kehalusan atau kekasaran, kekakuan atau kelemasan, dan mutu draping yang baik atau yang jelek. Sifat-sifat kain diatas diperlukan dalam pemilihan kain.

Dalam pemilihan kain ada beberapa hal dilakukan seperti memegang, mencoba, kemudian menentukan mana yang sesuai dengan penggunaanya. Dengan memegang dan merasakan kain sebenarnya telah dinilai beberapa sifat sekaligus secara subjektif. Menurut Pierce apabila pegangan kain ditentukan, maka mencakup rasa kaku atau lembek, keras atau lunak, dan kasar atau halus.

Untuk menetukan besarnya kekakuan dan drape ternayata terdapat beberapa kesulitan. Penelitian dilakukan untuk menentukan metode yang bisa mengatasi kesulitan dalam penentuan pegangan dan drape. Untuk itu ada dua hal yang perlu diperhatikan :

  1. Pemisahan macam-macam bahan yang memiliki pegangan dan drape, dan desain instrumen yang cocok untuk mengukur sifat-sifat kain secara individu.
  2. Menentukan teknik staistik untuk menetukan kesimpulan hubungan antara hasil-hasil pengujian yang dinilai secara individu dan secara grup oleh tim penilai.

Pengalaman menunjukan bahwa kesimpulan dari Pierce adalah dalam sasaran bahwa kekakuan merupakan kunci dalam mempelajari pegangan dan drape.

Kekakuan pada kain merupakan salah satu sifat dari kain yang susah ditentukan dalam angka pada suatu pengujian. Dan definisi tentang kekakuan ada beberapa macam, yaitu :

a.   Kekakuan lentur (flexual rigidity) ialah besarnya momen pada ujung kain dengan lebar kain tertentu membentuk lengkungan tertentu. Dasar kekakuan lentur dinyatakan dalam mg cm. Kekakuan lentur berhubungan dengan rasa pegangan. Kain dengan kekakuan lentur tinggi cenderung mempunyai rasa pegangan kaku.

b.   Panjang lengkung (bending length) ialah panjang kain damal cm membentuk lengkungan sampai mencapai sudut 7,1o. Untuk mendapatkan ketelitian yang baik maka dalam pelaksanaan pengujian panjang lengkungan dihitung setelah panjang kain membentuk lengkungan pada 41,5o.

c.   Kekakuan lentur lusi atau panjang lengkung lusi ialah lenturan atau lengkungan yang hanya disebabkan benang lusi.

d.   Kekakuan lentur pakan atau panjang lengkung pakan ialah lenturan atau lengkungan yang hanya disebabkan benang pakan.

 

Prinsip penentuan kekakuan kain dengan Shirley Stiftness Tester adalah contoh uji kain dengan ukuran 20 X 2,5 cm yang disangga oleh bidang datar bertepi. Pita kain tersebut digeser kearah memanjang dan ujung pita melengkung karena beratnya sendiri. Setelah ujung pita kain sampai pada bidang yang miring dengan sudut 41,5 o terhadap bidang datar, maka dari panjang kain yang menggantung tadi dan sudut dapat dipertimbangkan parameter-parameter :

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Bending Length ( C )

Adalah panjang kain yang melengkung karena beratnya sendiri pada suatu pemanjang tertentu. Ini merupakan ukuran kekakuan yang menetukan mutu draping.

I adalah panjang pita kain yang menjulur keluar bidang datar. Pada Shirley Stiftness Tester dipilih sudut 41,5 o, sehingga harga fungsi sudut θ adalah 0,5 dan harga bending length sama dengan 0,5 l.

  1. Flexural Regidity (G)

Adalah ukuran kekakuan yang diasosiasikan dengan pegangan. Abott menyarankan bahwa nilai Flexural Regidity yang ditentukan dengan alat menunjukan hubungan yang baik dengan penentuan kekakuan yang dilakukan oleh orang.

G = 0,1 W C3   ………… mg . cm

W adalah berat kain dalam g/m2

Perhitungan Flexural Regidity (kekakuan) arah lusi (KL) berarti yang panjang lengkung (bending length/C) yang dipakai adalah panjang lengkung lusi dan demikian juga kekakuan arah pakan (KP) maka panjang lengkung (C) yang dipakai adalah panjang lengkung pakan. Untuk menghitung kekakuan total (KT) dapat digunakan rumus :

KT = …………mg. cm

  1. Bending Modulus (Q)

Nilai ini tergantung pada luas pita dan bisa dianggap sebagai kekakuan yang sebenarnya. Nilai ini bisa dipakai untuk mebandingkan kekakuan bahan pada kain dengan tebal yang berbeda-beda. Tebal kain diukur dengan tekanan 1 lbs/inci2.

g = tebal kain dalam cm

      III.            Alat dan Bahan

Ä  Alat

Ä  Stiffeness Tester, dengan spesifikasi sebagai berikut

§  Penggeser

  • Bidang datar
  • Garis penunjuk
  • Garis miring membentuk sudut 41,5°, dengan bidang horizontal.

Ä  Gunting dan mistar

 

 

Ä  Bahan

Kain contoh uji 20 cm x 2,5 cm, 3 lusi dan 3 pakan.

 

 

 

 

      IV.            Cara Uji

Ä  Mempersiapkan bahan contoh uji dengan ukuran 20 x 2,5 cm sebanyak 3 buah untuk masing-masing arah benang (lusi dan pakan)

Ä  Contoh ujidikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab (seharusnya dilakukan).

Ä  Melakukan pengujian dengan meletakkan contoh uji pada bidang datar pada alat.

Ä  Mengatur posisi contoh uji agar ujungnya berhimpit dengan tepi skala yang ada pada alat, lalu menghimpitkan bidang geser pada contoh uji yang telah siap.

Ä  Kemudian menggeserkannya hingga contoh uji menjulur dan kedua ujungnya berhimpit pada kedua garis yang ada.

Ä  Dan setelah beberapa saat barulah membaca skala kekakuan.

Ä  Melakukan pengujian lagi untuk 3 buah contoh uji untuk masing-masing arah benang (lusi dan pakan) dan tiap contoh uji bagian yang diuji adalah ujung bagian depan, belakang, bawah, atas, sehingga dari satu contoh uji mendapatkan 4 data sekaligus.

         V.            Laporan Hasil Uji dan Diskusi

Permukaan Arah Lusi Arah Pakan
Lusi 1 Lusi 2 Lusi 3 Pakan 1 Pakan 2 Pakan 3
Depan 1,5 1,45 1,4 1,1 1,1 1,05
Belakang 1,7 1,2 1,2 1,05 1,1 1,1
Atas 1,55 1,3 1,25 0,9 1,15 1
Bawah 1,6 1,4 1,25 1,1 1,1 1
6,35 5,35 4,4 4,15 4,45 4,15
1,5875 1,3375 1,1125 1,0375 1,1125 1,0375
4,0375 3,1875
1,3458 1,0625

 

Ä  Panjang Lengkung rata-rata Lusi (Cl)      = 1,3458

Ä  Panjang Lengkung rata-rata pakan (Cp)  = 1,0625

Ä  Berat kain 10 cm x 10 cm = 1,027 gram = 1027 mg

Ä

Ä

Ä

Ä

Diskusi

Dalam pengujian ini diuji 4 kali yaitu pada bagian depan, belakang, atas dan bawah kain. Hasil tersebut dirata-ratakan untuk hasil pengukurannya. Kekakuan yang baik ditunjukkan apabila kekakuannya lebih relatif kecil. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh penyusun seratnya serta konstruksi kain yang digunakan. Selain itu kain pun dapat dibuat menjadi kaku agar lebih mudah rapi dengan penyempurnaan tertentu. Agar hasil lebih akurat dan tepat, kain harus dalam keadaan rapi tak ada lipatan sehingga perlu disetrika terlebih dahulu.

      VI.            Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

Ä  Panjang Lengkung rata-rata Lusi (Cl)      = 1,3458

Ä  Panjang Lengkung rata-rata pakan (Cp)  = 1,0625

Ä  Berat kain 10 cm x 10 cm = 1,027 gram = 1027 mg

Ä  250,33 mg/cm

Ä  123,18 mg/cm

Ä  19,33 mg/cm

Ä  3,48 kg/cm2

 

 

PENGUJIAN KAIN KEMBALI DARI LIPATAN (TAHAN KUSUT)

            I.            Maksud dan Tujuan

  1. Menguji kemampuan kain untuk kembali kebentuk semula setelah mengalami tekukan yang diuji dengan Shirley Crease Recovery Tester.
  2. Dapat melakukan pengujian untuk mengetahui kemampuan kain untuk kembali dari sudut kusut.
  3. Dapat menilai mutu atau klasifikasi kain yang diuji berdasarkan sifat kemampuan kembali dari sudut kusutnya.

         II.            Teori Dasar

Serat selulosa merupakan serat yang mudah kusut dan usaha-usaha untuk memperbaiki kekurangan ini banyak dilakukan dalam proses penyempurnaan. Wol merupakan serat yang elastisitasnya sangat baik, sehingga mudah pulih dari kekusutan. Sifat ini menjadi dasar untuk mengukur sudut kembali dari kekusutan. Oleh karena itu, tahan kusut kain dipengaruhi oleh konstruksi kain, jenis serat penyusun kain dan stabilitas dimensi kain.Untuk kain-kain yang stabilitas dimensinya baik maka sifatnya akan lebih tahan kusut dibandingkan dengan serat yang stabilitasnya jelek. Kemampuan kembali kain dari kekusutan adalah sifat dari kain yang memungkinkannya untuk kembali dari lipatan.

Ada dua istilah yang digunakan dalam pengujian ini, yaitu ketahanan terhadap kekusutan dan kembali dari kekusutan. Kalau suatu barang tekstil jelek crease resistencenya, maka jelek pula crease recovery-nya,atau dengan kata lain kain tersebut mudah kusut. Masalah ini penting karena menyangkut juga kenampakan / keindahan suatu kain.

Pengujian tahan kusut biasanya dilakukan untuk bahan pakaian selain uji kekakuan, kenampakkan, kilau, kehalusan, kekasaran dan mutu drapernya juga. Sifat-sifat yang disebutkan tadi merupakan sifat yang cukup penting untuk suatu pakaian ditinjau dari segi kenyamanan tujuan akhir pemakai.

Pemilihan bahan tekstil (kain) pada perdagangan secara umum dilakukan dengan memegang dan mencoba memakai kainnya, dan dengan memegang kain tersebut sebenarnya sedang menilai beberapa sifat sekaligus secara subjektif berdasarkan kepekaan tangan si pemegang. Karena kerelatifannya tersebut maka diciptakan sutau standar pengukuran termasuk dalam hal kekakuan kain dan tahan kusut kain.

Terdapat dua cara pengukuran ketahanan kusut yaitu :

Ä  Pengujian total

Ä  Pengujian dengan alat Shirley Crease Recovery Tester.

Prinsip kedua cara uji itu sama yaitu dengan menindih contoh uji dengan suatu beban tertentu selama waktu tertentu pula sehingga dihasilkan lipatan (dianggap sebagai kusut) kemudian beban dilepaskan sehingga contoh uji membentuk huruf (V) dan diukur berapa besar pemulihannya. Untuk cara total ynag diukur adalah jarak antara kedua ujung (V), sedangkan dengan alat Shirley yang diukur adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh pita (V). Yang dipakai dalam praktikum ini adalah dengan alat Shirley Crease Recovery Tester.

Ketentuan dari sudut kusut :

Sudut kusut Keterangan
x > 135 0 Baik sekali
125–1350 Baik
115–1250 Cukup
x <1150 Kurang

 

 

 

 

 

 

      III.            Alat dan Bahan

  1. Alat

Ä  Crease recovery Tester yang dilengkapi dengan :

  • Beban penekan 500 gram (AATCC) dan 800 gram (Shirley), yang digunakan AATCC.
  • Busur derajat pengukur sudut kembali dari lipatan.
  • Lempeng pemegang contoh uji
  • Jarum penunjuk skala.

Ä  Gunting, pinset dan mistar.

  1. Bahan

Kain contoh uji ukuran (1,5 x 4) cm kearah pakan dan arah lusi maisng-masing 4 buah.

 

 

 

 

 

 

      IV.            Cara Uji

Ä  Contoh uji dikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab (seharusnya dilakukan).

Ä  Pemegang contoh pegang ditangan kiri, contoh uji diletakkan dengan menggunakan penjepit, ujung yang bebas dilipat ke belakang dan dijepit dengan ibu jari.

Ä  Plastik penekan dibuka dengan tangan kanan, kemudian pemegang contoh dan contoh uji dimasukkan ke dalam plastic penekan.

Ä  Penekan bersama-sama pemegang contoh secara perlahan-lahan diberi beban seberat 500 g dan diamkan selama 5 menit.

Ä  Setelah 5 menit pemberat diambil dan pemegang bersama penekan diangkat, kemudian pemegang contoh dimasukkanpada penjepit yang terpasang pada permukaan piringan penguji, plastic penekan segera dilepas.

Ä  Lipatan harus tepat pada titik tengah piringan, dan bagian contoh uji yang tergantung diatur agar segaris dengan garis penunjuk vertical. Diamkan selama 5 menit.

Ä  Setelah 5 menit contoh uji yang tergantung diatur kembali agar segaris dengan garis penunjuk vertical, dan baca sudut kembali sampai derajat terdekat dari busur derajat.

Ä  Pengujian dilakukan untuk lipatan arah muka dan belakang kain contoh uji yang berbeda.

Ä  Perhitungan :

  • Harga rata-rata sudut kembali sari lipatan arah muka dan arah belakang masing-masing untuk arah lusi dan arah pakan.
  • Apabila harga rata-rata sudut kembali dari lipatan bagian arah muka dan belakang kurang dari 15o maka hasilnya dapat dirata-ratakan dan bila lebih dari itu maka dilaporkan masing-masing.

 

 

 

 

 

 

         V.            Laporan Hasil Uji dan Diskusi

Contoh uji Arah Lusi Arah Pakan
Muka Belakang Muka Belakang
1 1300 1350 1300 1420
2 1260 1500 1080 1260
2560 2430 2380 2680
Δ 130 300
124,750 126,50

 

x x
1300 5,25 27,56 1300 3,5 12,25
1260 1,5 2,25 1080 -18,5 342,25
1350 10,25 105,06 1420 15,5 240,25
1500 25,25 637,56 1260 -0,5 0,25
772,43 595

 

Ä

Ä

Ä

Ä

Ä

Ä

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Diskusi

Dari hasil praktikum didapatkan nilai derajat kekusutan untuk lusi yaitu 124,750dan untuk pakan yaitu 126,50. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai sudut kusut kain contoh uji ini baik. Semakin besar sudut kembali semakin baik stabilitas kain tersebut, karena dapat kembali ke semula dengan cepat. Standar yang digunakan adalah standar AATCC, dengan berat 500 gram waktu 5 menit.

Adapun faktor yang mempengaruhi sifat ketahanan kusut pada suatu kain, antara lain adalah sifat serat yang digunakan pada pembuatan kain tersebut. Sifat serat akan berpengaruh terhadap kain yang dihasilkannya. Pada kain-kain yang mempunyai ketahanan kusut yang jelek dapat diperbaiki dengan melakukan proses penyempurnaan anti kusut pada kain, sehingga kain yang telah mengalami proses penyempurnaan anti kusut akan mempunyai ketahanan kusut yang baik.

 

      VI.            Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

Ä

Ä

Ä

Ä

Ä

Ä

 

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN DAYA TEMBUS UDARA

            I.            Maksud dan Tujuan

        Maksud : Mengukur volume udara yang dapat melalui kain pada suatu satuan luas tertentu dengan tekanan tertentu dengan melihat besarnya udara yang melewati kain, yang langsung menggerakan manometer air.

Tujuan : Menghitung harga daya tembus udara pada kain contoh dan dapat menilai mutu atau klasifikasi kain yang diuji berdasarkan nilai daya tembus udaranya.

         II.            Teori Dasar

Susunan kain yang terjadi dari benang-benang dan benang-benang terdiri dari serat-serat,maka sebagian volume dari kain sebenarnya terdiri dari ruang udara.Jumlah ukuran dan distribusi dari ruang tersebut sangat mempengaruhi sifat-sifat kain,seperti kehangatan dan perlindungan terhadap angin dan hujan serta efisiensi penyaringan dari kain-kain untuk keperluan industri.

Meskipun jumlah ruangan udara dari dua macam kain sama,akan tetapi mungkin saja kain yang satu lebih sukar dilalui udara daripada yang lain,oleh karena itu lebih hangat dipakaiAda dua istilah yang dipakai yang berhubungan dengan ruang udara pada kain :

  1. Daya Tembus Udara (Air Permeability)

Laju aliran udara yang melewati suatu kain, dimana tekanan pada ke dua permukaan kain berbeda. Daya Tembus Udara (Air Permeability) yaitu untuk menyatakan berapa volume udara yang dapat melalui kain pada suatu satuan luas tertentu dengan tekanan tertentu, satuan misalnya cm3/detik/cm2/I cm tekanan air.

Tekanan terhadap udara (Air Resistant) adalah untuk menyatakan berapa lama waktu tiap volume udara tertentu dapat melalui kain tiap satuan luas tertentu dengan tekanan tertentu pada tekanan udara tertentu, satuannya misalnya detik/m3/cm2/ I cm tekanan air.

  1. Rongga Udara (Air porosity)

Rongga Udara (Air Porosity) adalah untuk menyatakan berapa persentase volume udara dalam kain terhadap volume keseluruhan air tersebut.

Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur daya tembus udara kain adalah alat elison incline draft gage (buatan United States Testing Co.). Pada dasarnya alat uji daya tembus udara mempunyai bagian-bagian penting yaitu :

  • Pemegang contoh dengan luas lubang tertentu.
  • Alat penghisap udara.
  • Pengatur tekanan udara.
  • Skala untuk memcatat hasil uji.

Alat uji daya tembus udara yang digunakan pada praktikum ini ialah buatan United States Company. Alat ini terdiri dari tabung yang salah satu ujungnya terdapat klem pemegang contoh kain yang diuji dengan luas tertentu. Juga terdapat cicin klem dengan beberapa ukuran yang disesuaikan dengan tebal kain yang diuji. Sisi lain dari tabung dihubungkan dengan kipas penghisap udara yang dapat diatur kecepatan putarannyaoleh sebuah rheostat. Ditengah tabung diberi sekat yang berlubang, dimana besar lubang diatur dengan menggunakan mulut (orifice). Ada 8 orifice dari ukuran 2 mm – 16 mm diameternya, disesuaikan dengan besar kecilnya daya tembus udara dari kain yang diuji.

Kapasitas alat dapat mengukur daya tembus udara 4,0 – 794 ft3/menit/ft2 dengan tekanan udara 15 inchi tinggi air.

Alat ini dilengkapi juga dengan dua buah manometer yaitu:

  • Manometer tegak (Manometer air) yang berupa pipa gelas yang diberi skala 2 – 15 inchi. Sisi atas dari manometer ini dihubungkan melalui pipa karet atau plastik diruang tabung dekat kipas, sedang sisi bawah dari manometer dihubungkan ke reservoir berisi air. Bagian atas reservoir yang berisi udara dihubungkan ke ruang tabung yang drkat dengan klem contoh, sehingga didalam keadaan seimbang tekanan udara di ruang ini sama dengan tekanan udara di dalam reservoir tersebut.
  • Incline Manometer (Manometer minyak) yang juga berupa pipa gelas yang diberi skala. Pada ujung atas dihubungkan dengan ruang udara pada reservoir berisi air, sedang bafian bawah dihubungkan dengan reservoir berisi minyak. Ruang udara dari reservoir minya tersebut dihubungkan dengan udara keluar. Tinggi rendahnya minyak menunjukkan besarnya tekanan udara yang melalui kain dan dapat dilihat pada skala.

Hasil pengujian dilihat pada skala manometer air. Pembacaan tersebut dilakukan setelah keseimbangan dicapai , yaitu apabila skala manometer tetap menunjukkan skala 0,5.

      III.            Prinsip Pengujian

Kain dengan Inas tertentu dilewati udara dengan tekanan tetap, dan laju aliran udara diukur dengan mengamati manometer air. Dari basil pengamatan manometer air dapat diketahui daya tembus udaranya.

      IV.            Standar Pengujian

  • SNI 08-3810-1995. Tekstil- Cara Uji Daya Tembus Udara Pada Kain Sistem Manometer

         V.            Alat dan Bahan

  1. Alat

Alat uji daya tembus udara (air permeability tester) yang dilengkapi dengan :

  1. Pemegang contoh uji dengan luas lubang tertentu.
  2. Kipas penghisap untuk mengalirkan udara.
  3. Manometer air (Manometer Tegak).
  4. Incline manometer (Manometer minyak), tinggi rendahnya minyak pada alat ini menunjukkan besarnya tekanan udara yang melalui contoh kain.
  5. Pengatur besarnya tekanan udara yang melalui contoh uji.
  6. Skala untuk mencatat hasilnya.
  7. Penjepit, sebagai penjepit contoh uji yang dilengkapi cincin penjepit.
  8. Oryfice sebanyak 8 buah dengan kapasitas daya tembus udara seperti pada tabel.

ukuran orifice dan harga daya tembus udara pada kain

Diameter Orifice (mm) Daya tembus Udara (ft3/menit/ft2)
Harga Minimal (h) Harga Maksimal (H)
2 4,0 11,4
3 9,3 26,6
4 20,0 58,0
5 32,0 91,0
6 40,0 113,0
8 72,0 197,0
11 137,0 375,0
16 292,0 794,0

 

 

 

  1. Bahan

Contoh uji : kain sisa pada 2 tempat yang berbeda

      VI.            Cara Uji

Ä  Contoh uji dikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab.

Ä  Membuka klem pemegang kain contoh uji.

Ä  Memasang kain contoh uji pada klem tersebut.

Ä  Memasang cincin klem pada kain contoh uji yang ada di atas klem tersebut sehingga kain menjadi tegang. Penggunaan cincin klem harus sesuai dengan tebal tipisnya kain. Cincin klem tidak terlalu kecil, sehingga menyebabkan kain sangat tegang dan cincin sulit dibuka, cincin klem juga tidak boleh terlalu besar yang menyebabkan kain menjadi kendor pada klem pemegang.

Ä  Menutup klem pemegang kain tersebut pada tabung.

Ä  Menekan tombol kipas atau fan, sehingga fan berputar. Manometer air dan minyak akan bergerak. Bila gerakan kecepatan keduanya tidak sama, maka orifice harus diganti. Bila kecepatan keduanya terlalu cepat, maka orifice diganti dengan yang lebih kecil, begitu sebaliknya. Orifice mempunyai diameter 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 11, 16 mm.

Ä  Setelah penggantian orifice yang terdapat pada tabung bagian tengah selesai, melakukan pengujian dari awal.

Ä  Setelah menyalakan fan, bila gerakan pergeseran minyak pada manometer berhenti, maka untuk mempercepatnya dibantu dengan menggeser tahanan gesek atau “reostat” untuk mempercepat putaran fan. Sehingga minyak dapat bergerak kembali.

Ä  Bila manometer minyak telah mencapai skala 5”, maka bacalah skala yang ditunjukan oleh manometer air. Pembacaan manometer yang baik antara 2– 15 inchi.

Ä  Melakukan pengujian pada 2 tempat yang berbeda dari kain.

Ä  Perhitungan :

v  X     = harga daya tembus udara

v  H     = harga minimum orifice

v  h      = harga maksimum orifice

v  SD   = Standar Deviasi

v  CV  = Koefisien Variasi

  • Minyak                        = 5
  • Air                   = 15 (maksimal) dan 2 (minimal)

   VII.            Laporan Hasil Uji dan Diskusi

Ä  Menggunakan lubang atau diameter orifice (mm) = 11

Ä  h = 137,0 (Ft3/menit/Ft2)

Ä  H = 375,0 (Ft3/menit/Ft2)

Ä  Harga manometer air :

  • Contoh 1 = 2,3
  • Contoh 2 = 2,2

Ä

Ä

 

x
2,3 0,05 0,0025
2,2 -0,05 0,0025
= 0,005

 

Ä

Ä

Diskusi

Prinsip pengujiannya adalah kain dengan luas tertentu dilewatkan udara dengan tekanan tetap, dan laju aliran udara diukur dengan mengamati manometer air. Nilai DTU yang didapatkan yaitu 71,9211 cm3/detik/cm2. Pada nilai minyak 5 kita melihat nilai pada air.

Pengujian dilakukan pada dua tempat yang berbeda dengan ukuran sesuai diameter pada alatnya. Orifice pun disesuaikan dengan melihat kenaikan minyak dan air agar tidak terlalu cepat ataupun tidak terlalu lambat sehingga kenaikannya bisa sejalan. Lubang orifice yang terlalu kecil dan kurang sesuai akan menimbulkan suara yang lebih bising dibanding lubang yang lebih besar sehingga lubang orifice yang digunakan harus diganti menjadi lebih besar. Nilai DTU ini sangat dipengaruhi diameter orifice yang digunakan. Semakin tinggi diameter orifice nya maka daya tembus udara nya pun makin banyak. Selain diameter orifice, Daya tembus udara pada kain sangat dipengaruhi oleh konstruksi kain tersebut. Konstruksi dalam hal ini adalah tetal benang dan jenis anyaman kain. Semakin besar tetal benang maka semakin rapat kain tersebut dan semakin susah untuk untuk ditembus oleh udara sehingga kemampuan tahan tembus udaranya besar, begitupun dengan jenis anyaman. Semakin banyak anyaman memiliki benang yang rapat semakin besar tetal kainnya dan semakin besar pula daya tahan tembus udaranya.

Pemilihan orifice harus benar-benar teliti dan dibutuhkan kesabaran, karena jika salah hasilnya tidak akan menunjukan hasil yang akurat.Makin terbuka struktur suatu kain akan makin besarlah daya tembus udaranya, sehingga udara dapat bebas masuk kedalam serat dan berhembus. Selain daya penutup kain, faktor nomor benang dan twist faktor benang yang dipakai,mempengaruhi daya tembus udara , Penambahan putaran fan sebelum minyak dalam manometer berhenti akan menyebabkan skala yang dihasilkan menjadi kurang tepat. Sebab skala manometer air yang ditunjukan bukan merupakan skala dimana manometer minyak berhenti, Pengencangan kain oleh cincin klem pemegang yang terlalu tegang menyebabkan kain menjadi tertarik terlalu kuat, sehingga benang – benang yang beada dalam kain menjadi renggang. Sehingga aliran udara yang melewati kain tersebut menjadi besar., Kondisi kain yang diuji mempunyai lipatan – lipatan / kusut, sehingga besarnya udara yang melewati kain tersebut menjadi kurang stabil.

Pengujian tembus udara biasanya dilakukan untuk kain tenda atau parasut yang biasa digunakan berhubungan dengan udara atau pada kain yang telah dilakukan penyempurnaan biasanya penyempurnaan tolak air atau tahan air.

  1. Kesimpulan

Berdasarkan pengujian hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut :

Ä  Nilai daya tembus udara =

Ä

Ä

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KONSTRUKSI KAIN

            I.            Maksud dan Tujuan

Melakukan penimbangan dan perhitungan tetal kain contoh uji, untuk menghitung nomor benang dari kain dan mengkeret benang dari kain sehingga dapat mengetahui berat kain per meter persegi.

         II.            Teori Dasar

  1. Anyaman kain tenun

Anyaman kain tenun adalah silangan antara benang lusi dengan benang pakan sehingga terbentuk kain tenun. Benang lusi adalah benang yang sejajar dengan panjang kain tenun biasanya digambarkan kearah vertical, sedangkan benang pakan adalah benang yang sejajar dengan lebar kain dan biasanya digambarkan kea rah horizontal.

Untuk menyatakan anyaman suatu kain tenun dapat dilakukan dengan cara :

Ä  Dengan menyebut nama anyaman

Ä  Dengan gambar anyaman

Ä  Dengan gambar

Ä  Dengan tanda

Anyaman pada tekstil di golongkan menjadi 5 bagian :

ÄAnyaman dasar, dimana terdiri dari :

  • Anyaman polos .
  • Anyaman Keper
  • Anyaman satin .

ÄAnyaman turunan

Anyaman ini merupakan turunan dari anyaman polos, yang pada anyaman polos dan keper terbagi atas turunan langsung dan tidak langsung .Sedangkan pada satin hanya turunannya saja .

ÄAnyaman campuran

ÄAnyaman dengan benang berwarna

ÄAnyaman dengan tenunan rangkap

ÄAnyaman khusus, misalnya; anyaman pique, anyaman handuk, anyaman berbulu, anyaman dengan benang pengisi, anyaman permadani dan lain-lain.

 

 

  1. Nomor benang

Nomor benang (yarn count) adalah kehalusan benang, yang dinyatakan dalam satuan berat setiap panjang tertentu atau satuan panjang setiap berat tertentu.

 

Penomoran benang dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu :

  1. Penomoran langsung ; penomoranyang berdasarkan pada berat benang setiap panjang tertentu. Contoh : penomoran cara denier (TD), penomoran benang cara tex.
  2. Penomoran tidak langsung ; penomoran benang berdasarkan pada panjang benang setiap berat tertentu. Contoh : penomoran cara inggris (Ne1), penomoran cara metric (Nm).
  3. Tetal Benang

Tetal benang adalah kerapatan benang pada kain atau jumlah benang setiap satuan panjang tertentu, misalnya jumlah benang setiap cm atau inchi. Ada beberapa cara menentukan tetal benang, yaitu : denagn kaca pembesar, dengan kaca penghitung secara bergeser, dengan cara urai, dengan proyektor, dengan parallel line grating dan dengan taper line grating.

  1. Mengkeret Benang

Apabila benang ditenun maka akan berubah panjangnya, hal ini karena adanya silangan pada kain. Untuk menyatakan perubahan ukuran tersebut dapat dilakukan dengan dua cara :

Ä  Crimp ; adalah prosentase perubahan panjang benang dari keadaan lurus (pb) menjadi kain tenun (pk) terhadap kain tenun.

Ä  Teke up ; adalah prosentase perubahan panjang benang dari keadaan lurus (pb) menjadi kain tenun (pk) terhadap panjang benang dalam keadaan lurus.

 

      III.            Alat dan Bahan

  1. Alat

Ä  Gunting

Ä  Jarum

Ä  Pensil

Ä  Timbangan benang

Ä  Timbangan digital

  1. Bahan

Kain tenun ukuran 11 cm x 11 cm

      IV.            Cara Uji

Ä  Contoh uji dikondisikan hingga mencapai keseimbangan lembab (seharusnya dilakukan).

Ä  Menentukan arah lusi dan arah pakan ( beri tanda panah pada arah lusi )

Ä  Menghitung tetal lusi dan tetal pakan pada 2 tempat yang berbeda lalu, cari harga rata-ratanya. (=…….hl/inchi =…..hl/cm)

Ä  Kain contoh dipotong dengan ukuran 10 x10 cm, kemudian ditimbang

Ä  Benang lusi dan pakan diambil dari sisi yang berbeda (kanan, kiri, atas dan bawah), masing-masing 5 helai. ( lusi = 10 hl dan pakan = 10 hl ), lalu ditimbang masing-masing.

Ä  Menghitung panjang benang lusi dan pakan tersebut (setelah diluruskan).

Ä  Mengitung mengkeret benang lusi dan pakan

Keterangan :

Panjang benang dari kain contoh = PK

Rata-rata panjang benang setelah diluruskan (10 helai untuk lusi dan pakan) = PB

Ä  Menghitung nomor benang lusi dan pakan

  • Jumlah panjang 10 helai lusi setelah diluruskan =….cm =….m
  • Berat 10 helai lusi = …..mg=…..g.

Ä  Menghitung berat kain/m2 secara teoritis

  • Dengan penimbangan
  • Dengan perhitungan

è

è

 

èBenang pakan = B3 (g/m2)

èBerat kain = B2 + B3 = B4 (g/m2)

Ä  Menghitung selisih berat hasil penimbangan (BK) dengan perhitungan (B4)=

Keterangan :

Bb = Hasil perhitungan yang paling berat

Bk = Hasil perhitungan yang paling ringan

 

         V.            Laporan Hasil Uji dan Diskusi

            1. Tetal lusi dan pakan pada 2 tempat diperoleh rata-rata sebagai berikut :

Panjang pakan (cm) Panjang lusi (cm)
10,1 10,1
10,1 10,2
10,2 10,1
10,1 10,2
10,1 10,1
10,1 10,1
10,1 10,1
10,3 10,1
10,1 10,2
10,1 10,1
Σ = 10,13 Σ = 10,13

 

a.Tetal Lusi          : (120 + 119)/2            = 119,5 hl/inci = 47,047 hl/cm

b. Tetal Pakan       : (71 + 73)/2                = 72 hl/inci = 28,346 hl/cm

            2. Berat Kain 10X10 = 1,031 gram

            3. Berat benang lusi dan pakan

a. Berat Lusi                      = 0,014 gram

b.Berat Pakan                   = 0,015 gram

            4. Mengkeret:

M = PB-PK / PB

PK : Panjang benang dari kain contoh (10 cm)

PB : rata-rat panjang benang setelah diluruskan

a. Lusi       = 10,13 – 10 /10,13 X 100 % = 1,283%

b. Pakan    = 10,13-10 / 10,13 X 100 %  = 1,283%

 

            5. Nomor benang lusi dan benang pakan

a. Pakan

– Jumlah panjang 10 hl lusi setelah diluruskan = 101,3 cm = 1,013 m

– Berat 10 hl lusi = 16 mg = 0,015 gram

1 hank = 7,68 m

1 lbs = 453,6 g

1 inci = 2,54 cm

– Nm = panjang(m)/berat (g) = 1,031 m / 0,015 gr = 68,733

– Ne1 = panjang (hank)/berat (lbs) = 0,1342448 hank / 0,0000331 lbs = 4055,7341

– Tex = 1000 X berat (g)/panjang (m) = (1000 x 0,015 gram) /1,013 m = 14,807

– Td = 9000 X berat (g)/panjang (m) = (9000 x 0,015 gram) /1,013 m = 133,267

b. Lusi

– Jumlah panjang 10 hl pakan setelah diluruskan = 101,3 cm = 1,013 m

– Berat 10 hl pakan = 14 mg = 0,014 g

1 hank = 7,68 m

1 lbs = 453,6 g

1 inci = 2,54 cm

– Nm = panjang(m)/berat (g) = 1,013 /0,014 = 72,357

– Ne1 = panjang (hank)/berat (lbs) = 0,131901 / 0,0000331 = 3984,924

– Tex = 1000 X berat (g)/panjang (m) = (1000 x 0,014 g) / 1,013 m = 13,820

– Td = 9000 X berat (g)/panjang (m) = (9000 x 0,014 gram) /1,013 m = 124,383

 

 

6. Berat kain /m2

a. dengan penimbangan

Berat kain / m2 = 100 X 100/10 X 10   X 1,031 gr = 103,1 g/m2

b. dengan perhitungan

1)      berat benang lusi/ m2

      = tetal (hl/cm) X 100 X (100/100-mengkeret lusi) X 100 / Nm lusi X 100

= 47,047 hl/cm x 100 x (100/100-1,283) x 100 / 72,357x 100

= 47,047 hl/cm x 100 x (100/98,717) x 100 / 7292,8

= 47,047 hl/cm x 100 x 1,013 x 100 / 7292,8

= 65,350 g/m2 (B2)

2)      berat benang pakan/ m2

      = tetal (hl/cm) X 100 X (100/100-mengkeret pakan ) X 100 / Nm pakan X 100

= 28,346 x 100 x (100/100-1,283) x 100 / 68,733x 100

= 28,346 x 100 x (100/98,717) x 100 / 6873,3

= 28,346 x 100 x 1,012 x 100 / 6873,3

= 41,735 g/m2 (B3)

3)      Berat kain /m2 = B2 + B3 = 65,350 g/m2 + 41,735 g/m2 = 107,085g/m2

4)      Selisih berat hasil penimbangan dengan hasil perhitungan

= 107,085 – 103,1 / 107,085 x 100%

= 0,0372134 x 100%

= 3,72134 %

 

Diskusi

Pada praktikum ini pengambilan sampel dilakukan pada dua contoh uji yang tempatnya berbeda karena agar hasil uji mewakili suatu contoh uji. Sebelum kain contoh dipotong 10 x 10 cm sebisa mungkin kita menguraikan lusi dan pakannya sehingga mendekati ukuran 10 x 10 cm setelah itu diberi batasan dengan ukuran 10 x 10 cm dan kemudian pakan dan lusinya diurai sampai mendapatkan kain dengan ukuran 10 x 10 cm. Setelah itu sisa-sisa benang lusi dan pakan dipotong sesuai dengan ukuran kain. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesalahan pemotongan kain contoh yang miring dan tidak sejajar dengan arah serat/benang.

Dalam Perhitungan tetal lusi dan tetal pakan ,untuk mempermudah proses perhitungan tetal, kita dapat menguraikan benang lusi / pakan satu per satu ( tentunya setelah diberi batasan 1 inch ).Semua pemeriksaan tetal pada kain,tidak dilakukan pada bagian dekat tepi kain (1/10 lebar kain) karena tegangan kiri kanan dengan yang di tengah berbeda sehingga kemungkinan tetalnya akan lebih besar dibandingkan dengan yang di tengah.

Selisih perhitungan didapatkan sebesar 3,72134 %. Selisih berat tersebut dapat berubah menjadi lebih kecil lagi apabila pengamatan dapat dilakukan dengan lebih teliti lagi dalam mengukur berat kain, dan benang, serta panjang kain dan tetal kain pada saat pengujian. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang baik dan selisih yang sangat kecil perlu adanya ketelitian yang lebih besar dalam pengujian. Tetapi hal itu pun dapat terjadi karena kain yang dilakukan penimbangan mengkeretnya lebih besar atau komponen lainnya lebih besar sehingga perbedaan hasil penimbangan dan perhitungan cukup besar. Pada pengujian konstruksi kain ini, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesalahan, seperti :

  1. Adanya keterbatasan daya pengelihatan mata pada saat menentukan tetal kain (jumlah lusi dan pakan).
  2. Kurang teliti dalam melakukan penimbangan, menggunting kain, dan melakukan pengukuran jumlah mulur untuk setiap benang lusi dan pakan.

Hal tersebut dinamakan juga human error dan pengondisian kain dengan baik. Dalam praktikum ini ketelitian sangat dibutuhkan agar hasil yang dihasilkan optimal. Jumlah perbandingan perhitungan kecil maka data yang didapatkan mendekati yang seharusnya. Perlu diperhatikan pada saat menggunting, mengukur dan menimbang kain usahakan sesuai dengan yang dibutuhkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

      VI.            Kesimpulan

  • Mengkeret Lusi           = 1,283%
  • Mengkeret Pakan        = 1,283%
  • Nomor Benang Lusi
  • Nm = 72,357
  • Ne1 = 3984,924
  • Tex = 13,820
  • TD = 124,383
  • Nomor Benang Pakan
  • Nm = 68,733
  • Ne1 = 4055,7341
  • Tex = 14,807
  • TD = 133,267
  • Berat Kain
  • Penimbangan = 103,1 g/m2
  • Perhitungan

v   Berat benang lusi = 65,350 g/m2

v   Berat benang pakan = 41,735 g/m2

v   Berat kain = 107,085g/m2

  • Selisih berat hasil penimbangan dengan hasil perhitungan = 3,72134 %

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGUJIAN KELANGSAIAN (DRAPE)

 

  1. Maksud dan Tujuan

Untuk mengetahui prinsip praktikum pengujian langsai kain (drape) dan Untuk menghitung drape terhadap kain.

  1. Teori Dasar

Kelangsaian (drape) adalah variasi dari bentuk atau banyaknya tekukan kain yang disebabkan oleh sifat kekerasan, kelembutan, berat kain dan sebagianya apabila kain digantungkan . Drape factor adalah perbandingan selisih luas proyeksi vertical degan luas landasan contoh uji , terhadap selisih contoh uji dengan luas landasan contoh uji.

                        The Fabric research laboratories of USA telah mengembangkan suatu metode untuk mengukur drape , hal ini dilakukan dengan cara menggabungkan karakteristik lusi dan pakan menghasilkan suatu lekukan seperti terlihat ditoko apabila suatu kain digantungkan pada gantungan bulat.

Pengujian dilakukan dengan cara selembar kain contoh uji ukuran diameter 25 cm disangga oleh sebuah cakra bulat bediameter 12,5cm, dagian kain yang tidak tersangga akan jatuh (drape) , seperti terlihat sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

Gambar 13 contoh uji kelangsaian kain (drape)

 

  1. Prinsip Pengujian

Pengujian dilakukan dengan cara selembar kain contoh uji ukuran diameter 25 cm disangga oleh sebuah cakra bulat bediameter 12,5cm, dagian kain yang tidak tersangga akan jatuh (drape) dengan alat drape tester.

  1. Standar Pengujian

–          SNI 08-1511-2004

 

  1. Alat dan Bahan
  1. Alat
  2. Drape tester
  3. Alat pengukur contoh uji
  4. Gunting
  5. Computer
  6. Alat tulis
  7. Bahan

Contoh uji berukuran diameter 25 cm

 

 

 

 

 

 

 

 

 

contoh uji pengujian drape

 

  1. Cara Uji
  1. Gunting kain contoh uji sesuai pola piringan diameter 25 cm , beri tanda muka dan belakang kain, buat lubang pada titik pusat lingkarang diameter 3mm
  2. Kondisikan kain dalam keadaan stnadar
  3. Nyalakan computer
  4. Nyalakan drape tester dengan cara membuka kaca , kemudina tekan saklar kanan bawah alat sampai lampunya mynala\
  5. Klin icon drape tester, sampai keluat menu drape tester
  6. Pasang contoh uji pada landasan uji, sehingga titik pusatnya berada pada titik tengah landasan uji
  7. Jalankan alat sehingga cotoh uji berputar 30 detik atau 60 putaran. Biarkan beberapa saat
  8. Klik reset , tunggu sampai lampu merah pada alat menyala
  9. Beri nama operator pada nama kain
  10. Klik start untuk memulai pengujian, photo sensor bekerja membaca drape kain, biarkan sampai pengujian selesai
  11. Lakukan bagian muka dan belakang.

 

  1. Laporan Hasil Uji dan Diskusi

Data dari drape tester :

Data 1 2
Jari-jari sample (mm) 127 127
Jari-jari landasan (mm) 63,5 63,5
Luas sample (mm2) 50.670,75 50.670,75
Luas landasan (mm2) 12.468,98 12.468,98
Jari-jari rata-rata drape (mm) 90,48 89,89
Luas drape (mm2) 25.719,06 25.384,73
Drape (%) 34,68 33,81

 

                  DRAPE = x 100%

 

 

 

 

 

 

 

Data kelangsaian kain

Pengujian Kelangsaian (Drape)
Luassampel (mm2) Luas landasan (mm2) Luas drape (mm2) Drape (%)
1 50.670,75 12.468,98 25.719,06 34,68
2 50.670,75 12.468,98 25.384,73 33,81
∑X 68,49
34,25

 

Diskusi

Untuk uji pegangan kain, dapat dilakukan dengan memegang langsung yang dapat dinilai secara subjektif. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu kain dilakukan beberapa pengujian pegangan kain. Pengujian drape ini artinya kemampuan kain untuk memberikan kenampakan langsai. Misalnya untuk pakaian wanita diperlukan pakaian yang memiliki drape yang bagus( koefisien drape rendah). Pengujian dilakukan dengan cara selembar kain contoh uji ukuran diameter 25 cm disangga oleh sebuah cakra bulat bediameter 12,5cm, dagian kain yang tidak tersangga akan jatuh (drape). Pada pengujian dilakukan dengan mesin yang secara otomatis akan menghitung nilai persentase drape.

Dari pengujian ini dihasilkan nilai drape 34,25%, kain contoh uji menunjukan kelangsaian yang kurang cukup baik karena nilainya berada di bawah 50%.

 

  1. Kesimpulan

% Drape = 34,25 %

Termasuk memiliki kelangsaian yang cukup baik.

 

 

 

Pengelolaan Persediaan

Pengelolaan Persediaan

  1. Pengertian

Persediaan merupakan bagia utama dari modal kerja, sebab dilihat dari jumlahnya biasanya persediaan inilah unsur modal kerja yang paling besar. Ini juga merupakn faktor penting dalam menentukan kelancaran operasi perusahaan. Hampir disetiap perusahaan memiliki persediaan, perbedaan untuk masing-masing perusahaan tersebut dalah jenis persediaannya.

Perusahaan memiliki persediaan dengan maksud untuk menjaga kelancaran operasinya. Tapi tidak berarti perusahaan harus menyediakan persediaan sebanayak-banyaknya. Persediaan yang tinggi memungkinkan perusahaan bisa memenuhi permintaan pelanggan yang mendadak, tapi persediann yang tinggi akan menyebabkan penrusahaan harus menyediakan dana untuk modal kerja yang besar pula.

Unuk mempredisikan permintaan secara tepat memang sangat sulit, oleh karena itu perlu direncanakan sedemikian agar persediaan tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu sedikit.

  1. Biaya persediaan

Dalam pengelolaan persediaan bahan baku ini akan muncul dua jenis biaya yang dipertimbankan untuk menetukan jumlah persediaan yang paling optimal. Yaitu Biaya pesan (ordering cost) dan biaya simpan (carrying cost).

  1. Biaya pesan yaitu biaya yang timbul sebagai akibat pemesanan. Biaya ini besarnya bergantung dari frekuensi pemesanan, ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus

 

Biaya pesan = R/Q x O

R=bahan baku yang dibutuhkan

Q=pembelian bahan baku (unit)

O=biaya pemesanan

  1. Biaya simpan yaitu biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untu menyimpan persediaan selama period tertentu agar bahan baku yang disimpan kualiatasnya sesuai dengan yang diinginkan. Dengan asumsi tingkat pemakaian bahan baku konstan, maka biaya simpan dapat dihitung dari rata-rata bahan baku yang disimpan.bila bahan baku yang dipesan setiap kali pesan sebesar Q unit, maka rata-rata biaya simpan adalah sebesar = Q/2

Apabila biaya simpan sebesar C rupih dari rata-rata bahan yang disimpan, maka biaya simpan bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Biaya simpan=Q/2 x C

 

  1. Economical order quantity

Prusahaan tentu akan berushaan menekan biaya seminimal mungkin agar keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar, demikian juga dengan manajemen persediaan, selalu mengupayakan agar biaya persediaan menjadi minimal. EOQ adalah jumlah kuantitas bahan yang dibeli pada setiap kali pembelian dengan biaya yang paling minimal.EOQ tercapai pada saat biaya pesan sama dengan biaya simpan.

  1. Reorder Point

Setelah jumlah bahan yang dibeli dengan biaya minimal ditentukan, masalah selanjutnya yng muncul adalah kapan perusahan harus memesan kembali agar perusahan tidak sampai kehabisan bahan. Titik dimana perusahaan harus memesan kembali agar kedatangan bahan baku yang dipesan tepat pada saat persediaan bahan diatas safety stock sama dengan Nol disebut Reorder point. Yang perlu diprhatikan dalam mementukan reorder point adalah :

  • Kebutuhan bahan baku selama tenggang waktu menunggu atau masa lead time
  • Besarnya safety stock.
  1. PENGARUH DISKON PADA EOQ

                Dalam menghitung besarnya pemesanan pada analisis EOQ belum memasukkan unsure harga dari bahan itu sendiri karena telah diasumsikan bahwa harga dianggap konstan selama setahun, sehingga tidak relevan untuk dimasukkan. Bila pelanggan membeli dalam jumlah besar akan diberikan diskon (quantity discount), sebagai insentif bagi perusahaan yang membeli dalam jumlah besar. Oleh karena itu bila ada syarat diskon harga bila membeli dalam jumlah tertentu, maka unsure harga menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan dalam analisis EOQ.

  1. CONTOH SOAL

Perusahaan BALTIKA dalam setahun membutuhkan bahan baku sebesar 100.000 unit dengan harga Rp.1.000,- per unitnya. Biaya pesanan setiap kali melakukan pemesanan sebesar Rp.100.000,- dan biaya simpan 20% dari rat-rata nilai persediaan. Pada saat ini perusahaan mempunyai gudang yang terbatas kapasitasnya, sehingga hanya bisa menyimpan maksimum 8.000 unit. Untuk meningkatkan kapasitas gudang menjadi 10.000 unit membutuhkan biaya perbaikan sebesar Rp.1.500.000,-. Apabila biaya modal untuk menambah kapasitas tersebut adalah 20%, apakah sebaiknya gudang tersebut diperluas?

Diketahui :

R = 100.000 unit

O = Rp. 1.000,-/ unit

C = (20%Rp. 1.000,-) = Rp. 200,-

Harga = Rp. 1.000,-/ unit

Ditanya : apakah sebaiknya gudang tersebut diperluas?

Jawab :

Jumlah pembelian yang paling ekonomis adalah

EOQ =

Jumlah pembelian yang ekonomis sebesar 10.000 unit berarti kapasitas gudang tidak mencukupi, karena hanya mampu menampung 8.000 unit. Dengan demikian perlu dipertimbangkan untuk memperluas gudang sampai kapasitas 10.000 unit, yang memerlukan biaya Rp.1.000.000,- dengan modal 20%.

Alternatif 1. Tidak memperluas gudang, sehingga pemnelian hanya sesuai kapasitas gudang yakni 8.000 unit.

  • Biaya pesan 1 tahun = 100.000 / 8.000 x Rp. 100.000,-     = Rp. 1.250.000,-
  • Biaya simpan 1 tahun = 8.000 / 2 x (Rp. 1.000 x 20%)       = Rp.   800.000,-

Total biaya                                                                                        = Rp. 2.050.000,-

Alternatif 2 memperluas gudang agar kapasitas mencapai 10.000 unit sesuai dengan pembelian ekonomis.

  • Biaya pesan 1 tahun = 100.000/10.000 x Rp. 100.000,-     = Rp. 1.000.000,-
  • Biaya simpan 1 tahun = 10.000/2 (Rp. 1.000 x 20%)           = Rp. 1.000.000,-
  • Biaya modal investasi = 20% x Rp. 1.000.000,-                     = Rp.   200.000,-

Total biaya                                                                                         = Rp. 2.200.000,-